Pemerintah harus terlibat dalam pengembangan dan penerapan peraturan yang relevan dan efektif. Platform media sosial juga mempunyai kewajiban untuk memperkuat keamanan dan transparansi dalam penggunaan platform mereka untuk aktivitas politik. Pada saat yang sama, masyarakat sipil, termasuk organisasi nirlaba dan aktivis, dapat membantu menegakkan peraturan dan memperjuangkan kepentingan dan integritas pemilih dalam proses politik Langkah konkritnya antara lain dengan meningkatkan transparansi iklan politik online, membatasi
penggunaan bot dan akun palsu, serta meningkatkan pendidikan politik untuk meningkatkan literasi digital dan kritis masyarakat. Melalui pendekatan holistik dan kolaboratif, aturan kampanye digital dapat mengatasi tantangan yang ada dan memastikan bahwa media sosial tetap menjadi alat positif untuk memperkuat demokrasi dan partisipasi politik yang sehat.
Sumber Referensi
• Tandoc, E. C., Lim, Z. W., & Ling, R. (2018). Defining "Fake News." Digital Journalism, 6(2), 137-153.
• Bradshaw, S., & Howard, P. N. (2019). Troops, Trolls and Troublemakers: A Global Inventory of Organized Social Media Manipulation. The Computational Propaganda Research Project
Diakses dari: https://gdpr.eu/what-is-gdpr/ Diakses dari
https://www.brookings.edu/research/policymakers-need-better-data-to-counter-disinfo mation-online/
Lischka, J. A, & Knoll, J. (2020). Online Political Communication: A Review of Experimental Research. Political Communication, 37(4), 546-569.
Woolley, S. C. & Howard, P. N. (2016) Computational Propaganda in the United States of America: Manufacturing Consensus Online. Oxford, UK: Oxford University Press
Tafati, Y. & Cappella, J. N. (2005). Do People Watch What They Do Not Trust? Exploring the Association Between News Media Skepticism and Exposure Communication Research, 32(5), 576-601
Nielsen, R. K., & Graves, L. (2017) News You Don't Believe: Audience Perspectives on Fake News. Oxford, UK: Reuters Institute for the Study of Journalism.Informasi dapat dengan cepat