Masih terngiang dalam ingatan, saat aku kecil sering orang tuaku menasehati. Dan dari seringnya menasehati itulah, aku tahu bahwa ada dua jenis nasehat yang sering diucapkan ataupun disampaikan. Yang pertama, biasanya nasehat yang berupa larangan, dan sering diawali dengan kata jangan, contoh: jangan malas belajar, jangan tidur terlalu malam dan lainnya. Sedang yang kedua berisi anjuran atau perintah yang harus dilaksanakan atau dikerjakan, dengan maksud apa yang kita kerjakan sejalan atau sesuai dengan apa yang diinginkan si pemberi nasihat/perintah. Sering diawali dengan kalimat antara lain contoh : ayo mandi, ayo bangun pagi, ataupun yang lainnya.
Menarik menanggapi ontran-ontran sebuah parti yang dulu pernah mempunyai jargon "katakan tidak pada korupsi", eh.. ternyata di kemudian hari melakukan korupsi juga. Kalau boleh aku berpendapat, tentunya tidak ada yang salah dengan kalimat tersebut, pun dengan susunan kalimat, maupun pilihan bahasanya. Namun apa iya, menunjukkan bahwa kita tidak atau jangan berbuat korupsi apakah cukup dengan mengatakan tidak..!!?
Dulu waktu aku kecil, sering aku melakukan apa yang berkebalikan dengan nasehat/perintah orang tua. Disuruh jangan pergi malam, aku pergi malam. Disuruhnya aku belajar, eh malah bermain. Saking jengkelnya, atau saking sebelnya malah sering perintah yang diberikan akhirnya berkebalikan dengan apa yang diinginkan maupun dimaksudkan mereka. Dengan maksud supaya aku mandi, mereka malah berkata .." sudah ndak usah mandi sekalian, biar nanti tidur dengan coro (kecoa)".. atau supaya tidak pergi, perintahnya malah " sudah sana pergi sekalian, ndak usah pulang".. Tapi justru setelah orang tua mengatakan tersebut, aneh aku malah jadi berpikir untuk mentaati perintah mereka. Tidak begitu tahu, apakah karena sebab ketaatan ataupun sebab ketakutan. Yang jelas diluar apa yang diucapkan mereka, sepertinya ada perasaan kasihan kepada kedua orang tua, karena dari notasi perkataannya tersebut terlihat jelas mereka sudah diambang hilang kesabaran. Boleh jadi pula di ambang keputusasaan dari apa yang aku perbuat. Disinilah anti klimaknya, saya justru mengurungkan niat saya dan berganti dengan perasaan ibu kepada orang tua. Tidak menitik beratkan pada apa yang mereka katakan, namun pada suasana batin ketika mereka mengatakan itu. Dan yang jelas pula, saat mereka menasehati aku untuk mandi, nasehatpun tidak diucapkan saat siang-siang, saat matahari di ubun-ubun kepala, tapi sore hari ketika yang lain sudah pada mandi, orang tua juga sudah mandi juga, dan udarapun sudah menginjak dingin.
Jadi, sudah jenuh kita dengan anjuran supaya tidak berbuat korupsi, ditambah apalagi mereka yang menasehati dan memerintahkan tidak dalam suasana kebatinan dan keteladanan yang jelas. Asal melarang dan mengancam, namun tidak memahami keadaan dan kondisi orang yang berbuat. Memang koruptor harus dihukum berat, tapi menumbuhkan kesadaran dan keikhlasan untuk tidak berbuat korupsi bagi mereka, adalah juga pekerjaan yang jauh lebih berat dan sungguh-sungguh menguras airmata dan mempertaruhkan urat kesabaran. Aku tidak akan mengatakan " katakan tidak pada korupsi..!!" tapi akan aku katakan pada anak-anakku.. " sudah, korupsilah kau sesuka hatimu, bila perlu ajari orang lain korupsi seperti engkau juga korupsi..!! ( tapi di dalam hati aku berdoa, Ya Alloh, berilah kemampuan aku untuk tidak korupsi, dan jadikanlah aku teladan yang baik bagi anak-anakku.. Amin..!!)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H