“Laporkan saja! Ayo bawa sini suamimu! Enak saja gak mau bayar denda! Itu lapor sekalian ke Koramil atau Polsek, saya tidak takut!” balas si lelaki. Sampai seperempat jam kemudian lelaki Muyu itu tetap saja berteriak-teriak tak jelas.
Lelaki itu berangsur agak tenang setelah ada seorang anggota Koramil 1711-02 Distrik Mindiptana yang datang menenangkannya.
Kejadian itu tak cukup berhenti sampai di situ, sorenya suami si perempuan Muyu datang sambil membawa parang. Cekcok dan adu mulut tak terelakkan. Untung saja tidak sampai ada kejadian berdarah. Kesepakatan soal pembayaran denda bisa diselesaikan secara adat.
***
Lelaki Muyu berbadan gempal dengan penampilan rambut gimbal semacam Bob Marley (penyanyi reggae asal Jamaika) itu adalah Lukas Kindom (38 tahun). Sedang si perempuan Muyu itu sebenarnya adalah keponakan sendiri, anak dari adik ibu Lukas yang tinggal di Kampung Kamka.
Kejadian berawal pada tanggal 24 Desember 2013 lalu, saat si keponakan bersalin di ruang tamu rumah Lukas Kindom. Sebenarnya perempuan Muyu itu hendak bersalin di Puskesmas, tetapi karena masih pembukaan dua, masih perlu waktu cukup lama untuk sampai pada pembukaan penuh, maka dia memilih istirahat dahulu di rumah Lukas yang tidak lain adalah Om-nya. Rumah Lukas Kindom yang terletak di dekat Puskesmas memang lebih masuk akal dipakai sebagai tempat istirahat daripada dia pulang ke rumahnya sendiri di Kampung Kamka.
Tapi apa lacur, ternyata bayinya keburu keluar, maka mau tak mau bidan Puskesmas menolong persalinan di ruang tamu rumah itu. Tak pelak ada darah tercecer di tempat itu. Bagi masyarakat Etnik Muyu darah persalinan membawa pengaruh yang buruk (ìptèm). Pengaruh dari hawa darah persalinan yang bisa menyebabkan sakit bagi orang yang tinggal di dekatnya. Karena itu amòp (pamali) bagi perempuan Muyu untuk melahirkan di dalam rumah, dia harus diasingkan ke tempat lain, bévak.
Ceritera itu masih ditambah adanya realitas lain, bidan yang menolong persalinan keponakan Lukas Kindom tersebut tak lama kemudian, pada bulan Desember 2013 jatuh sakit, dan pada bulan Februari 2014 akhirnya meninggal dunia. Realitas meninggalnya bidan penolong persalinan tersebut dianggap Lukas Kindom sebagai fakta tambahan akibat ìptèm persalinan keponakannya. Hal ini semakin menguatkan keinginan Lukas untuk menuntut denda pada keponakannya.
Apabila ada kejadian semacam itu, melahirkan di suatu tempat atau rumah orang lain, maka sudah suatu hal yang lazim akan dikenakan denda pada keluarga yang bersangkutan. Denda adat yang dikenakan merupakan pengganti dari kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat ìptèm persalinan.
“...itu sudah biasa di sini pak... sudah umum. Karena diyakini masyarakat sini darah persalinan itu bisa menyebabkan sakit atau kesialan pada rumah yang terkena, bisa menyebabkan jatuh sakit, jadi harus ada denda. Itu sudaah!”
(Hendrikus Kamben, 42 tahun)