Dalam sebuah diskusi di Kecamatan Tomia yang melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, kader kesehatan dan bahkan dukun bayi kami juga menemukan beberapa kondisi yang menjadi realitas yang ketersediaan sarana dan fasilitas kesehatan yang harus dibenahi.
“Saya rasa pemberian layanan di sini sudah cukup bagus pak, tapi perlu ditingkatkan lagi, terutama untuk transfusi darah. Karena bila ada kasus harus dirujuk ke Baubau...” usul salah satu Kelapa Lingkungan kepada kami.
Memang di Kabupaten Wakatobi belum tersedia fasilitas pelayanan tranfusi darah. Palang Merah Indonesia (PMI) sebenarnya sudah berdiri di kabupaten ini, tetapi belum memiliki Unit Transfusi Darah. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Wakatobi yang berada di Wanci pun, sebagai satu-satunya Rumah Sakit di wilayah ini tidak memiliki, bahkan untuk sekedar bank darah. Menurut pengakuan Dinas Kesehatan sebenarnya sudah tersedia tenaga untuk pelayanan transfusi darah, tetapi sarananya yang masih belum tersedia.
Sebagai gambaran, jarak antara Pulau Tomia ke Baubau mencapai 11 jam perjalanan dengan kapal reguler bertarif Rp. 130.000,-, itupun hanya beroperasi sekali sehari. Jadi ibu hamil yang mau bersalin harus bersabar dengan jadwal yang ada serta perjalanan yang lama. Carter atau sewa kapal sepertinya menjadi hal yang mustahil bagi penduduk wilayah ini, karena harga sewanya mencapai kisaran di atas Rp. 10.000.000,- per kali sewa. Jadi, bukan cerita baru bila ibu hamil dengan faktor penyulit yang dirujuk ke Baubau harus pass away sebelum sampai ke tempat rujukan.
Jarak Pulau Tomia ke Wanci di Pulau Wangi-wangi sebenarnya lebih pendek. Dalam perjalanan yang kami arungi dengan kapal cepat bisa mencapai tiga sampai tiga setengah jam perjalanan. Hanya saja memang ketersediaan sarana pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Wakatobi tidak selengkap di Baubau. Meski juga sebenarnya sudah tersedia dokter obgyn di RSUD Kabupaten Wakatobi yang dikontrak selama enam bulan.
Saat kedatangan kami pada hari Rabo (10 Oktober 2012) untuk wawancara dengan dokter obgyn di Wanci, beliau menyatakan sedang di Kota Baubau karena ada keluarganya yang sakit. Kami kejar untuk bisa wawancara di Kota Baubau, beliau mengatakan akan berangkat ke Kota Makassar. Kami kejar kembali untuk dapat wawancara di Makassar, beliau menyatakan akan ke Jakarta untuk membeli obat-obatan. Akhirnya kami dapatkan janji beliau untuk wawancara di Jakarta hari Senin ini (15 Oktober 2012). Semoga wawancara tersebut benar-benar bisa berlangsung.
Sebelum kelupaan, di wilayah Pulau Tomia ini, yang meskipun kepulauan, belum tersedia Puskel Laut (Puskesmas Keliling) atau Puskes Terapung. Semoga Dirjen BUK (Bina Upaya Kesehatan) membaca tulisan ini. Meski sebenarnya sudah ada bantuan dari BUK sebuah Puskel laut untuk Kabupaten Wakatobi yang saat ini ditempatkan di wilayah Pulau Binongko, pulau terjauh. Tapi melihat kondisi dan wilayah yang harus dijangkau, minimal wilayah Wakatobi memerlukan dua lagi Puskes laut untuk Pulau Tomia dan Pulau Kaledupa.
PERKAMPUNGAN SUKU BAJO
Di Kabupaten Wakatobi bisa dikatakan didominasi oleh Suku Buton. Hal ini bisa dimaklumi, karena memang wilayah ini merupakan salah satu wilayah kekuasaan Kesultanan Buton. Sedang suku lain yang cukup mewarnai kabupaten ini adalah Suku Bajo, yang memiliki ciri khas selalu menempati wiayah pesisir, dengan membuat bangunan di atas laut.
Ke’khas’an Suku Bajo ini dalam pengamatan kami bisa menjadi hambatan tersendiri bagi Kabupaten Wakatobi bila ingin terlepas sebagai Daerah Bermasalah Kesehatan, atau sebut saja sebagai tantangan tersendiri bila kita ingin berpandangan optimis!