Mohon tunggu...
Erry Adjie
Erry Adjie Mohon Tunggu... -

Kembali kepada khittah

Selanjutnya

Tutup

Money

Pertanian Islam

6 Mei 2013   22:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:59 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Latar Belakang Pemikiran Dalam perjalanan saya sebagai pelaku pertanian pertama-tama di umur 27 tahun mengundang saya untuk terus menerus menggali apa sebenarnya yang dimaksudkan Sang Pencipta terhadap pertanian ini. Kegagalan demi kegagalan yang saya syukuri membawa saya pada pemikiran “Pertanian Islam” atau pertanian yang berazaskan Islam, tentunya berdasarkan Al Quran dan Hadist. Dalam asumsi saya,  bila ada sesuatu permasalahan yang tidak dapat dipecahkan maka kembalilah pada dasar-dasar pemikiran yang hakiki, yaitu Al Quran, Sunnah, Hadist, dan Ijma. Maka pemikiran pertanian Islami hanya satu satunya cara pendekatan yang harus dipelajari dan dimengerti, agar permasalahan pertanian panen yang minim, hama penyakit yang menyerang, dan air yang menjadi teman dan momok dapat terpecahkan dengan baik. Pelajaran pertama saya pada saat hebohnya pertanian cabai dimana harga melonjak mencapai Rp. 60.000 per kilo, dan feasibility di atas kertas menunjukan bahwa keuntungan uang yang akan diperoleh dapat membeli sebuah Mercedes Benz baru, pada saat itu. Tentunya kejadian tersebut tidak terjadi, dan segala upaya untuk menyelamatkan panen dengan bahan kimia sistemik menaikan harga produksi yang akhirnya menjadi kesalahan yang fatal. Kegalauan yang menimpa membuat saya berfikir bahwa pasti ada yang salah dan tidak mungkin Allah menurunkan hal ini kepada umatnya yang sedang berikhtiar dalam mencari nafkah dengan menjadi petani (petani berdasi), semenjak itu saya berusaha membaca buku dan belajar mencari ilmu apakah yang dinamakan, dimaksudkan dengan kata kata pertanian. Pembelajaran lanjutkan pada saat itu adalah mengenai pupuk, karena bila tanaman mati atau rusak, yang bisa dilakukan adalah “memupuk” atau “ah tanamanmu tidak dipupuk, bagaimana bisa subur?” Pupuk yang pertama saya kenal adalah pupuk pabrikan yang umum; Urea, TSP, Phonska dan KCL. Karena dijelaskan di berbagai teori pertumbuhan tanaman dalam buku Sarjana Pertanian di Indonesia, “Doktrinasi” terhadap penggunaan pupuk kimia sangat baik dan menjadi pelajaran utama para Sarjana Pertanian secara luas, bila di jabarkan, maka perbandingan substansi kimia dan organik berbanding 80:20. Dengan kepercayaan bahwa yang diajarkan oleh Pendidikan Sarjana Pertanian itu adalah benar, maka sayapun mengikutinya dengan sepenuh hati. Pemupukan normalnya diaplikasikan di tanah, karena secara morfologinya tanaman menyerap bahan makanan melalui akar. Namun bila kita bertanya ; Apakah yang diserap? Bagaimana cara menyerapnya? Bagaimana bila tidak terserap? Apa yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh? (Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan kita bahas dalam artikel-artikel selanjutnya ) Perasaan bersalah saya belum terobati dengan mempelajari Ilmu Pertanian yang buku-bukunya sebagai standar pelajaran Sarjana Pertanian, namun mencari sesuatu yang menurut saya masuk akal secara logis dan bukan merupakan doktrinisasi. Buku kimia tanah karangan _______________, membuka sedikit pemikiran, bahwa sebenarnya tanah adalah senyawa organik dan unorganik yang membentuk ketidakseimbangan pada titik tertentu, hal ini sangat masuk akal karena setiap jengkal tanah bila diteliti apa saja unsur yang ada didalamnya akan berbeda, dipengaruhi oleh udara, air dan bahan mineral dominan didalamnya, tanah bisa menjadi batu, bisa juga menjadi media tanam, bisa juga menjadi makanan dari tumbuhan yang tumbuh diatasnya. Namun, pertanyaan yang muncul pada saat itu adalah Apakah Definisi Dari Tanah ? Karena mayoritas tanaman tumbuh dari tanah (kecuali hydrophonics) dan rekayasa. Dilanjutkan pada posting berikutnya >>

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun