...kita terlahir berbeda, jangan paksakan menjadi sama. untuk itulah kita diperintahkan untuk saling mengenal...
Hari Minggu kemaren, saat saya menjalankan prosesi rutin liburan akhir pekan… browsing mall! hihihi…
saya menemukan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang istimewa yang laen dari biasanya… setidaknya menurut saya! Betapa tidak, di mall yang megah dan sarat dengan pengunjung, terselip satu populasi orang2 penggemar lagu mandarin yang membentuk komunitas sendiri.
Bertempat di salah satu pojokan food court lantai 3 ITC Surabaya, mereka berkumpul, karaoke, bernyanyi bergantian… sebagian lagi tanpa malu2 turun melantai… berdansa di depan, ditengah2 komunitas mereka.Â
Jangan membayangkan macam acara megah yang biasa tayang di teve! mereka hadir dengan peralatan seadanya… teve 21 inchi, michrophone, sound system sederhana, dan… kursi plastik!
Meski didominasi warga keturunan, jangan membayangkan penampilan mereka yang serba wah dan kinclong! Sandal jepit justru mendominasi alas kaki mereka, meski juga tak menampik ada yang berdandan bak peragawati di atas catwalk.
Dan hebatnya… mereka juga turun melantai dengan wajah sumringah, meski juga kadang gerakannya kaku karena usia... tapi jadi lebih asik, karena lebih mirip break dance! Hehehe…
Apapun itu… saya jelas2 cemburu berad dengan keberadaan mereka!
Bukan karena mereka warga keturunan, juga bukan karena mereka bukan pribumi!Â
tapi saya cemburu lebih karena ‘campursari’, jenis musik jawa kelangenan saya, tidak bisa unjuk gigi seperti jenis musik komunitas mereka.
Tampil di mall dengan gamelan lengkap, ato setidaknya vcd player karaoke macam mereka…Â
ahh.. cuman bisa ngayal to!
***
Tapi…Â
sebagai seorang muslim pada akhirnya saya jadi lebih bisa memahami keberagaman manusia sebagai sebuahsunatullah! Pernah denger nggak… ‘sesungguhnya manusia diciptakan dalam bermacam suku yang berbeda, supaya kalian saling mengenal’!
Pada akhirnya saya bisa memahami sebuah keberagaman,Â
saya lebih memahami prinsip yang diterapkan mbah dur (KH. Abdurrahman Wahid), yang selalu 'ada' dimanapun kaum minoritas berada,Â
saya jauh lebih bisa tolerans dalam kehidupan dunia,Â
saya jadi lebih ingin mengenal budaya mereka,Â
dan pada akhirnya juga…Â
saya lebih bisa menikmati alunan suara merdu Teresa Teng…
Ni wen wo ai ni you duo shen
Wo ai ni you ji fen
Wo de qing ye zhen
Wo de ai ye zhen
Yue liang dai biao wo de xin
Wo de qing bu yi
Wo de ai bu bian
Yue liang dai biao wo de xin
qing qing de yi ge wen
Yi jin da dong wo de xin
Shen shen de yi duan qing
Jiao wo si nian dao ru jin
ni qu xiang yi xiang
Ni qu kan yi kan
Yue liang dai biao wo de xin
(‘Yue Liang Dai Biao Wo De Xin/The Moon Represents My Heart’ by Teresa Teng)
*takzim saya pada Gus Dur yang mengajarkan untuk lebih humanis, untuk menghargai keberagaman, untuk menjadi rahmatan lil alamin...
*juga salam takzim untuk SNADA yang memasukkan syair bahasa mandarin dalam 'neo sholawat'nya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H