Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyemai Harapan di Sarmi; Catatan Perjalanan ke Distrik Bonggo Timur, Kabupaten Sarmi, Papua

7 Juni 2017   11:30 Diperbarui: 7 Juni 2017   14:23 1785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Jalur menuju Kabupaten Sarmi (Hasil Olahan Penulis, Juni 2017)

Sentani, 1-2 Juni 2017

Perjalanan kali ini termasuk perjalanan yang lumayan pendek untuk sebuah perjalanan yang biasa saya lakukan di Papua. Distrik Bonggo Timur di Kabupaten Sarmi, demikian wilayah yang akan menjadi tujuan kali ini. Berada di pesisir Utara Papua, Distrik Bonggo Timur kami tempuh dengan perjalanan darat menyusuri jalur Utara selama sekitar empat jam dari Jayapura.


Menyusuri jalur ini memang lebih terasa mudah dibanding jalur darat menuju Pegunungan Tengah dari Wamena. Jalanan lebih terlihat mulus sepanjang hampir 200 km. Hanya saja Avanza yang kami tumpangi tidak bisa berlari kencang terlalu lama, karena kemulusan jalur ini terganggu setidaknya oleh hampir lima puluhan jembatan yang hampir semuanya tidak 'mulus'. Rata-rata jembatan kayu yang harus dilalui dengan pelan. Itu pun dapat dipastikan jembatan tersebut disertai dengan jalan yang rusak di sebelum dan sesudahnya.

Menyusuri jalur Utara daratan Papua baru kali ini saya lakukan. Saya sebelumnya lebih terbiasa menjelajah Papua di wilayah Pegunungan Tengah dan wilayah perbatasan dengan Papua Nugini. Perjalanan kali ini saya berkesempatan mendampingi peneliti senior ibu Turniani Laksmiarti untuk supervisi Riset Responsiveness (Ketanggapan) Sistem Pelayanan Kesehatan.

Gambar 2. Akses jalan menuju Bonggo Timur, Kabupaten Sarmi, Papua (Dokumentasi Penulis, Juni 2017)
Gambar 2. Akses jalan menuju Bonggo Timur, Kabupaten Sarmi, Papua (Dokumentasi Penulis, Juni 2017)
Gambar 2Empat jam adalah waktu yang singkat menuju Distrik Bonggo Timur. Salah satu distrik di Sarmi ini masih setengah perjalanan menuju ibukota Sarmi. "Wah... kalau ke Sarmi bisa dua belas jam-an pak!" jelas Joses, driver yang kami sewa. "Alhamdulillaah... cuman sampai di sini...," batin saya penuh syukur.

Sepanjang perjalanan terlihat hamparan hijau di kiri dan kanan. Tanah-tanah kosong penuh belukar dan pohon sagu mewarnai perjalanan di jalur ini. Selebihnya mendekati wilayah Sarmi udara terasa panas, jauh lebih panas dibanding kota asal saya di Surabaya. Saya perkirakan sekitar 380 celcius. Cukup menyengat.

Catatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Kabupaten Sarmi

Kabupaten Sarmi dalam catatan saya memiliki peringkat 345 dari 497 kabupaten/kota dalam Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) secara nasional yang dilansir berdasar data tahun 2013. Pada posisi tersebut Kabupaten Sarmi menempati ranking 6 dari 29 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua. Secara nasional peringkat ini merosot tajam dibanding dengan indeks pemeringkatan yang sama pada tahun 2007 yang menempatkan Kabupaten Sarmi pada peringkat 198 dari 440 kabupaten/kota yang ada di Indonesia pada tahun tersebut. Indeks pemeringkatan IPKM ini setidaknya telah dipakai oleh Bappenas sebagai salah satu indikator penentuan besaran anggaran untuk daerah dari pemerintah pusat.

Meski menurut saya tidak ada kondisi ekstrem di Kabupaten Sarmi bila kita bandingkan dengan wilayah lain di Papua, tetapi secara umum memang Kabupaten Sarmi kalah cepat pembangunan kesehatannya dibanding wilayah lain di Indonesia, terutama tentang ketersediaan pelayanan bagi masyarakat.

Proporsi kecamatan dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk misalnya, Kabupaten Sarmi hanya memiliki proporsi 0,714, jauh di bawah proporsi Provinsi Papua yang memiliki angka 2,05, dan angka nasional dengan proporsi 1,45. Angka proporsi ini merupakan perbandingan angka pada tahun 2013, dengan proporsi kecamatan dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk dihitung berdasar standar kecukupan jika dalam 1 kecamatan memiliki minimal 1 dokter per 2.500 penduduk (Kemenkes, 2010).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun