Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Pengisi Kekosongan di Manggarai Timur

11 Juni 2016   09:24 Diperbarui: 11 Juni 2016   10:31 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4. Proses Pengobatan di Dukun Patah Tulang. Sumber: Dokumentasi Peneliti (Zulfadhli Nst)

Tidak tersedianya pelayanan kesehatan untuk menangani kejadian patah tulang di Puskesmas membuat dokter merujuk ke rumah sakit daerah di Ruteng (rumah sakit daerah milik Pemda Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur sendiri belum memiliki rumah sakit daerah). Meski menurut keterangan dokter Puskesmas Mano, di Rumah Sakit Daerah Ruteng pun tidak memiliki dokter spesialis orthopedi yang bisa menangani kejadian patah tulang ini. Jadi memang ada kekosongan pelayanan publik yang disediakan pemerintah untuk kejadian patah tulang di wilayah ini.

“…untuk kalau patah tulang memang orang-orang pada berobat ke pak tua (pengobat tradisional)… itu om Fikus ituu…,” ulang Kepala Puskesmas Mano tentang bagaimana masyarakat di wilayah ini mendapatkan pertolongan untuk penyakit akibat kecelakaan ini. Di wilayah ini, menurut keterangan peneliti yang live in, hampir di setiap desa ada pengobat tradisional yang mempunyai kemampuan untuk menyembuhkan patah tulang. Para pengobat inilah yang mengisi kekosongan pelayanan kesehatan pengobatan patah tulang yang belum tersedia.

Gambar 4. Proses Pengobatan di Dukun Patah Tulang. Sumber: Dokumentasi Peneliti (Zulfadhli Nst)
Gambar 4. Proses Pengobatan di Dukun Patah Tulang. Sumber: Dokumentasi Peneliti (Zulfadhli Nst)
Tidak ada tarif khusus untuk mendapatkan pelayanan dari para pengobat patah tulang ini, atau bahkan gratis sama sekali. “Saya tidak tarik sepeserpun bayaran. Saya ikhlas seratus persen…,” terang om Fikus, panggilan akrab pengobat tradisional di Desa Mano yang sempat kami temui. Lebih lanjut om Fikus mengatakan, “Orang datang minta tolong harus ditolong. Orang haus harus dikasih minum… orang lapar harus dikasih makan… orang datang minta tolong harus kita tolong. Itu kewajiban kita…”.

Cara pengobatan yang dilakukan oleh pengobat tradisional patah tulang ini terlihat cukup sederhana. Ada dua jenis tahapan yang biasa dilakukan, yang pertama adalah kunyahan halia (jahe), kopra (kelapa kering), daun campa, daun tadak, dan daun angos yang disemburkan pada bagian yang patah. 

Selanjutnya ampas kunyahan tersebut dibalurkan ke bagian yang sakit dibebat dengan kain kasa atau kain biasa. Selain itu pasien juga diberi minum air putih yang sudah didoakan. “Itu saja ramuannya untuk patah tulang. Tapi macam bapak-ibu bisa kasih seperti bahan-bahan itu pada patah tulang, tapi tidak akan berhasil… karena ada doa yang tidak saya berikan…,” dalih om Fikus.

Meski pelayanan kesehatan untuk pengobatan patah tulang dirasakan minim di wilayah ini, tetapi tidak serta merta menutup upaya petugas kesehatan untuk tetap berusaha. “Kalau ada yang patah tulang terbuka, yaa kami rawat dulu sampai lukanya sembuh dulu… baru kalau sudah sembuh mau ke dukun patah tulang itu ya silahkan saja. Tapi kami tetap merujuknya ke rumah sakit…”

Konfirmasi tentang keberadaan para pengobat tradisional patah tulang sempat kami lakukan pada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur, dr. Philipus Mantur, yang menyatakan, “Masyarakat di sini memang begitu. Mereka memilih ke dukun patah tulang bila harus membayar sendiri… misalnya kalau jatuh dari pohon. Tapi mereka sebenarnya mau operasi bila ada yang membayar. Misalnya kecelakaan… trus yang menabrak mau membiayai untuk operasi… dioperasi di Bali atau Jakarta…”.

Sementara berbicara tentang kosongnya pelayanan kesehatan di wilayah Manggarai Timur, Dinas Kesehatan setempat menyatakan bahwa sudah direncanakan untuk membangun sebuah rumah sakit daerah di wilayah Kecamatan Borong. Rencana pembangunan rumah sakit ini juga disertai dengan rencana pembangunan akses jalan dari tiga penjuru menuju arah rumah sakit. 

Menurut Bidang Pelayanan Kesehatan, pembangunan kemungkinan akan memakan waktu tiga tahun, karena minimnya anggaran yang dimiliki pemerintah daerah untuk membangun dalam satu kali atau satu tahun anggaran.

Gambar 5. Berpose bersama Kadinkes dan Jajarannya sebelum Beranjak Pulang. Sumber: Dokumentasi Penulis
Gambar 5. Berpose bersama Kadinkes dan Jajarannya sebelum Beranjak Pulang. Sumber: Dokumentasi Penulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun