Mohon tunggu...
Adi W
Adi W Mohon Tunggu... lainnya -

Nulis, musik, masih sekedar mengisi waktu luang. http://twitter.com/#!/wicakzh

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Debat Estafeta Sastra: Goenawan Muhammad Melirik Wahyu NH. Aly

28 Desember 2011   09:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:39 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana dengan Wahyu NH. Aly? Bila Goenawan Muhammad eksis dengan "Catatan Pinggir" di mingguan majalah Tempo, Wahyu juga pernah eksis di mingguan koran Meteor - Jawa Pos Group, eksis di majalah Medium - Jakarta, dan beberapa media lainnya. Keduanya mempunyai kesamaan dalam mengkritisi negara dengan analisis yang kuat dan membangun. Kesamaan itu juga terlihat dari insan pers-nya, Wahyu juga jurnalis dan sastrawan. Dari opini-opininya, esai, cerpen hingga buku-bukunya yang telah beredar. Perpaduan antara jurnalis dengan sastra, semakin mengokohkan nilai indenpendensi hingga benar-benar utuh.

Wahyu menggunakan'pembacaan' realita tanpa melihat status, identitas. Terlihat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), FPI, NU, Muhammadiah, kalangan berpaham liberal, kalangan berpaham fundamentalis, birokrasi pemerintah, sampai partai yang ada pun dikritisinya dengan argumen logis. Jiwa sastranya menandakan Ia sosok independen anti pemihakan terhadap siapapun dan "siapa" dia. Bila terlihat salah, maka harus disalahkan. Sastra berjalan dalam jalur yang sebenarnya, dengan melepaskan embel-embel kedudukan dan eksistensi. Pastinya, sastra memang layak dihargai di masyarakat dan pemerintah.

Meletakkan sastra pada jalan independensinya, tanpa memilah porsi yang pantas atau tidak. Karena sastra berbicara realitas, bukan sub-realitas yang direka-reka. Tidak ada hal serta kondisi apapun yang bisa menawar independensi. Mau Ical seorang pelanggar HAM ataupun penyelamat bangsa, bila penghargaan itu untuk potensi sastra yang dimiliki, terlepas dari lilitan kepentingan apapun, maka selayaknya penghargaan itu pun dihargai. Itulah prinsip sastra yang dimiliki Wahyu.

Sastra adalah sastra yang memiliki dunia berbeda, dan kepentingan beserta "antek-antek"-nya juga diletakkan pada dunianya, agar independensi berjalan mulus tanpa terkotori. Analisa dan prinsip sastra, sedikitpun bersih dari kepentingan apapun. Dari sini, Goenawan Muhammad perlu belajar cara bersastra yang baik kepada Wahyu NH Aly, demi nama baik sastra kedepannya.

Wallahu a'lam bisshawab . . .

www.zonamerahIslam.com

* Tim Penulis :

1. Adi Wicaksono

2. Basyar Diquraishin, adalah Direktur Utama Lembaga Hukum Mahasiswa Islam Jogjakarta

3. Felisiana Shinta, adalah Mahasiswi Sastra Rusia di Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung

4. Khoirunnisa, Mahasiswi Sastra Arab Universisat Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun