Filosof empirik memiliki kecenderungan yang berbeda, karena keragaman persepsi-persepsi dan indra-indra. Berkaitan dengan dimensi persepsi, sebagian mereka menekankan empirisitas pada konsepsi dan keyakinan, dan sebagian lain hanya pada konsepsi. Sementara yang berhubungan dengan indra, sebagian hanya meyakini indra lahiriah, dan yang lainnya berpegang pada kedua indra, yaitu indra lahiriah dan indra batiniah. Hasil-hasil pemikiran dari kelompok ini niscaya akan berbeda satu sama lain.
5. John Locke (1632-1704 M)
John Locke beranggapan bahwa sebelum memulai kajian dan pembahasan lainnya, sangat penting membahas tentang kodrat dan kemampuan akal untuk sampai pada pengetahuan, penetapan batas-batas akal, dan sumber-sumber makrifat dan keyakinan,. Iamenekankan analisa dan pengujian atas sejarah, dan empirisitas dalam pandangannya meliputi hal-hal yang lahiriah dan batiniah.[11]
John Locke tidak mengingkari potensi manusia yang berkaitan dengan semua pengetahuan, namun menolak keberadaan konsep-konsep aktual yang terdapat dalam jiwa dan pikiran.[12]
Menurutnya, indra lahiriah dan batiniah merupakan sumber semua pengetahuan dan menolak sumber pengetahuan lainnya, seperti intuisi rasional. Iaberkeyakinan bahwa seluruh bahan persepsi dan pemikiran diperoleh dari hal-hal indriawi dan observasi empiris dengan perantaraan panca indra lahiriah di alam luar serta di alam batin dengan menggunakan indra batin. Konsep-konsep ialah perantara antara pikiran dan realitas eksternal, dan sebagian dari konsep-konsep berhubungan dengan perasaan manusia.[13]
John Locke membagi konsep-konsep itu menjadi tunggal dan jamak, universal dan partikular, satu indra dan banyak indra, substansi, hubungan, dan keadaan. Iajuga menerima keberadaan substansi untuk menerima aksiden-aksiden.[14]
Ia menerima konsep-konsep universal dan abstrak, konsep ini bebas dari pengaruh waktu, tempat, dan partikular. Walaupun pemikiran-pemikirannya ini memiliki banyak penafsiran.[15] Baginya, pengenalan itu terbagi atas intuisi, argumentasi akal, dan indriawi. Pengenalan intuisi lebih tinggi dari akal dan akal lebih tinggi dari indra lahiriah. Pengetahuan terhdap diri sendiri ialah bersifat intuisi, ilmu terhadap Tuhan dicapai lewat argumentasi akal, dan ilmu tentang alam eksternal dicapai lewat panca indra lahiriah.[16]
Dalam pembahasan kausalitas, ia lantas membedakan antara konsep “sebab” dan konsep “akibat” dengan prinsip “kausalitas” (setiap akibat bergantung pada sebab). Konsep tentang sebab dan akibat itu dihasilkan lewat pengamatan internal dan perhatian atas kinerja iradah, dan “pembenaran (penghukuman)” itu diperoleh dari pengaruh timbal balik antara maujud-maujud, yakni pikiran meraih konsep “sebab” dan “akibat” dari pengamatan internal hubungan antara jiwa dan iradah, maka hubungan konsep-konsep itu satu sama lain akan tercipta setelah mereka diletakkan secara sejajar dalam pikiran kita, dan karena gamblangnya masalah itu, akal kemudian menghukumi dan membenarkan hubungan tersebut.[17]
John locke nampaknya seorang empiris yang moderat, karena iatidak menolak akal dan ilmu-ilmu hudhûrî. Dengan alasan ini, banyak aspek positif dalam pemikirannya, walaupun solusi yang ditawarkan dan penjelasannya masih belum sempurna.