Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Perjalanan Benjina; Sisi Lain Kepulauan Aru

3 Juni 2016   13:30 Diperbarui: 3 Juni 2016   13:34 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jajaran Perahu Berlabuh di Benjina; dokumentasi peneliti

Yaaah... bisa dibilang seluruh mbak-mbak itu berasal dari Pulau Jawa. Kata-kata mereka begitu halus saat kita pun menyapanya dengan sopan.

“Nyuwun sewu mbaak, permisi numpang lewaaat...”

“Oooo... tiyang Jawi tooo? Monggo maaas...”

Sekilas percakapan saat melintas dari dermaga di sebelah rumah tinggal mereka. Dari jendela terlihat poster ‘walisongo’ terpampang di sudut kamar mbak-mbak itu. Isyarat apa lagi yang saya bisa maknai selain kerinduan mereka untuk kembali dalam kehidupan normal?

Saat ini menurut rekan pejabat dari Dinas Kesehatan sudah terdeteksi 6 orang mbak-mbak di wilayah itu yang mengidap HIV/AIDS. Pemeriksaan rutin setiap tiga bulan sekali dilakukan oleh petugas P2 (Pemberantasan Penyakit) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Aru, yang menurut cerita beberapa rekan mereka melakukan pemeriksaan sekaligus pemakai gratis mbak-mbak itu. Saya berusaha untuk tidak kaget dan memasang ekspresi datar saja mendengarnya. Terdiam. Membatu.

***

Gadis Kecil Desa Namara; Dokumentasi Peneliti
Gadis Kecil Desa Namara; Dokumentasi Peneliti
Sebuah kunjungan singkat yang memunculkan banyak pertanyaan besar di kepala!

Bagaimana seharusnya mengantisipasi culture shock sebagai dampak dari industrialisai? Bagaimana berpikir tentang pemerataan pelayanan kesehatan (equity), bila pelayanan saja tidak tersedia? Bagaimana berkoar tentang jaminan kesehatan semesta (universal coverage), bila lagi-lagi pelayanan kesehatan dasar saja tidak ada wujudnya? Tentu saja penyerapan dana hanya akan terserap di wilayah-wilayah yang pelayanan kesehatannya sudah tersedia, dan pada akhirnya akan lebih memperparah ketidakadilan yang sudah subur.

Saya salah satu pendukung gagasan universal coverage, jaminan kesehatan untuk semua orang, tapi...

“saat ini beta su pi dari tanah Aru, tapi kenangan seng hilang dari ingatan. Suatu saat beta akan datang lai... akan datang lai...“

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun