Mohon tunggu...
Adi Wijaya
Adi Wijaya Mohon Tunggu... profesional -

Palembang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Masalah Agraria

14 Agustus 2012   17:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:46 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Beberapa tahun terakhir banyak kita ketahui dari berita media bentrok yang terjadi antara aparat keamanan dengan warga masyarakat yang akar persoalannya dipicu oleh konplik sengketa lahan antara warga dengan perorangan, warga dengan badan usaha dan sebagainya. Tidak sedikit yang korban jiwa, harta benda, dan sebagainya sebagai akibat dari bentrok tersebut, berita yang akhir-akhir ini diberitakan adalah tewasnya Angga Prima dan korban lainnya tertembak di Kabupaten Ogan Ilir Sumsel (27/07/2012). Warga atas dasar memperjuangkan hak lahannya menurut mereka, aparatpun berjuang atas dasar penegakan hukum.

Konplik Agraria yang tidak pernah Usai

Lahan adalah sumber penting dalam kehidupan. Untuk itu Konstitusi Indonesia telah menentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat sebagaimana menurut ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Jika mengacu pada Putusan MK No. 01-021-022/PUU-I/2003 tentang pengertian “dikuasai oleh negara” bermakna bahwa negara diberikan mandat oleh pemilk kedaulatan (rakyat) untuk membuat kebijakan (beleid), tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan melakukan pengawasan (toezichthoudensdaad) terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tersebut. Hal ini adalah semata-mata dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan terhadap lahan tentu tidak akan mengalami masalah berarti jika saja negara mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya. Rakyat tidak akan mungkin menggugat segala “perbuatan” negara (Pemerintah) ketika ada rasa jaminan kepastian kesejahteraan rakyat. Namun dari realita yang ada, jaminan tersebut “misterius”, boleh jadi hanya untuk segelintir warga negaranya saja. Sebagaimana ungkapan tidak ada makan siang gratis di negeri ini.

Konplik lahan antara warga dengan negara, warga dengan Badan Usaha, warga dengan warga selayaknya sudah diatur melalui hukum yang adil, diperlakukan sama di muka hukum dan diawasi memang untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, khususnya warga sekitar secara merata.

Perlu diingat bahwa hak-hak atas tanah sudah ada sebelum negara ini ada. Untuk itu, percepatan sertifikasi hak atas tanah perlu dilakukan secara cepat, tepat dan massif tanpa terkecuali. Sudah semestinya negara memberikan kebutuhan hak atas tanah bagi rakyat secara merata di atas kepentingan profit konglomerasi yang sudah kaya. Agar jurang kesenjangan sosial kaya miskin semakin kecil yang bermuara kepada keadilan sosial sebagaimana cita-cita negara ini dibentuk. Dengan begitu, ada kepastian jaminan oleh negara tentang hak-hak atas tanah sekligus juga merestrukturisasi tumpang tindihnya hak atas tanah suatu objek tanah tertentu yang sering terjadi selama ini dengan seadil-adilnya. Dengan demikian, ada kewibawaan hukum negara yang sudah barang barang tentu dipatuhi. Ada kejelasan peruntukkan hak atas tanah.

Akar Persoalan

Seringkali, lahan sebagai objek memiliki lebih dari satu hak perizinan untuk dikelola. BPN menerbitkan izin, Institusi negara terkaitkehutanan, terkait pertambangan, dan sebagainya-pun menerbitkan perizinan terhadap lahan tersebut. Sementara, warga masyarakat yang ada di objek tersebut-pun sudah menunggu dan berkepentingan untuk kehidupan mereka.

Land reform diselogankan selama ini jangan cuma menjadi komoditi politik atau harapan angin surga bagi rakyat yang mayoritasnya adalah petani. Pada kenyataannyaperlakuan negara tak ubahnya "kolonial" bagi rakyatnya sendiri. Selalu saja "curang" mengarahkan penegakan hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Sudah semestinya, kita tidak lagi disuguhi oleh berita yang jelas-jelas mempertontonkan kedigdayaan negaranya hanya terhadap warganya yang "lemah" saja. Rakyat akan rela mati dalam perang untuk negara, namun rakyat tidak akan ikhlas mati karena kelaparan akibat kelalaian negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun