Mohon tunggu...
Adi Wursito
Adi Wursito Mohon Tunggu... -

try to feel the euphoria of technology in parallel society

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bis Oranye yang Terlupakan

31 Desember 2015   00:41 Diperbarui: 31 Desember 2015   02:13 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melintas di jalan pantura tepatnya di kendal Jawa Tengah di depan deretan ruko aku berhenti sejenak dan memperhatikan sebuah kotak pos berwarna kuning lusuh tertulis "Bis Surat". Kotak pos lusuh itu berada ditrotoar depan sebuah toko pakaian. Tak menarik perhatian siapapun nampaknya. Sudah berapa lama kotak itu berada disitu kepanasan, kehujanan tanpa ada yang peduli -peduli bukan berarti harus ngasih bunga lho hehe.

Tentunya para pejalan kaki yang melewati trotoar itu lebih tertarik melihat barang-barang yang dipajang di etalase toko daripada kotak kuning lusuh itu. Kelihatanya tidak ada orang yang menaruh surat untuk dikirimkan kepada seseorang sabahat, atau pacar..kalau berbicara surat tentu pada masih ingat pada masa sekolah kita masih sering berkirim surat kepada orang yang kita suka, sahabat atau kekasih.

Dengan surat kita berbagi cerita, kisah ataupun saling menginspirasi satu sama lain. Masih ingatkah pembaca yang budiman yang dari era 70 sampai awal 2000-an saat merayu kekasihmu melalui surat yang engkau kirimkan kepadanya? Hehehe..

Masihkah engkau menyimpan surat-surat cintamu? hehehe. Surat-menyurat saat ini terbatas pada jenis surat formal di instansi-instansi pemerintah atau perusahaan. Kalaupun ada yang masih menggunakan surat sebagai media penyampaian pesan, kabar berita, curhatan, rayuan gombal dan sebagainya itu hanya berada pada kalangan pecinta tulis-menulis.

Masyarakat pada umumnya sudah meninggalkan tradisi surat-menyurat karena dianggap tidak praktis, menggantikanya dengan pesan elektronik seperti Short Message Service, E-mail dan yang paling gress adalah Blackberrry Messenger, Whatsup atau cukup mention di twitter atau facebook, lebih mudah dan cepat. Surat menyurat sebagai bagian dari tradisi literasi telah hilang! Duh  tidak bermaksud menyalahkan teknologi lho hehehe..

Sejarah mencatat budaya korenspondensi dimulai di Mesir 2000 SM, menggantikan kedekatan fisik surat-menyurat menjadi penyambung gagasan, ide, dan cinta. Lihat saja pemikir barat seperti Aristoteles, Galileo, Copernicus dan sederet nama lainnya tergabung dalam republik surat respublica literatia sebuah lembaga ilmu pengetahuan dari kegemaran saling berkirim surat dan Ibnu khaldun dengan karyanya Muqaddimah yang terinspirasi dari persahabatan para nabi dari sosio-politik. Surat tidak saja media korespondensi, surat sebagai media penyambung persahabatan kalau kita ingat R.A.

Kartini pada masa lampau berkirim surat dengan sahabatnya dari Eropa yang bernama Stella Zeehandellaar. Kartini curhat tentang apa yang terjadi di negerinya di tanah Jawa, keinginan dan gagasannya, Kartini dalam suratnya yang  pertama kali dikirimkan kepada Stella 25 mei 1899 - aku ingin sungguh ingin mengenal seseorang yang aku kagumi, perempuan yang modern dan independen, yang melangkah percaya diri dalam hidupnya, ceria dan kuat, antusias dan punya komitmen. Atau surat Kartini kepada Ny. Van Kol sahabat penanya yang lain pada 1903 bercerita tentang sekolah wanita yang beliau dirikan -Dan sekolah itu harus mempunyai ciri sendiri dan bukan sekolah yang diatur oleh pemerintah (sekolah itu harus swasta).

Seorang janda lanjut usia dari kalangan terhormat akan mendampingi kami. Dia akan mengurus rumah tangga pekerjaan kami dan memberi pelajaran agama kepada anak-anak.  Aura intelektualitas nampak pada surat tersebut.

Di Indonesia sendiri pada masa awal kolonialisme mendarat di Nusantara kantor pos mulai dikenalkan untuk kali pertama pada tahun 1746 yang didirikan oleh Gubernur Jenderal G.W Baron Van Imhoff di Batavia. Untuk memperlancar distribusi paket dan surat-surat maka dibangunlah Groote Postweg (jalan raya pos) di masa Gubernur Jenderal Herman Mu William Deandels dengan terapan kerja paksanya.

Pada perkembanganya kantor pos tidak hanya melayani pengiriman surat dan paket barang namun juga  telegraf sehingga pada 1906 menjadi Post Telegraafend Telefoon Dienst  dan sekarang ketika teknologi sudah berkembang dengan pesatnya kantor pos masih setia  menunggu surat-surat, kartu-kartu ucapan kepada sanak saudara, sahabat untuk kita kirimkan.

Surat bisa mendeskripsikan kenangan, sejarah  diri.  Kalau Thomas Mellon dari U.S mengatakan " Surat merupakan denyut nadi dari sejarah, detak jantung biografi". Coba sesekali berkirim surat dengan istri atau suami hehehe ...sekian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun