Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kepulauan Aru; Hadirkah 'Kesehatan' di Sana?

22 Mei 2016   09:28 Diperbarui: 22 Mei 2016   10:33 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perkampungan Nelayan di Dobo, Ibukota Kabupaten Kepulauan Aru; Sumber: Dokumentasi Peneliti

PELAYANAN JAMPERSAL

Berbeda dengan laporan capaian cakupan pelayanan kesehatan ibu, laporan cakupan pelayanan penggunaan Jampersal menunjukkan angka yang sangat rendah.

Sejatinya, pelayanan Jaminan Persalinan (Jampersal) mulai masuk dan ada klaim untuk jasa pelayanan di Kabupaten Kepulauan Aru pada bulan Agustus 2011. Tetapi pencapaian pelayanannya relatif sangat sedikit dan tidak menunjukkan pola kecenderungan seperti daerah ‘normal’ lainnya. Entah dikarenakan sosialisasi yang kurang intensif, atau karena kondisi geografis kepulauan yang sangat ekstrim, atau karena ketersediaan tenaga bidan yang minim, atau bahkan kolaborasi dari kesemua faktor tersebut.

Data yang tersaji dalam grafik berikut memberi gambaran pelayanan kesehatan ibu melalui Jampersal pada tahun 2011. Grafik tersebut merupakan hasil rekapitulasi penulis atas klaim bulanan yang tercatat di pengelola Jampersal Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Aru pada tahun 2011.

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Aru
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Aru
Pola yang ditunjukkan antara jumlah cakupan K-1, K-4, persalinan, KF-1, KF-2,dan KF-3 naik turun menunjukkan tidak adanya ‘continum of care’ pada pelayanan kesehatan ibu dan anak. Setiap pelayanan seakan berdiri sendiri-sendiri, tidak ada kesinambungan. Hal ini diakui oleh bidan, yang menurut mereka juga karena memang klaim Jampersal bukan sebagai paket utuh, tetapi parsial per pelayanan.

Lalu bagaimana dengan klaim untuk transport rujukan?

Nol besar! Bukan karena tenaga bidan di desa-desa kepulauan tersebut terlalu pintar, tapi lebih dikarenakan ekstrimnya transportasi yang harus ditempuh bila merujuk, yang bisa-bisa lebih memperparah kondisi si ibu.

Akhirnya... tak sampai hati juga rasanya menunjukkan apa yang ‘seharusnya‘, dan menuntut mereka melakukannya.

Butuh lebih dari sekedar rasa prihatin untuk membuat pelayanan kesehatan menjadi ‘ADA’!

-ADL-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun