Mohon tunggu...
Vox Pop Pilihan

Membangun MCK, Memahami Tatanan Budaya Kampung Padat Penduduk

15 Februari 2016   10:47 Diperbarui: 15 Februari 2016   14:53 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Anwar Bahir

Selain keunikan dalam membentuk ruang personal, penyesuaian warga dalam penggunaan MCK Kobak juga dapat terlihat dari cara warga memisahkan area laki-laki dan perempuan. Golongan laki-laki hanya menggunakan MCK untuk buang air dan mandi, sementara wanita perlu area yang cukup luas untuk mencuci. Terdapat juga perbedaan durasi; laki-laki hanya membutuhkan waktu 10-15 menit untuk menyelesaikan urusannya, sementara perempuan, khususnya ibu-ibu, bisa bertahan di dalam MCK hingga dua jam karena harus mencuci dan memandikan anak. Beberda dengan laki-laki, wanita yang lebih suka ngobrol dan “bergosip” menyebabkan mereka betah dan cenderung berlama-lama di MCK. Hal-hal seperti inilah yang kemudian menjadi pertimbangan dalam merancang kembali MCK Kobak. Area perempuan dibuat lebih besar dengan ukuran 2.3 x 4.1 meter atau hampir dua kali lebih besar dari area laki-laki yang hanya berukuran 1.75 x 2.5 meter.

Tim desain rehabilitasi MCK Kobak sangat mempertimbangkan faktor budaya dalam menata kembali ruang MCK yang ada. Selain meningkatkan kualitas sanitasi, pencahayaan, dan penghawaan, tatanan ruang disesuaikan agar warga tidak merasa asing ketika menggunakan MCK yang baru. Selama proses desain, terjadi banyak diskusi dan silang pendapat, baik antar warga dengan tim desain maupun antar warga dengan warga. Ketika pembangunan sudah berjalan pun masih harus dilakukan pertemuan khusus antara tim UI dengan warga untuk membahas penyelesaian MCK termasuk pengerjaan lantai dua. Pembangunan baru bisa dilanjutkan setelah terjadi kesepakatan.

 

Tentu tidak semua hal buruk yang selama ini berlaku tetap dipertahankan. Misalnya dari semula wujud kakus yang hanya berupa lubang yang langsung terhubung ke sungai, di rancangan MCK yang baru tim UI menyediakan ruang kakus yang terpisah. Di samping kanan dan kiri bangunan yang berbatasan langsung dengan rumah warga disisakan lorong yang dibuarkan kosong, untuk memungkinkan cahaya dan udara leluasa masuk ke dalam area MCK.

 

Tatanan ruang MCK Kobak yang baru, pada akhirnya perlu sedikit diintervensi agar menjadi lebih layak sehingga hasil akhirnya memang tidak sepenuhnya merepresentasikan keluguan maupun budaya masyarakat kampung Cikini. Tetapi adalah nyata, bahwa keputusan-keputusan disain yang dibuat tim UI bersama warga, merupakan perpanjangan dari kebiasaan yang, diakui maupun tidak, telah mereka sepakati bersama. Persis seperti penuturan Rapoport: “In making choices, certain values, norms, criteria, and assumptions are used. These are often embodied in ideal schemata: built environments and the life they enclose all, in some way, reflect and encode these schemata - however imperfectly.

 

---

Deskripsi Program: Community Engagement Unggulan, Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPM-UI)

Koordinator Program Area Based Cikini: Dr. Evawani Ellisa

Program Bidang Arsitektur: Rehabilitasi MCK Kobak RT/RW 14/01 Kampung Cikini Kelurahan Pegangsaan Jakarta Pusat

Disain dan Pengawasan Lapangan: Anwar Bahir & Widyarko

Tulisan oleh: Annisa Dyah Lazuardini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun