Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Manokwari, Sorong, Teminabuan dan Distrik Saifi

27 Oktober 2016   09:18 Diperbarui: 27 Oktober 2016   09:27 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3. Sunset dilihat dari Tembok Berlin, Kota Sorong; Sumber: Dokumentasi Peneliti

Teminabuan, 24 Oktober 2016

Perjalanan kali ini disponsori oleh Kementerian Kesehatan via Pusat Perencanaan dan Penggunaan Tenaga Kesehatan (Pusrengun). Saya ditugaskan untuk menjadi pendamping adik-adik yang tergabung sebagai tim Nusantara Sehat Batch 4 dengan penempatan Puskesmas Saifi di Kabupaten Sorong Selatan.

Pada Batch 4 kali ini, Kabupaten Sorong Selatan mendapatkan dua tim, dengan penempatan selain Puskesmas Saifi, satu lagi di Puskesmas Seremuk. Total ada sekitar tujuh tim yang ditempatkan di Provinsi Papua Barat dengan penempatan di tiga kabupaten. Selain Sorong Selatan, dua kabupaten lain adalah Tambrauw dan Raja Ampat.

Tim Nusantara Sehat penempatan Puskesmas Saifi ini terdiri dari enam orang tenaga kesehatan dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Pendekatan team work memang menjadi ciri khas program Nusantara Sehat untuk menggantikan program PTT (Pegawai Tidak Tetap) yang telah ada sebelumnya, dengan pendekatan per tenaga.

Menuju Kota Manokwari

Perjalanan kami harus dimulai dengan menyesuaikan dengan alur birokrasi setempat. Tujuan utama kami adalah Puskesmas Saifi di Kabupaten Sorong Selatan, tetapi kami harus menuju Kota Manokwari terlebih dahulu, meski untuk mencapai Kota Manokwari kami harus transit di Kota Sorong terlebih dahulu. Sebagai informasi, Kota Manokwari adalah ibukota Provinsi Papua Barat, dimana Dinas Kesehatan Provinsi berada.

Gambar 1. ‘Terlantar’ di Bandara Domine Eduard Osok, Sorong; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 1. ‘Terlantar’ di Bandara Domine Eduard Osok, Sorong; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Tidak ada yang istimewa dalam perjalanan udara untuk mencapai Kota Manokwari, selain perjalanan yang lama, serta delayempat jam yang melelahkan karena kondisi cuaca Bandara Rendani di Manokwari yang cukup ekstrem dengan hujan lebatnya. Sisanya, adalah kebersamaan yang cukup menyenangkan bersama tim yang berasal dari berbagai penjuru republik ini.

Tawaran lanskap Manokwari dari kompleks perkantoran Gubernur yang menampilkan view laut cukup menghibur. Setidaknya memuaskan pandangan mata para pecinta fotografi lanskap.

Gambar 2. Lanscape view dari Komplek Perkantoran Gubernur Provinsi Papua Barat; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 2. Lanscape view dari Komplek Perkantoran Gubernur Provinsi Papua Barat; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Di Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, tim kembali mendapat pembekalan materi-materi muatan lokal. Sebelumnya mereka sudah dibekali dengan berbagai program kesehatan di Pusdikkes TNI AD selama empat puluh hari. Program yang menjadi andalan dan khas Papua Barat adalah “Kebas Malaria” (Keluarga Bebas Malaria), yang dimotori oleh dr. Victor selaku Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan.

Menuju Kota Sorong

Setelah proses pembekalan perjalanan dilanjutkan sesuai dengan tujuan akhir masing-masing tim. Enam tim melanjutkan dengan jalur udara ke Kota Sorong, sedang satu tim lain dengan jalur darat ke wilayah Kabupaten Tambrauw di Distrik Miyah, yang memang lebih dekat bila ditempuh dari Kota Manokwari.

Dari Kota Sorong, tim berpencar dengan jalur masing-masing. Tiga tim dengan penempatan Kabupaten Raja Ampat menggunakan jalur laut menuju Waisai, ibo kota Kabupaten Raja Ampat. Satu tim dengan jalur darat menuju Sausapor, ibu kota sementara Kabupaten Tambrauw, sementara ibu kota aslinya sedang dalam pembangunan infrastruktur. Dua tim terakhir dengan tujuan Kabupaten Sorong Selatan juga menggunakan jalur darat.

Tak kalah dengan Manokwari, kawasan pantai Kota Sorong juga menawarkan landscape view yang menarik. Bila Manokwari menawarkan view sunrise, maka Kota Sorong menawarkan view sunset.

Gambar 3. Sunset dilihat dari Tembok Berlin, Kota Sorong; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 3. Sunset dilihat dari Tembok Berlin, Kota Sorong; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Menuju Kota Teminabuan

Perjalanan menuju Teminabuan, ibukota Kabupaten Sorong Selatan, tidaklah menggambarkan imej ‘Papua’ yang terbelakang. Perjalanan 3-4 jam dengan jalan aspal dan beton yang terkelupas sana-sini relatif mudah digilas fortuner sewaan. Beriring-iringan empat Fortuner terasa gagah melaju di tengah-tengah hutan menuju Teminabuan.

Di Kabupaten Sorong Selatan rombongan tim Nusantara Sehat diterima dengan baik oleh bapak Bupati. Kami berdiskusi banyak hal, setelah sebelumnya sempat ikut apel bersama seluruh PNS kabupaten.

Gambar 4. Apel Pagi bersama Bupati dan PNS Kabupaten Sorong Selatan; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4. Apel Pagi bersama Bupati dan PNS Kabupaten Sorong Selatan; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Menuju Distrik Saifi

Selesai urusan dengan kabupaten dan dinas kesehatan, saatnya kami mempersiapkan diri untuk menuju Distrik Saifi. Kami sewa mobil double gardan, karena Fortuner yang kami sewa sebelumnya tidak berani menempuh jalur seksi menuju Distrik Saifi.

Gambar 5. Dilepas Kadinkes untuk menuju Distrik Saifi; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 5. Dilepas Kadinkes untuk menuju Distrik Saifi; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Perjalanan menuju Distrik Saifi aman-aman saja pada awalnya, jalanan bergelombang bukan hal istimewa di Tana Papua. Tapi tentu saja tidak berlangsung lama. Bila tidak, kenapa mobil sekelas Fortuner menolak jalur seksi ini?

Jalur lumpur pertama, kedua, ketiga… dapat dilibas dengan mudah oleh Triton yang kami tumpangi. Daeng Idris terlihat lincah menguasi medan. Tentu saja dengan kondisi penumpang yang teraduk-aduk dengan jerit bersahutan.

Sampai tiba saatnya pada satu titik jalan berlumpur yang cukup panjang, mobil tak lagi mampu melawan. Sementara tak jauh di depan terlihat ambulance 4WD milik Puskesmas Saifi juga tertanam dengan sukses.

Banyak upaya ditempuh untuk mencoba mengeluarkan mobil dari lumpur. Mengganjal di depan ban mobil dengan batu, mendorong, menarik, semua tidak membuahkan hasil, roda berputar tanpa membuat mobil beranjak, sampai mengeluarkan bau asap ban yang terbakar. Upaya saling menarik antar mobil juga tidak bisa dilakukan, bagaimana tidak? Keduanya sama-sama tidak bergerak, tertanam dalam lumpur.

Drama mobil tertanam semakin tragis saat mendung datang dengan cepat. Tuhan, bila hujan turun, tidak saja kami basah kuyup di tengah-tengah antah berantah, tetapi mobil akan semakin tertanam. Segala rapalan doa terkembang. Ilmu pawang hujan terpaksa dikeluarkan.

Setidaknya dua jam kami berusaha seperti dalam kesia-siaan, tapi minimal hujan tidak jadi turun, berganti dengan terik matahari yang menyengat, yang membekaskan luka bakar di sekujur wajah dan leher. Cindera mata dari Saifi.

Gambar 6. Tertanam di Jalur Lumpur Menuju Distrik Saifi; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 6. Tertanam di Jalur Lumpur Menuju Distrik Saifi; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Dua jam terlewat, muncul sebuah harapan, saat datang mobil lain menuju arah kami. Semangat kembali tergali, berusaha kembali. Sampai saat harapan kembali pupus. Mobil ke-tiga tertanam kembali bersama kami. Tapi setidaknya bertambah lagi teman perjalanan mengasyikkan ini.

Setengah jam berselang, dua mobil datang dari arah yang berbeda. Tidak mau mengulang pengalaman mobil sebelumnya yang turut tertanam, kedua mobil ini bertahan di tempat yang lebih kering, mencoba menarik dengan tali tambang yang lumayan panjang.

Setelah berkutat satu jam lebih, dengan saling tolong dan tarik, akhirnya lima mobil bisa keluar dari kubangan lumpur itu, meski tali tambang besar yang dipakai menarik itu pada akhirnya juga terputus.

Meski masih banyak jalur lumpur lain, sisa perjalanan menuju Distrik Saifi terasa lebih ringan, karena jalur lumpur tak lagi membuat kami takut, kami telah melewati bagian terdalam. Anak-anak tim Nusantara Sehat ini tetap bersemangat, selalu terlihat bersemangat. Sepanjang perjalanan mereka berfoto, selfi, bernyanyi-nyanyi membangkitkan semnagt, dan merekam seluruh kejadian ini dengan tertawa-tawa. Baju tak lagi sesuai warna asli, berganti motif polkadot lumpur. Rambut pun bersemu merah dengan titik-titik lumpur yang menjadi rata bersama keringat.

Gambar 7. Mobil Triton yang berubah warna, dan Tim Nusantara Sehat yang Tetap Semangat; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 7. Mobil Triton yang berubah warna, dan Tim Nusantara Sehat yang Tetap Semangat; Sumber: Dokumentasi Peneliti
Sampai di rumah dinas calon tempat tinggal tim Nusantara Sehat semua sampai dengan selamat tanpa luka sedikitpun. Korban hanya berupa bemper depan terlepas, besi pelindung bagian belakang patah, dan pengait serta rantai pengikat ban serep yang putus. Alhamdulillaah.

Masalah Kesehatan di Sorong Selatan

Secara umum Kabupaten Sorong Selatan menempati ranking 450 dari 497 kabupaten/kota di Indonesia. Perankingan ini berdasarkan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat ke-dua yang dilakukan berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013 yang dimotori Badan Litbangkes, dan data Survei Podes (Potensi Desa) dan Susenas (Survei Sosial ekonomi) tahun 2013 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik.

Apabila kita lakukan perankingan pada level Provinsi Papua Barat, maka Kabupaten Sorong Selatan berada pada ranking 10 dari 11 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua Barat. Ranking Kabupaten Sorong Selatan ini satu tingkat lebih tinggi dari ranking terbawah, Kabupaten Tambrauw yang menempati ranking 11 dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat.

Indikator kesehatan di Kabupaten Sorong Selatan secara keseluruhan menunjukkan kondisi yang kurang memuaskan. Kita ambil satu contoh tentang status gizi balita. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek (stuting) mencapai angka 60,70%. Angka cakupan balita stunting di Kabupaten Sorong Selatan ini jauh lebih tinggi dibanding angka nasional yang berada pada angka 37,2%, serta angka Provinsi Papua Barat yang berada pada kisaran 44,7%.

Secara umum prevalensi balita stunting ini meningkat tipis dibanding enam tahun sebelumnya. Data Riskesdas 2007 Kabupaten Sorong Selatan memiliki cakupan balita stuntingsebesar 60,58%.

Tidak berbeda dengan prevalensi balita stunting, balita dengan status gizi buruk dan kurang di Kabupaten Sorong Selatan juga cenderung memiliki cakupan cukup tinggi, sebesar 47,63%. Prevalensi balita gizi buruk dan kurang ini jauh lebih tinggi dibanding angka cakupan nasional yang berada pada kisaran 19,6%, serta angka cakupan balita gizi buruk dan kurang di tingkat Provinsi Papua Barat yang mencapai angka 30,9%.

Cakupan balita gizi buruk dan kurang di Kabupaten Sorong Selatan pada tahun 2013 meningkat tajam dibanding dengan enam tahun sebelumnya. Hasil survei Riskesdas pada tahun 2007 mencatat angka prevalensi sebesar 35,20%, artinya ada peningkatan kasus gizi buruk dan kurang sebesar 12,43% selama enam tahun.

Potensi Kebangkitan Distrik Saifi

Potensi Tana Papua untuk bangkit cukup besar, tak terkecuali di Distrik Saifi. Tanahnya cukup subur, sayuran dan tanaman pangan bisa ditanam dengan mudah. Sementara di sisi lain, kondisi geografis Distrik Saifi yang berbatasan dengan laut menawarkan potensi lain.

Bila kondisi Distrik Saifi diasumsikan sama dengan kondisi Sorong Selatan, maka agak mengherankan ketika prevalensi stunting demikian tinggi. Potensi Protein hewani dari laut sangat bagus. Kerang, lobster, cumi dan ikan laut tersedia demikian melimpah. Sudah seharusnya potensi ketersediaan lahan dan pangan ini bisa dijadikan modal bagi tim Nusantara Sehat untuk memulai kebangkitan status gizi balita di Distrik Saifi.

Potensi lain? Aparat setempat di level kampong dan distrik sangat bersahabat, mereka menyambut dengan antusias kedatangan tim Nusantara Sehat. Kader-kader kesehatan juga sangat ramah, mereka turut menyiapkan tempat tinggal bagi tim Nusantara Sehat yang akan menetap selama setidaknya dua tahun.

Tentu saja bidang kesehatan tidak bisa berdiri sendiri. Perlu banyak kerja sama dan saling pengertian dengan bidang lain. Akses jalan yang buruk bukanlah tanggung jawab bidang kesehatan, meski pada akhirnya merupakan determinan utama akses masyarakat pada pelayanan kesehatan. Jangan bicara akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, kalau akses jalan fisik belum bisa diselesaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun