Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyemai Harapan di Sarmi; Catatan Perjalanan ke Distrik Bonggo Timur, Kabupaten Sarmi, Papua

7 Juni 2017   11:30 Diperbarui: 7 Juni 2017   14:23 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"...sempat pula kami kehabisan segala sesuatunya. Ibarat kami ini makan hanya nasi dengan garam sudah biasa..."

Ada kebijakan lain dari pemerintah untuk proses asimilasi para pendatang dengan orang lokal. Lokasi penempatan para pendatang (transmigran dari luar Papua) dan transmigran dari lokal (Pulau Papua) dibuat berselang-seling. Saling mengisi. Meski dalam implementasinya proses tersebut tak sepenuhnya berhasil. Para transmigran lokal cukup banyak juga yang tidak mampu bertahan dengan kerasnya daratan tanah kelahirannya.

Rata-rata para transmigran yang bertahan memilih mata pencaharian petani kebun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kacang tanah adalah salah satu komoditas unggulan wilayah ini. Selain itu hasil kebun berupa sayur-sayuran berupa terong, timun, labu siam dan beberapa lainnya yang tahan cuaca panas bisa ditanam di wilayah ini. Di sisi lain para transmigran lokal lebih memilih tanaman tahunan untuk ditanam di kebun, sementara untuk memenuhi kebutuhan harian mereka mencari ikan atau kepiting di laut, atau mencari kerang di dasar sungai.

Gambar 4. Hasil bumi para transmigran di Bonggo Timur (Dokumentasi Penulis, Juni 2017)
Gambar 4. Hasil bumi para transmigran di Bonggo Timur (Dokumentasi Penulis, Juni 2017)
 Apapun yang terjadi dan tengah berlangsung di Sarmi, interaksi sosial antara para pendatang dan penduduk lokal mampu mewujudkan local wisdom tersendiri. Dengan keterbatasan akses pelayanan kesehatan dan akses informasi yang minim mereka tetap bisa bertahan, dan terbukti memiliki status gizi balita yang bahkan jauh lebih baik daripada saudara-saudaranya di republik ini. @dl

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun