Kehidupan ini tidak selalu indah seperti apa yang kita inginkan, aku berusaha mengejar sesuatu yang aku inginkan tapi hasilnya tidak seindah apa yang aku inginkan. Mengeluh adalah sifat manusiawi, Â hal yang lumrah dan umum, tapi alangkah baik jika sifat mengeluh itu disimpan agar tidak menjadi titik lemah dimata orang lain.
Semua pasti memiliki keinginan, keinginan itulah yang sering kita sebut dengan cita-cita. Â Jika keinginan atau cita-cita terwujud lahirlah kata SUKSES atau berhasil. Keinginan setiap orang itu berbeda, tapi kebanyakan orang menginginkan banyak uang dan harta maupun sejenisnya. Â Maka dari itutidak perlu heran jika banyak orang menggambarkan, menyebutkan kata Sukses dengan banyaknya uang. Menurutku hal yang lumrah karena kebanyakan orang menginginkan uang, jika memiliki banyak uang ya sudah sukses.
Tapi menengok kembali bahwa setiap keinginan seseorang memiliki keinginan yang berbeda, memiliki mimpi yang berbeda dan memiliki cita-cita yang berbeda. Aku tidak munafik  bahwa aku membutuhkan uang tapi bukan sebagai prioritas, masih ada keinginan dan cita-cita yang lebih aku butuhkan daripada uang. Memang perlu waktu yang lama untuk menghapus kata munafik karena banyak yang mengartikan secara mentah "tidak ada orang yang tidak butuh duit/uang"  meskipun begitu aku tetap pada keinginanku, tetap pada kata hati yang menginginkan cita-cita itu bias terwujud.
 Aku akan bercerita tentang perjalanan" Menggenggam Mimpi" yang mana sebagai gambaran aku menolak untuk menyerah dengan keadaan akan mimpi yang tidak bisa membuatku  kaya atau yang tidak biasa dikatakan sukses oleh banyak orang.
Dahalu saat aku kecil ingin bermimpi untuk menjadi seorang Guru, tapi melihat keadaan aku membongkan diri bahwa aku ingin menjadi Tukang kayu yang dimana tidak ada dalam diriku. Karena saya tidak mungkin untuk mewujudkan apa yang aku inginkan, tapi setidaknya aku bias berusaha mewujudkan apa yang aku ucapkan yaitu menjadi tukang kayu. Tapi usaha itu  tidak pernah terbukti hasilnya karena tukang kayu tidak ada dalam diriku.
Aku terlalu memaksakan yang tidak mungkin aku bisa. Sampai-sampai aku menguburkan apa yang aku inginkan. Saya masih ingat saat saya duduk dibangku kelas lima, pada saat itu ibu Guru menyuruh satu persatu untuk mengungkapkan atau mengatakan tentang cita-cita karena saat itu pas pelajaran Bahasa Indonesia  yang dimana saat itu pas bertema tentang cita-cita.
tulisan ini juga tayang di blog pribadi penulis
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H