Pada sebaran pemilih berdasarkan pendidikan pasangan 02 juga masih unggul dengan 49,3 persen, sedangkan pasangan 01 sebesar 34,3 persen. Jika diulas kembali pada pemilih dengan rentang usia 17-24 tahun yang berpendidikan tinggi (akademi/sarjana/pascasarjana) pasangan 02 juga masih unggul dengan persentase 49,2 persen. Sedangkan pasangan 02 sebesar 41,5 persen. Data ini menunjukkan bahwa “Desak Anies” tidak dapat memberikan dampak yang signifikan untuk mendulang suara dalam waktu yang singkat. Butuh waktu yang cukup lama agar masyarakat Indonesia terbiasa dengan tradisi berdemokrasi yang baik dengan mengedepankan ide dan gagasan.
Dalam dunia konsultan politik, tujuan utamanya adalah memenangkan kandidat. Namun, peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia juga perlu untuk dilakukan. Sehingga, menang tidak hanya boleh sekedar menang, harus tetap ada nilai yang diperjuangkan. Khususnya nilai yang berbanding lurus dengan upaya perbaikan dan pendewasaan kehidupan berdemokrasi.
Bagi saya, model kampanye seperti "Desak Anies" perlu dipertahankan. Pendekatan semacam ini memiliki nilai penting dalam membangun demokrasi di Indonesia. Meski belum memberikan dampak signifikan dalam nilai elektoral dalam waktu singkat, namun pendekatan ini penting untuk pendewasaan demokrasi. “Desak Anies” menunjukkan bahwa demokrasi yang sehat memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat dan pemimpin yang responsif terhadap kebutuhan publik. Ini adalah langkah penting menuju demokrasi yang lebih matang dan berkelanjutan di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H