Mohon tunggu...
Ludovico R Adiwarta
Ludovico R Adiwarta Mohon Tunggu... -

menjadi katolik dan manggarai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pemandu Sorak dengan Jaket Almamater

10 Maret 2016   18:53 Diperbarui: 10 Maret 2016   19:03 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada masanya ketika jiwa saya bergetar saat melihat mahasiswa dengan jaket almamater. Mungkin bukan karena si mahasiswa yang tampak gagah, tetapi karena sebuah situasi yang terjadi. Waktu dan tempat yang menjadi seting. Dan motivasi si mahasiswa berada di lokasi.

Ada masanya ketika saya merasa bahwa mahasiswa dengan jaket almamater itu keren. Kesan inderawi yang membuat saya dengan mudah menyimpulkan bahwa si mahasiswa sedang berjuang untuk sesuatu yang penting bagi bangsa ini pada momen-momen yang akan menentukan bagaimana sejarah bangsa ini diceritakan.

Tetapi kesan itu sepertinya “past perfect” sempurna dan lampau. Karena saat ini saya malah menyaksikan pemandangan yang berbeda, yang ikut mengubah kesan saya.

Dulu saya merasa bahwa mahasiswa yang muncul dengan jas almamater itu benar-benar memiliki kharisma. Karena saya masih percaya bahwa banyak peristiwa penting di negara ini memiliki mahasiswa sebagai protagonisnya.

Kini saya tak lagi percaya, sebab mahasiswa dengan jaket almamater sekarang berbondong-bondong ke stasiun televisi untuk tertawa, mengikuti koreografi dan bersoarak. Para mahasiswa dengan jaket almamater itu hadir untuk menyaksikan tayangan komedi dan berperan sebagai penonton yang heboh. Jaket almamater hanya menjadi seragam untuk memperjelas identitas kelompok dan mereka berbahagia jika disebut namanya oleh si pemandu acara.

Kini mahasiswa dengan jaket almamater tak lagi sakti..dan generasi yang baru tumbuh besar akan direcoki dengan kesan ini: bahwa menjadi mahasiswa dengan jaket almamater itu alangkah sederhana dan mudah.

Kehidupan sudah terlalu menyenangkan, sehingga di luar belajar marilah kita melihat banyolan...sebab tertawa pada satu waktu adalah obat bius yang baik untuk melupakan.Salam Eaaaaa....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun