Mohon tunggu...
Adlan Almilzan Athori
Adlan Almilzan Athori Mohon Tunggu... Penulis - Sekretaris Jenderal OIC Youth Indonesia / Aktivis Muslim

Sekretaris Jenderal OIC Youth Indonesia / Aktivis Muslim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polemik Kamp Pendidikan Ulang, Menggali Lebih dalam Kasus Uyghur di Xinjiang

9 September 2024   14:28 Diperbarui: 9 September 2024   14:29 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Center for Uyghur Studies

Sekitar tahun 2014, Tiongkok dikabarkan telah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap etnis Uyghur. Penangkapan dan penahanan massal secara paksa, kala itu dilakukan oleh pemerintah Tiongkok terhadap masyarakat Uyghur. Masyarakat, media, dan organisasi HAM internasional mengungkapkan kekhawariran mereka terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Tiongkok terhadap etnis Uyghur di Xinjiang, China. Mulai saat itu, masyarakat Internasional memberikan perhatian khusus kepada etnis Uyghur di Xinjiang, China.


Ketegangan hubungan antara Pemerintah Tiongkok dan Etnis Uyghur telah berlangsung selama beberapa dekade, dan memiliki akar permasalahan yang mendalam. Oleh karena itu, untuk memahami ketegangan hubungan antara pemerintah Tiongkok dan Etnis Uyghur tidak dapat dilihat dari faktor perbedaan agama saja, akan tetapi banyak faktor yang turut menjadi akar permasalahan dari hubungan Pemerintah Tiongkok dan Etnis Uyghur. Terlebih, Etnis Uyghur telah tinggal diwilayah Xinjiang selama berabad-abad, yang dimana wilayah ini memiliki sejarah yang panjang terkait bagian dari jalur sutra Tiongkok, yang dikenal sebagai jalur penting untuk perdagangan dan pertukaran budaya antara Timur dan Barat.


Uyghur adalah kelompok etnis Muslim yang berbicara dalam bahasa Turki dan tinggal di wilayah Xinjiang, yang secara historis memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan dan budaya di Asia Tengah. Sejak akhir abad ke-20, ketegangan antara pemerintah Tiongkok dan komunitas Uyghur semakin meningkat. Pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa mereka berusaha untuk memerangi ekstremisme dan separatisme, sementara banyak pihak internasional dan organisasi hak asasi manusia melihat tindakan pemerintah sebagai bentuk penindasan terhadap kebebasan beragama dan hak asasi manusia.

Awal Mula Ketegangan antara Pemerintah Tiongkok dan Etnis Uyghur di Xinjiang


Uyghur adalah kelompok etnis Muslim yang berbicara dalam bahasa Turki dan tinggal di wilayah Xinjiang, yang secara historis memiliki sejarah panjang sebagai pusat perdagangan dan budaya di Asia Tengah. Sejak akhir abad ke-20, ketegangan antara pemerintah Tiongkok dan komunitas Uyghur semakin meningkat. Setelah Xinjiang menjadi bagian dari Republik Tiongkok pada awal abad ke-20, dan setelah kejatuhan Dinasti Qing. Selama periode ini, ketegangan mulai muncul antara pemerintah pusat dan populasi Uyghur yang merasa terpinggirkan. Penamaan "Uyghur" pun merupakan penamaan dari Pemerintah Tiongkok untuk kaum yang menduduki wilayah Xinjiang. Arti dari kata "Uyghur" tersendiri memiliki arti yang buruk yakni sial dan menyesatkan, ketegangan antara Pemerintah Tiongkok dengan etnis Uyghur pun dimulai pada saat ini.

 Ketegangan antara etnis Uyghur dan Tiongkok juga didasarkan pada saat perang dunia kedua, masyarakat Xinjiang termasuk etnis Uyghur ingin melepaskan diri dari Tiongkok dan bergabung dengan Uni Soviet. Akan tetapi, usaha mereka tersebut berhasil digagalkan oleh Pemerintah Tiongkok. Hal ini, menjadi kecurigaan dan ketakutan mendalam pemerintah Tiongkok terhadap upaya separatisme yang dilakukan oleh etnis Uyghur, kecurigaan dan ketakutan tersebut berlangsung hingga saat ini. Sejak saat itu juga, perlakuan pemerintah Tiongkok terhadap Etnis Uyghur dan Han sangat berbeda.


Pemerintah Tiongkok banyak menaruh kecurigaan terhadap etnis Uyghur, mereka dinilai rentan terkena radikalisme. Pemerintah Tiongkok memiliki anggapan bahwa sewaktu-waktu Etnis Uyghur akan kembali menjadi pemberontak dan berupaya untuk memisahkan diri dari Tiongkok. Oleh sebab itu, pemerintah Tiongkok memberikan perlakuan dan pengawasan yang sangat ketat terhadap etnis Uyghur dan Pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebagai salah satu usaha mereka untuk memerangi ekstremisme dan separatisme, sementara banyak pihak internasional dan organisasi hak asasi manusia melihat tindakan pemerintah sebagai bentuk penindasan terhadap kebebasan beragama dan hak asasi manusia.


Terlebih, Xinjiang merupakan salah satu wilayah yang strategis, baik mengenai sumber daya alam nya maupun letak wilayah yang menjadi penghubung perdangangan dan pertukaran budaya dari Timur ke Barat dan sebaliknya. Hal ini, tentunya membuat pemerintah China semakin protektif terkait wilayah Xinjiang. Karena, wilayah ini berkontribusi cukup besar untuk pemerintah Tiongkok.

Kamp Pendidikan Ulang: Dampak Sosial dan Budaya untuk Etnis Uyghur


Pemerintah Tiongkok mendapatkan perhatian dari masyarakat internasional, hal ini disebabkan karena pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait Pendidikan ulang untuk etnis Uyghur. Etnis Uyghur yang dianggap telah terpapar akan nilai-nilai ekstremisme, radikalisme, dan separatisme, ditangkap secara paksa dan ditahan di kamp-kamp yang sudah dibangun oleh pemerintah Tiongkok. Terdapat beberapa kamp-kamp di wilayah Karakax, kamp ini diiisi oleh banyak etnis Uyghur.


Karakax merupakan salah satu kabupaten yang terletak di selatan Xinjiang, terdapat 4 kamp penahanan atau kamp Pendidikan ulang di wilayah kabupaten Karakax tersebut. Pada awal penangkapan dan penahanan Etnis Uyghur oleh Pemerintah Tiongkok pada tahun 2016, terdapat kurang lebih dua juta orang dikirim ke pusat Pendidikan ulang, atau camp re-education di Karakax. 

Menurut data penangkapan dari pemerintah Tiongkok yang sempat bocor, alasan penangkapan tersebut adalah karena mereka melakukan praktek keagamaan dan kebudayaan mereka secara terang-terangan. Hal tersebut memicu kontra dari masyarakat internasional, yang di mana mereka mengaggap bahwa Tiongkok telah melanggar hak asasi manusia (HAM).

Baru-baru ini, banyak mantan tahanan tersebut mulai angkat bicara. Beberapa dari mantan tahanan kamp tersebut ini mengatakan bahwa mereka ditempatkan di satu sel yang sesak, mereka disiksa secara fisik dan mental, mereka dipekerjakan paksa dan bahkan banyak dari mereka yang mati. Mereka dipaksa untuk bias berbahasa mandarin, dan mereka juga diajari mengenai propaganda partai komunis. 

Pemerintah Tiongkok juga menahan mereka yang mengajukan paspor, mereka yang melakukan ziarah ke Makkah seperti pergi Haji dan Umrah, menahan mereka yang pernah berpergian ke negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam, serta Tiongkok juga menahan mereka yang berhubungan dengan keluarga mereka yang ada diluar negeri. Bahkan, mereka yang memiliki anak yang lebih dari tiga anak pun turut menjadi tahanan pemerintah Tiongkok.


Namun, pemerintah Tiongkok menyangkal pernyataan-pernyataan yang menuduh pemerintah Tiongkok melakukan kekerasan atau tindakan represif terhadap masyarakat etnis Uyghur. Pemerintah Tiongkok mengklaim bahwa kamp-kamp yang diberitakan merupakan kamp kejuruan dan Pendidikan ulang. Seluruh penghuni kamp, diajarkan mengenai keterampilan kerja untuk meningkatkan peluang kerja peserta. Lalu, pemerintah Tiongkok juga mengklaim bahwa peserta diajarkan mengenai mengatasi radikalisasi, dan mengenai integrase sosial yang dapat membantu integrasi masyarakat Uyghur ke dalam struktur sosial dan ekonomi Tiongkok yang lebih luas.


Namun, kamp ini memiliki arti yang buruk bagi etnis Uyghur sendiri. Mereka sangat merasakan dampak negatif dari kebijakan kamp ini seperti mereka harus terpisah dari keluarga mereka masing-masing, mereka juga merasakan adanya penurunan identitas budaya dan agama Uyghur, masyarakat Uyghur menganggap hal ini menjadi ancaman mengapuskan praktik dan tradisi yang selama ini mereka lakukan. Selain itu, mereka juga sangat merasakan adanya trauma psikologis diantara mereka, banyak masyarakat Uyghur yang merasa tertekan dengan adanya pengawasan, penangkapan dan penahanan, serta tindakan represif yang dilakukan oleh pemerintah Tiongkok terhadap mereka.


Kamp pendidikan Uyghur di Xinjiang, yang diklaim oleh pemerintah Tiongkok sebagai pusat pelatihan dan pendidikan, sering kali ternyata mirip dengan penjara dalam praktiknya. Karena kamp tersebut memberikan dampak buruk yang luar biasa, baik dampak secara fisik maupun psikis, isu Uyghur ini harus mendapatkan dukungan dan respon dari masyarakat internasional dan upaya advokasi harus terus berlanjut untuk mengatasi krisis ini dan mendukung hak-hak Uyghur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun