Selain keunikan dalam membentuk ruang personal, penyesuaian warga dalam penggunaan MCK Kobak juga dapat terlihat dari cara warga memisahkan area laki-laki dan perempuan. Golongan laki-laki hanya menggunakan MCK untuk buang air dan mandi, sementara wanita perlu area yang cukup luas untuk mencuci. Terdapat juga perbedaan durasi; laki-laki hanya membutuhkan waktu 10-15 menit untuk menyelesaikan urusannya, sementara perempuan, khususnya ibu-ibu, bisa bertahan di dalam MCK hingga dua jam karena harus mencuci dan memandikan anak. Beberda dengan laki-laki, wanita yang lebih suka ngobrol dan “bergosip” menyebabkan mereka betah dan cenderung berlama-lama di MCK. Hal-hal seperti inilah yang kemudian menjadi pertimbangan dalam merancang kembali MCK Kobak. Area perempuan dibuat lebih besar dengan ukuran 2.3 x 4.1 meter atau hampir dua kali lebih besar dari area laki-laki yang hanya berukuran 1.75 x 2.5 meter.
Tim desain rehabilitasi MCK Kobak sangat mempertimbangkan faktor budaya dalam menata kembali ruang MCK yang ada. Selain meningkatkan kualitas sanitasi, pencahayaan, dan penghawaan, tatanan ruang disesuaikan agar warga tidak merasa asing ketika menggunakan MCK yang baru. Selama proses desain, terjadi banyak diskusi dan silang pendapat, baik antar warga dengan tim desain maupun antar warga dengan warga. Ketika pembangunan sudah berjalan pun masih harus dilakukan pertemuan khusus antara tim UI dengan warga untuk membahas penyelesaian MCK termasuk pengerjaan lantai dua. Pembangunan baru bisa dilanjutkan setelah terjadi kesepakatan.
---
Deskripsi Program: Community Engagement Unggulan, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM-UI)
Koordinator Program Area Based Cikini: Dr. Evawani Ellisa
Program Bidang Arsitektur: Rehabilitasi MCK Kobak RT/RW 14/01 Kampung Cikini Kelurahan Pegangsaan Jakarta Pusat
Disain dan Pengawasan Lapangan: Anwar Bahir & Widyarko