Mohon tunggu...
Adjiet Latuconsina
Adjiet Latuconsina Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Praktisi Hukum

Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penafsiran Keliru Asas Praduga Tak Bersalah

11 Maret 2022   18:37 Diperbarui: 11 Maret 2022   18:48 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Prof. Romli Atmasasmita bahwa untuk mencegah tafsir hukum yang berbeda-beda tentang asas praduga tak bersalah, maka solusi realistik telah diberikan oleh Kovenan dengan merinci batasan ruang lingkup atas tafsir hukum "hak untuk dianggap tidak bersalah" meliputi delapan hak, yaitu : 1) hak untuk diberitahukan jenis kejahatan yang didakwakan, 2) hak untuk disediakan waktu yang cukup dalam mempersiapkan pembelaannya dan berkomunikasi dengan penasehat hukum, 3) hak untuk diadili tanpa ditunda-tunda, 4) hak untuk diadili yang dihadiri oleh yang bersangkutan, 5) hak untuk didampingi penasehat hukum jika yang bersangkutan tidak mampu, 6) hak untuk diperiksa dan memeriksa saksi-saksi yang berlawan dengan yang bersangkutan, 7) hak untuk memperoleh penerjemah jika diperlukan, 8) hak untuk tidak memberikan keterangan yang merugikan dirinya atau hak untuk tidak dipaksa mengakui perbuatannya. Selama seorang tersangka atau terdakwa diberikan secara penuh hak-hak hukum sebagaimana dirinci dalam konvenan tersebut, maka selama itu pula perlindungan atas asas praduga tak bersalah telah selesai dipenuhi. Dan akhir dari perlindungan hukum atas hak terdakwa untuk dianggap tidak bersalah adalah ketika telah ada putusan pengadilan yang menyatakan ia bersalah berdasarkan bukti-bukti yang tidak meragukan majelis hakim (akan kesalahan terdakwa).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa esensi dari asas praduga tak bersalah adalah menyangkut perlindungan terhadap hak-hak tersangka atau terdakwa, yaitu bahwa ia harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki harkat martabat dan diperlakukan sebagai subjek, bukan objek pemeriksaan, mempunyai hak untuk diadili dalam suatu proses peradilan yang fair dan hak-hak lainnya yang disebutkan dalam Kovenan di atas.  Dengan dasar itu maka tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian melainkan Penuntut Umum mewakili negara yang harus membuktikan bahwa terdakwa bersalah.  Ini berarti bahwa seorang tersangka atau terdakwa ditangkap, ditahan atau diperiksa dalam suatu proses hukum bukan karena "praduga tak bersalah" . Justru sebaliknya ia ditangkap, ditahan atau diperiksa karena ia "patut diduga bersalah" melakukan suatu tindak pidana berdasarkan bukti-bukti permulaan. Penafsiran tersebut juga sesuai dengan KUHAP yang mendefenisikan istilah "tersangka" sebagai "seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana". (Pasal 1 angka 14 KUHAP). Oleh karena itu kurang tepat apabila asas praduga tak bersalah dipergunakan sebagai tameng oleh tersangka, keluarga, koleganya atau oleh penasihat hukumnya untuk melindungi atau untuk mambangun image seolah-olah tersangka yang sedang ditangkap, ditahan atau diperiksa benar tidak bersalah atau benar bukan pelaku tindak pidana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun