Desa Nenas di Kecamatan Fatumnasi
Desa Nenas merupakan salah satu desa yang terletak di lereng Gung Mutis. Topografinya berupa lereng-lereng dengan variasi ketinggian yang beragam, naik-turun perbukitan. Letaknya yang tersembunyi di lereng gunung dan di balik hutan membuat Desa Nenas selalu berhawa dingin dengan angin yang bertiup kencang yang seakan tak pernah berhenti untuk membuat badan menggigil sepanjang hari. Tubuh letih kami benar-benar tak kuat menahan gempuran seperti ini, yang membuat kami ber-empat hampir tumbang pada akhir perjalanan.
Mutis, demikian nama gunung itu, yang dalam bahasa Dawam artinya “lengkap”. Menurut kepercayaan orang Molo Gunung Mutis merupakan asal atau cikal bakal orang Timor secara keseluruhan, mereka secara lengkap hadir di dunia melalui Gunung Mutis. Oleh karena itu masyarakat Desa Nenas sangat terbuka dengan kedatangan orang luar, karena mereka menganggap demikianlah memang seharusnya mereka bersikap untuk menyikapi “lengkap”nya Mutis.
Desa Nenas dalam pandangan kami merupakan salah satu desa yang sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan desa lain di Indonesia. Desa Nenas lebih merupakan desa auto pilot, karena kepala desa terpilih mengajukan diri menjadi anggota DPRD, dan akhirnya benar-benar terpilih menjadi anggota dewan, meski tetap saja nasib Desa Nenas tak juga beranjak naik.
Masyarakat di Desa Nenas termasuk dalam sub suku Molo, yang merupakan salah satu bagian dari suku Timor. Oleh sebab itu mereka dikenal sebagai orang Molo. Dalam keseharian mereka masih menggunakan bahasa Dawam sebagai salah satu media komunikasi antar orang Molo. Nenas sendiri dalam bahasa Dawam diartikan sebagai “terkenal”.
Orang Molo di Desa Nenas kebanyakan sudah tinggal di ‘rumah sehat’, sebutan untuk rumah yang dibangun untuk menggantikan ‘rumah bulat’, rumah asli warga suku Molo. Meski pada saat malam mereka lebih sering berada di rumah bulat karena kondisinya yang hangat, cukup untuk menahan dari gempuran hawa dingin di luar.
Kami sendiri tinggal di rumah sehat bersama keluarga bapak Anderias Tambelab (58 tahun), sekretaris Desa Nenas. Meski yang kami diami adalah rumah salah seorang pejabat desa, jangan pernah membayangkan kemewahan yaan akan kami terima. Kondisinya sama saja dengan rumah penduduk lainnya. Kami tidur hanya beralaskan karpet plastik tipis di atas plesteran semen.