Tulisan dan berita tentang Livi Zheng sudah banyak dan mungkin lebih lengkap. Namanya "melangit" setelah banyak diangkat media Nasional tentang perjalanan karirnya, makin jadi perbincangan saat ada pihak yang meragukan "klaim" perempuan muda itu atas segala prestasi yang dibanggakannya. Kritik bahkan ditujukan kepada Pers, yang terlalu mengangkat namanya karena dinilai biasa saja.
"Gaduh" tentang Livi adalah cermin masyarakat Indonesia hari ini, termasuk media didalamnya. Hari ini masyarakat sangat mudah menyanjung seseorang, tapi juga begitu mudah mencaci maki seperti tak ada arti. Banyak orang yang mudah terbawa isu, karena malas mencari tahu sendiri tentang sebuah kebenaran. Masyarakat yang "kepo" tapi juga gampang lupa. Terlebih di media sosial, dengan mudah sebuah berita viral dan jadi perbincangan, walaupun hal remeh temeh, dan terkadang bisa mengalahkan hal-hal besar, yang harusnya dipikirkan. Dunia instan saya menyebutnya, yang didalamnya berisi aneka rupa insane, berkumpul antara yang literasinya sudah baik serta mereka yang kalah pintar dengan handphone yang dipegangnya.
Simak saja komentar demi komentar pengguna media sosial menyoroti satu masalah atau yang ditulis di akun seseorang yang dia benci atau dia sayangi. Kata sanjungan berbarengan dengan kata-kata kasar tak pantas bahkan kurang sopan, mudah ditemukan. Yang demikian tentu bukan tidak mengerti masalah, tapi memang seperti itulah masyarakat maya kita hari ini. Kata-kata "sampah" seperti wajar diucapkan, tak ada lagi etika dalam bertutur kata.
Tidak berarti karena saya pernah mewawancarai Livi Zheng, dan pernah menyebutnya sebagai perempuan muda Indonesia inspiratif membuat saya jadi "pembela". Tapi coba kita mendalami alur pikir dan pihak-pihak yang selama ini menyoroti Livi. Apa benar dia pembohong ? Apa benar tidak ada inspirasi yang kita dapat dari dirinya ? Kenapa kita harus membecinya ? Dimana letak kesalahannya ? dan banyak pertanyaan lain yang mungkin juga menjadi pertanyaan pembaca.
Dalam sebuah acara televisi nasional, sebagai narasumber Livi Zheng duduk seperti sedang dihakimi, para penelis duduk dalam satu sudut pandang yang sama, kumpulan orang yang "tidak percaya" Livi. Tema hari itupun seolah menyiratkan satu pesan yang memojokan narasumbernya Belaga Hollywood.Â
Bagi saya program "penghakiman" macam itu justru gak fair, selain ini tontonan nasional, juga siapa sih Livi ? adalah hanya warga sipil yang sedang meniti karir, bukan pejabat publik yang korupsi atau pengguna uang Negara. Apa pantas mendudukanya sebagai orang yang bermulut besar tanpa punya arti apa-apa ?. Tapi sudahlah, Livi sendiri hadir dalam acara itu atas kemauannya sendiri, dan untuk kepercayaan diri dalam menjelaskan setiap jawaban, serta mempertahankan pendapatnya, saya belajar dari Livi.Â
Perdebatan soal Livi sebenarnya tidak perlu ada jika semua pihak punya persepsi yang sama, atau memahami persepsi dari sudut pandang LIvi sebagai orang yang mengalami dan menyampaikan pengalamannya. Cara pandang itu penting, karena akan menentukan alur pikir.
Jika saya berpikir bahwa film berkelas hollywood itu adalah seperti The Lord of The Rings : The Return of The King, atau film favorit saya Titanic, bisa saja kita menilai film karya Livi gak ada apa-apanya. Tapi jika kita melihat dari fakta pernah tercatat dan diseleksi dalam ajang Oscar, itu adanya. Apakah menang, bagus, atau film yang digarap sesuai selera penonton itu bahasan lainnya.Â
Kita boleh saja tidak suka dengan dia, tapi juga tidak salah jika kita menjadi pengagumnya. Terlebih dalam dunia berkesenian, selera masing-masing orang berbeda. Bisa saja satu karya dikatakan baik, tapi juga buruk oleh yang lainnya.
Menjadi orang itu tidak bisa menyenangkan semuanya, orang boleh tidak suka dengan keberhasilan kita. Tidak ada yang melarang tergantung sudut pandang yang diambil. Soal kebanggaan seseorang pada diri dan pengalamannya, setiap manusia punya rasa dan kadar yang berbeda, Anda dan saya bisa lain drajatnya.
Menyoal tentang pengetahuan Livi dan hadir di kampus-kampus, kita bisa bertanya pada peserta yang hadir saat itu, apakah apa yang disampaikan Livi sebagai Narasumber ada manfaatnya, berkesan atau menyesatkan? soal penyataan : kesesatan dan ekosistem dunia perfilman yang rusak, sepertinya itu berlebihan. Masih banyak film-film yang diproduksi di dalam negeri dengan konten porno atau minim pesan pendidikan, kenapa itu tidak kencang disorot, dan rame-rame dihakimi?