“Bu, ada yang ingin kami sampaikan?”, tiba-tiba ada dua orang siswa mendekati bu Dinda yang sedang asyik berbincang dengan rekan kerjanya.
“Ada apa Nak?”, tanya bu Dinda dengan suara lembutnya.
Kedua siswa itu tidak langsung menjawab. Mereka hanya saling menatap,tapi tak lama kemudian salah satu dari mereka menjawab.
“Ehm...Putri sudah beberapa hari ini gak masuk sekolahkan bu?”
“Iya, ibu dengar kabar katanya sakit”.
“Sebenarnya Putri hari Minggu nanti akan menikah Bu”.
“Menikah?”, tanya bu Dinda dengan nada kaget.
“Iya Bu, sebenarnya kami sudah dari kemarin-kemarin mau kasih tahu ibu, tapi kami bingung mau menyampaikannya”.
“Kenapa harus buru-buru? Kan sudah kelas 3, sayanglah sekolahnya. Sebenarnya ada apa?” tanya Bu Dinda penasaran.
“Ehm...Sebenarnya Putri....,”
“Sebenarnya Putri sudah hamil 3 bulan, Bu”, si siswa menjelaskan dengan suara terbatah-batah
“Astagfirullahalazim”, Bu Dinda langsung terduduk ketika mendengar jawaban itu. Jantungnya serasa mau berhenti berdetak. Bagaimana tidak, siswa yang dimaksud termasuk siswa yang berprestasi di sekolah. Tak tahu harus berkata apa, tapi ibu guru itu merasa sedikit terpukul karena posisinya saat itu juga sebagai wali kelas Putri.
“Tapi guru-guru yang lain belum ada yang tahu Bu, Kami baru cerita ke ibu”, si siswa seolah ingin menegaskan kalau ini masih harus dirahasiakan.
“Baiklah kalau begitu”, jawab bu Dinda dengan ekspresi yang sudah tak karuan.
Setelah itu, Bu Dinda pun menyuruh kedua anak itu untuk segera masuk kelas karena bel tanda masuk telah berbunyi.
Sungguh hari itu merupakan hari yang menyedihkan baginya. Mendengarkan kabar yang sangat mengejutkan bahkan tanpa ia sadari air matanya pun berlinang. Sebagai wali kelas ada perasaan bersalah menyelimuti hatinya, meskipun sebenarnya ini bukan kesalahannya. Ibu guru muda itu pun termenung. Terus terang saja, di sekolah dia termasuk guru yang sangat perhatian bahkan dekat dengan siswa-siswanya. Tak sedikit siswa yang suka curhat dengannya. Berbagi cerita kepadanya, bahkan terkadang sampai meneteskan air mata di depannya, baik laki-laki maupun perempuan, mereka sangat nyaman ketika ngobrol dengan Bu Dinda.
Selain itu, dia juga selalu bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikannya. Salah satunya ya sebagai wali kelas. Dia sangat tegas dalam bersikap. Apabila ada siswa yang tidak masuk, keesokannya pasti selalu dia panggil. Jangankan yang tidak masuk tanpa keterangan, yang izin atau sakitpun tetap dia panggil.
“Kamu izin kenapa kemarin?”
“Katanya sakit, sakit apa kamu nak?”
Itu adalah beberapa penggal kalimat yang sering dilontarkan ibu guru muda itu.
Dia juga sering memberi nasehat kepada siswanya baik ketika sedang mengajar di kelas maupun memanggil khusus berbicara empat mata dengan siswa yang bersangkutan.
Sejenak diingat-ingatnya lagi bagaimana sosok Putri yang dia kenal selama ini. Ya..dia seorang siswi yang bertubuh mungil, pendiam, tapi selalu berusaha ingin menjadi yang terbaik di kelas. Bahkan dia pernah menangis ketika kenaikan kelas 2 dulu, nilainya beda tipis dari saingannya. Sungguh serasa mimpi mendapatkan kabar dia harus berhenti sekolah karena hamil di luar nikah. Benar-benar di luar dugaan. Bu Dinda merasa kecolongan mengawasi siswanya yang satu ini.
Hari itu dia mendapatkan pelajaran berharga. Mungkin selama ini dia memang guru yang perhatian, tapi perhatiannya lebih sering ditujukan pada siswa yang bandel atau yang suka bikin ulah saja. Ternyata kejadian malah menimpa anak yang pendiam dan berprestasi di sekolah itu. Dia juga berpikir, di zaman sekarang ini, sepertinya para guru dan orangtua jangan terlalu gampang memberi kepercayaan kepada para siswa dan anaknya. Saat ini pergaulan bebas seperti menjadi hal yang biasa. Sungguh kita perlu melakukan pengawasan yang luar biasa terhadap mereka karena terkadang yang sudah diperhatikan saja masih kebablasan apalagi kalau kita cuek begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H