Mohon tunggu...
Agung Dwi Laksono
Agung Dwi Laksono Mohon Tunggu... peneliti -

Seorang lelaki penjelajah yang kebanyakan gaya. Masih terus belajar menjadi humanis. Mengamati tanpa menghakimi. Mengalir saja...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tour de Nenas; Catatan Perjalanan ke Kabupaten Timor Tengah Selatan

9 Mei 2016   09:00 Diperbarui: 9 Mei 2016   12:34 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

a2-57301e89f77a612a08ec80ac.jpg
a2-57301e89f77a612a08ec80ac.jpg
Gambar 2. Tren Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2006-2012; Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupetan Timor Tengah Selatan, 2014

Status Gizi Balita

Bila kita mencermati status gizi balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2013 maka kita akan mendapati kenyataan yang sungguh memprihatinkan. Hampir separuh balita (46,48%), merupakan balita dengan status gizi buruk dan kurang. Angka ini jauh di atas angka Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berada pada kisaran 33,07%, dan rentangnya semakin jauh lagi bila dibandingkan dengan angka nasional yang hanya berkisar 19,63%. 

Status gizi balita ini menjadi lebih memprihatinkan lagi bila kita cermati dari indikator tinggi badan per umur. Lebih dari 70% balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan balita stunting atau pendek. Dan lagi-lagi angka ini jauh di atas prevalensi provinsi maupun nasional.

Meski demikian, cakupan angka penimbangan balita di Kabupaten Timor Tengah Selatan sedikit lebih tinggi dibanding angka provinsi maupun nasional. Artinya bahwa kepedulian masyarakat terhadap anak-anak sudah cukup baik, hanya saja kemiskinan yang bisa menjadi salah satu kendala yang cukup serius untuk faktor pertumbuhan balita.

Perjalanan Menuju Desa

Perjalanan kami kali ini hanya membutuhkan waktu sekitar empat jam saja dari ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kota Kupang, untuk mencapai ibu kota Kabupaten Timor Tengah Selatan di SoE. Meski kami masih harus menambah lagi dengan enam jam perjalanan untuk mencapai Desa Nenas-Kecamatan Fatumnasi, desa tempat tinggal dua ethnografer kami yang sedang grounded di sana. Enam jam tambahan yang sungguh menyebalkan karena kami salah memilih kendaraan untuk menempuh jalanan yang rusak, longsor dan berbatu.

a3a-57301ebc377b619f07c77d2b.jpg
a3a-57301ebc377b619f07c77d2b.jpg
Gambar 3a. Jalanan Menuju Desa Nenas; Sumber: Dokumentasi Peneliti

a3b-57301ee4c4afbd560ba99daa.jpg
a3b-57301ee4c4afbd560ba99daa.jpg
Gambar 3b. Jalanan Menuju Desa Nenas; Sumber: Dokumentasi Peneliti

a3c-57301f0954937373050a47a4.jpg
a3c-57301f0954937373050a47a4.jpg
Gambar 3c. Jalanan Menuju Desa Nenas; Sumber: Dokumentasi Peneliti

Pada akhirnya pengalaman menyebalkan menempuh sisa perjalanan menuju Desa Nenas seakan terbayarkan dengan pemandangan lanskap saat memasuki cagar alam Mutis di lereng Gunung Mutis. Lanskap yang sungguh membuat kami tak pernah berhenti berdecak mengucap syukur diberi kesempatan melihat pemandangan seindah ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun