Selang sebentar nampak perahu yang dikemudikan seorang laki-laki paruh baya mendekat ke arah kami. Woww… surprised! Dia berjualan nasi bungkus, gorengan dan kopi! Hahaha… warung kopi terapung bok!
Untuk mengambil gorengan yang tersedia di atas perahu pun terlihat sangat unik. Bagi penumpang perahu yang tidak bisa mendekat disediakan galah panjang yang di ujungnya diikatkan sebatang kawat dari jari-jari roda sepeda. Panjang galah lak lebih dari 1,5meter. Pembeli tinggal mencocok kue atau gorengan dengan galah kawat tersebut. Sederhana dan terlihat gampang, meski pada kenyataannya perlu ketenangan untuk dapat menusuk dengan tepat. Apalagi saat ada perahu motor yang lewat, yang membuat gelombang sehingga perahu pun turut bergoyang, lebih brasa seperti mancing.
Kami pun asyik menyantap gorengan yang ditawarkan. Saya sendiri menghabiskan dua potong bakwan dan satu potong pisang goreng. Lumayan mengenyangkan untuk sarapan pagi.
Mulut terasa penuh, tenggorokan terasa mengering, sepertinya saya harus pesan minum, mungkin bisa segelas kopi tubruk kegemaran saya. Tapi kami terdiam, saya dan rekan saling pandang, kami melihat mamang penjual gorengan mencuci gelas bekas kopi dengan air sungai. Menggunakan sabun juga memang, tapii…
Saat ini bulan Mei, meski seharusnya sudah mulai musim kemarau, tetapi pada kenyataannya semalam masih turun hujan dengan sangat deras. Air sungai terlihat keruh. Coklat.
Hari semakin terang, saat kami mulai bisa melihat aktivitas pagi penduduk yang mendiami sepanjang daerah aliran Sungai Barito. Hampir seluruh aktivitas bersih-bersih dilakukan di sungai. Mencuci baju, manci, gosok gigi, dan bahkan (maaf) buang air besar. Hampir tidak ada jarak, atau katakanlah cuman berjarak 1 meter, antara aktivitas mandi dan gosok gigi dengan aktivitas buang air besar. Kami tidak hanya menemui satu atau beberapa penduduk saja yang beraktivitas seperti itu, tapi kami melihat banyak sekali, di sepanjang aliran sungai yang kami lalui. Meski aktivitas buang air ini di tempat yang lebih tertutup, tapi…
Menurut informasi pak Yan, sopir kami, di daerah tersabut air bersih sudah ada, sudah masuk sampai ke rumah-rumah penduduk. “Iya pak, air bersihnya sudah ada, sudah sampai ke rumah-rumah… hanya saja masyarakat sini sudah merasa terbiasa, sudah merasa nyaman melakukan aktivitasnya di sungai… MCK juga sudah disediakan pak.”
Menurut data Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2013, angka cakupan akses dan sumber air bersih masyarakat di Kota Banjarmasin mencapai kisaran 82,58%. Angka capaian ini jauh lebih baik dan bahkan hampir dua kali lipat bila dibanding angka Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 43,75%, dan angka Indonesia pada kisaran 40,51%. Artinya bahwa secara akses masyarakat mempunyai akses tersebut, hanya saja hal ini kemungkinan berbeda dengan perilaku yang dinampakkan.
Angka cakupan “PENGAKUAN” perilaku buang air besar dengan benar pun tercatat sangat tinggi, mencapai angka 93,31%. Capaian cakupan ini cukup jauh di atas angka provinsi yang hanya pada kisaran 75,52% dan angka nasional sebesar 82,59%. Masih menyisakan pertanyaan besar di kepala saya, benarkah PENGAKUAN mereka tersebut? Mungkin ini juga merupakan salah satu kelemahan survei yang dilakukan secara cross sectional.
Ahh… jangan-jangan memang benar cuman karena saya yang lebay.