Mohon tunggu...
Adi Wibowo Dees
Adi Wibowo Dees Mohon Tunggu... -

Lahir di Cilacap, 12 Desember 1990. Telah menyelesaikan studi S1 jurusan Ilmu Pendidikan pada program studi PGSD UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manajemen Berbasiss Sekolah (MBS)

20 Maret 2011   08:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:37 2220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering



Kompetensi Dasar:

Menguasai landasan dan alasan MBS, konsep pengembangan pendidikan masa depan, karakteristik berbagai model MBS dan mutu pendidikan.

A.Alasan dan Landasan MBS

Alasan

Depdiknas (2007: 3) menerangkan bahwa MBS diterapkan dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1.Dengan diberikannya otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih inisiatif dan kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.

2.Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan-keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.

3.Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.

4.Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat pekembangan dan kebutuhan peserta didik.

5.Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.

6.Penggunaan sumberdaya pendidikan labih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.

7.Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakatdalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan akuntabilitas sekolah.

8.Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.

9.Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif yang didukung oleh orang tua siswa, masyarakat sekitar dan pemerintah daerah setempat.

10.Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan sepat.

Mulyasa (2009) menyatakan alasan MBS antara lain sebagai berikut:

1.Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya.

2.Sekolah lebih mengetahui kebutuhannya.

3.Keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan.

Dari beberapa pendapat tentang alasan MBS yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa selama ini sekolah-sekolah hanya menanti dan mengandalkan perintah dari pemerintah dan masih kurang maksimal dalam dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Selain itu, keterlibatan warga sekolah dan masyarakat juga masih kurang sehingga hal-hal tersebut memunculkan apa yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah dimana sekolah diberi wewenang untuk berinisiatif mengembangkan dan memajukan potensinya. Diharapkan sekolah dapat memanfaatkan sumbrdaya yang dimilikinya secara maksimal.

Landasan

Selain alasan, terdapat pula landasan yang melandasi munculnya manajemen berbasis sekolah. Depdiknas (2007: 3) mengemukakan bahwa secara yuridis, penerapan MBS dijamin oleh peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

1.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51 ayat (1) “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakanberdasarkan Standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.”

2.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional tahun 2000-2004 pada Bab VII tentang Bagian Program Pembangunan Bidang Pendidikan, khususnya sasaran 3 yaitu “terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat (school/community based management)”

3.Keputusan Menteri Pendidikan NasionalNomor 044 Tahun 2002 tenteng Pembentukan DewanPendidikan dan Komite Sekolah.

4.Kepmendiknas Nomor 087 Tahun 2004 tentang Standar akreditasi Sekolah. Khususnya tentang manajemen berbasis sekolah.

5.Perturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya standard pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.

Mulyasa (2009: 11) menerangkan bahwa “Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi, yang ditunjukkan dengan pernyataan politik dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Hal tersebut diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso, maupun mikro.”

Nurkolis (2003) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Berbasis Sekolah:

1.Landasan filosofis

Landasan filosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.

2.Landasan Yuridis

UU no 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional 2000-2004 untuk sektor pendidikan disebutkan akan perlunya pelaksanaan manajemen otonomi pendidikan.

Umaedi, dkk (2009: 1. 1) mengemukakan beberapa landasan MBS antara lain:

1.Landasan yang Bersifat Filosofis

a.Nilai – nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama

b.Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai harapan.

2.Landasan yang Berdasarkan Hukum atau Peraturan Perundangan

a.UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas

b.UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.

c.Kepmendiknas No 044/U/2002

d.PP No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom.

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas tentang landasan manajemen berbasis sekolah, maka dapat disimpulkan bahwa yang melandasi munculnya MBS secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1.Landasan filosofis, yaitu landasan munculnya MBS yang berasal dari kehidupan masyarakat, antara lain cara hidup masyarakat, nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat dan kesepakatan-kesepakatan yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pelaksanaan MBS seyogyanya benar-benar melibatkan masyarakat dan memberdayakan peranserta masyarakat sekitar.

2.Landasan yuridis, yaitu landasan yang berasal dari pemerintah baik yang berwujud UU, PP, Keputusan Menteri, dan sebagainya. Dengan demikian, munculnya MBS memang benar-benar mempunyai landasan yang kuat baik itu yang berasal dari masyarakat maupun dari pemerintah. Oleh karena itu diharapkan meskipun wewenang telah diberikan kepada sekolah untuk mengatur dan mengembangkan sendiri sekolahnya, namun pelaksanaan MBS harus tetap pada koridor yang telah ditentukan agar pelaksanaan MBS berjalan secara baik dan terarah.

B.Konsep Pengembangan Pendidikan Masa Depan

Sekolah merupakan suatu system yang tersusun oleh beberapa komponen antara lain konteks, input, proses, output dan outcome. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan satu sama lain mulai dari konteks sampai dengan outcome. Di dalam tiap komponen terdapat manajemen pendidikan dan secara keseluruhan membentuk suatu pola.

Selama ini pola manajemen pendidikan yang disebut sebagai pola lama dinilai masih lemah. Oleh karena itu dengan adanya MBS yang menekankan otonomi daerah diharapkan terjadi perubahan kearah pola baru yang merupakan pola manajemen pendidikan masa depan yang lebih baik dari sebelumnya, lebih bernuansa otonomi serta demokratis. Depdiknas (2007: 11) menerangkan perubahan kearah pola baru seperti pada table di bawah ini:

Tabel Dimensi-Dimensi Perubahan Pola Manajemen Pendidikan

Pola Lama

Menuju

Pola Baru

Subordinasi

>>>>>>

Otonomi

Pengambilan keputusan terpusat

>>>>>>

Pengambilan keputusan partisipatif

Ruang gerak kaku

>>>>>>

Ruang gerak luwes

Pendekatan birokratik

>>>>>>

Pendekatan professional

Sentralistik

>>>>>>

Desentralistik

Diatur

>>>>>>

Motivasi diri

Overregulasi

>>>>>>

Deregulasi

Mengontrol

>>>>>>

Mempengaruhi

Mengarahkan

>>>>>>

Memfasilitasi

Menghindari resiko

>>>>>>

Mengelola resiko

Gunakan uang semuanya

>>>>>>

Gunakan uang seefisien mungkin

Individual yang cerdas

>>>>>>

Teamwork yang cerdas

Informasi terpribadi

>>>>>>

Informasi terbagi

Pendelegasian

>>>>>>

Pemberdayaan

Organisasi hirarkis

>>>>>>

Organisasi datar

Dengan melihat table di atas, dapat kita simpulkan bahwa dengan adanya MBS, terdapat upaya-upaya perubahan yang signifikan kearah yang lebih maju pada semua komponen dan aspek sekolah. Semua perubahan itu bertujuan agar penddidikan Indonesia di masa depan menjadi berkembang dan semakin baik, tak kalah dibandingkan negara-negara tetangga yang telah lebih dulu memajukan dan mengembangkan pendidikan mereka. Tidak ada kata terlambat, marilah mulai saat ini, sejak diberlakukannya MBS, kita perbaiki system manajemen pendidikan di Indonesia menuju pendidikan yang sejajar dengan negara-negara yang lebih maju.

C.Model dan Karakteristik MBS

Model MBS

Model MBS di satu Negara dengan Negara yang lain berbeda. Perbedaan tersebut terdapat pada bagian mana yang menjadi focus. Dalam http://adisujai.wordpress.com/2010/08/15/manajemen-berbasis-sekolah-solusi-peningkatan-kualitas-pendidikan-bagian-3/, diterangkan model-model MBS di berbagai Negara sebagai berikut:

1.Model MBS di Amerika Serikat: menekankan pengelolaan sekolah di tingkat sekolah itu sendiri.

2.Model MBS di Australia: memberi kewenangan sekolah dalam hal kurikulum, fleksibilitas penggunaan sumber daya sekolah, dan beberapa alternatif pengelolaan sekolah.

3.Model MBS di Hong Kong: menekankan inisiatif sekolah.

4.Model MBS di Kanada: menekankan pengambilan keputusan pada tingkat sekolah.

5.Model MBS di Inggris: menekankan pengelolaan dana pada tingkat sekolah.

6.Model MBS di Perancis: memberikan partsisipasi yang lebih besar pada ba

7.dan pengelola sekolah.

8.Model MBS di Nikaragua: munculnya sekolah otonom dalam hal personel,anggaran, kurikulum, dan pedagogi.

9.Model MBS di Selandia Baru: memfokuskan pada anggaran yang berbasis di sekolah (School- based Budget).

10.Model MBS di El Salvador: melibatkan orang tua siswa dan masyarakat dalampengelolaan sekolah.

11.Model MBS di Madagaskar: memfokuskan pada tingkat pendidikan dasar dnegan melibatkan peran serta masyarakat.

12.Model MBS di Indonesia: menekankan pada mutu yang dikenal dengan Manajemen peningkatan Mutu berbasis Sekolah (MPMBS). Model ini memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas kepada sekolah dan mendorong partsisipasi secara langsung serta peraturan warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu skeolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku.

Karakteristik MBS

Menurut Depdiknas (2007: 16-24), karakteristik MBS tidak dapat dipisahkan dengan karakteristik sekolah efektif. Jika MBS merupakan wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Berikut ini diuraikan karakteristik MBS mulai dari input sampai dengan output:

1.Input Pendidikan, terdiri dari:

a.Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas.

b.Sumberdaya tersedia dan siap.

c.Staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi.

d.Memiliki harapan prestasi yang tinggi.

e.Focus pada pelanggan (khususnya siswa).

f.Sekolah memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah.

2.Proses

a.Proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi.

b.Kepemimpinan sekolah yang kuat.

c.Lingkungan sekolah yang aman dan tertib.

d.Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.

e.Sekolah memiloiki budaya mutu.

f.Sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis.

g.Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian).

h.Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat.

i.Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen.

j.Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik).

k.Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.

l.Sekolah responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan.

m.Memiliki komunikasi yang baik.

n.Sekolah memiliki akuntabilitas.

o.Manajemen lingkungan hidup sekolahnya bagus.

p.Sekolah memiliki kemampuan menjaga sustainabilitras.

3.Output

Sekolah memiliki prestasi sesuai yang diharapkan.

Dengan memperhatikan karakteristik-karakteristik MBS yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa karena sekolah merupakan suatu system, maka karakter MBS melekat pada keseluruhan proses yang berjalan di sekolah. Sekolah yang menerapkan MBS akan tercermin dari karakteristik-karakteristik tersebut. Bila suatu sekolah mengaku telah menerapkan MBS maka lakukanlah refleksi bahwa apakah karakteristik-karakteristik tersebut sudah ada dalam kehidupan sekolah. Mungkin baru beberapa, namun usaha yang terbaik yang harus dilakukan adalah menjaga eksistensi karakteristik yang sudah ada kemudian sedikit demi sedikit meningkatkan dan terus meningkatkan dengan mengerahkan segala kemampuan demi tercapainya system pendidikan yang terbaik.

D.Mutu Pendidikan dan MBS

Mutu Pendidikan

Menurut pendapat Umaedi (2009), mutu diartikan sebagai derajat keunggulan sesuatu barang atau jasa dibandingkan dengan yang lain. Mutu dapat bersifat abstrak dan dapat juga bersifat nyata atau dapat dilihat secara kasat mata. Dalam suatu hal orang berkata bahwa cara berpikir seseorang bermutu, cara berpikir yang bermutu merupakan cara berpikir yang penuh dengan pertimbangan namun tidak goyah kesana atau kemari dan menghasilkan suatu keputusan yang matang dan yang terbaik. Begitulah gambaran mutu yang bersifat abstrak. Dalam lain hal ada lagi pernyataan misalnya bahwa tendangan bebas pemain itu bermutu, tendangan yang bermutu merupakan tendangan yang terarah dan mempunyai kecepatan atau arah bola dapat meliuk dengan disengaja oleh si penendang, nah itu adalah contoh mutu yang bersifat nyata karena jelas-jelas dapat dilihat mata kita.

Lalu bagaimanakah mutu dalam hal pendidikan? Mutu dalam hal pendidikan dapat ditinjau dari segi relevansinya dengan kebutuhan masyarakat, cepat tidaknya lulusan suatu lembaga pendidikan dalam memperoleh pekerjaan. Atau dapat dilihat dari manfaat pendidikan bagi individu, masyarakat atau bahkan Negara. Secara spesifik, ada yang melihat mutu pendidikan dari tinggi dan luasnya ilmu pengetahuan yang dicapai oleh seseorang yang menempuh pendidikan.

Manajemen Berbasis Sekolah dan Mutu Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, setiap lembaga pendidikan pasti selalu berusaha untuk mencapai suatu tujuan dimana salah satunya adalah meningkatkan dan terus meningkatkanmutu pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut tentu banyak hal-hal yang dilakukan antara lain dengan menerapkan sistem manajemen berbasis sekolah (MBS). Kaitan antara MBS dengan mutu pendidikan sangatlah jelas yaitu bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu tujuan dalam penerapan MBS.

Depdiknas (2007) menerangkan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang baik yaitu partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Selain itu juga dijelaskan secara lebih rinci bahwa peningkatan kinerja sekolah yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektivitas, efisiensi, produktivitas dan inovasi pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa memang benar bahwa peningkatan mutu atau kualitas pendidikan merupakan bagian dari tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan MBS di instansi-instansi bidang pendidikan.

Shrode Dan Voich dalam Nanang Fattah (2009) menerangkan bahwa tujuan utama manajemen adalah produktivitas dan kepuasan.Hal yang akan kita perhatikan di sini adalah produktivitas. Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang produktivitas maka perlu dipahami makna produktivitas itu sendiri. Sutermeister dalam Nanang Fattah (2009) menerangkan bahwa produktivitas adalah ukuran kuantitas dan kualitas kinerja dengan mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya. Secara khusus di bidang pendidikan formal, Allan Thomas dalam Nanang Fattah (2009) mengartikan bahwa produktivitas sekolah ditentukan oleh tiga fungsi utama, yaitu fungsi administrator, fungsi psikologis dan fungsi ekonomis. Masih dalam sumber yang sama, Gillmore mendasarkan produktivitas pada tiga aspek, yaitu prestasi akademis, kreativitas dan pemimpin. Secara lebih jelas, Mulyasa (2009) menerangkan bahwa MBS, yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respons pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penerapan MBS akan meningkatkan produktivitas dan di dalam produktivitas terdapat mutu pendidikan. MBS yang diterapkan secara baik akan memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar kepada sekolah, dimana dibebankan juga seperangkat tanggungjawab kepada sekolah tersebut agar penerapan MBS dilakukan sesuai koridor yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya penerapan MBS, otonomi sekolah akan berjalan dan memberikan wewenang kepada sekolah untuk mengelola secara mandiri sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kondisi setempat. Peran dan keterlibatan orang tua muird yang semakin besar diharapkan dapat memicu peningkatan prestasi peserta didik. Selain itu, MBS juga akan mendorong peningkatan profesionalisme guru serta kepala sekolah sebagai pemimin dalam sekolah. Peningkatan-peningkatan tersebut merupakan peningkatan mutu pendidikan yang merupakan salah satu tujuan dari penerapan MBS.

SUMBER:

Depdiknas. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Jakarta: Depdiknas.

http://adisujai.wordpress.com/2010/08/15/manajemen-berbasis-sekolah-solusi-peningkatan-kualitas-pendidikan-bagian-3/. Diunduh pada tanggal 17 maret 2011 pukul 08.00 WIB.

Mulyasa, E. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nanang Fattah. 2009. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Umaedi, dkk. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.

Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun