Namun hal ini perlahan mulai berubah semenjak SD Negeri juga berkembang kearah yang lebih baik. Dengan melihat kondisi sosial masyarakat yang seperti itu, SD Negeri yang berada pada daerah ini juga melakukan pembiasaan agama pada kegiatan sehari-harinya.
Seiring berjalannya waktu, persaingan antar sekolah tidak hanya terbatas pada sekolah di satu desa saja. Sekolah pada desa lain juga turut datang ke desa untuk menarik orangtua agar menyekolahkan anaknya di tempatnya.
Tak heran persaingan ini perlahan berubah ke persaingan yang cenderung negatif. Berbagai penawaran dilakukan, mulai dari antar jemput sekolahan hingga pemberian sesuatu kepada orang tua calon siswa.
Nah biasanya yang penawarannya lebih baik maka di tempat itulah mereka akan mendaftarkan anaknya untuk sekolah. Ini yang saya khawatirkan jika hal ini terus berkembang hingga sekarang.
Orang tua tidak memilih sekolah berdasarkan kualitas dan kompetensinya melainkan dari menarik atau tidaknya penawaran yang diberikan.
Satu hal yang saya harapkan, semoga praktik ini tidak terus berkembang kedepannya. Karena sekolah tempat saya melakoni penugasan mungkin pernah menjadi korbannya, karena saat ini sekolah ini tidak memiliki siswa kelas 5. Yang artinya tidak ada pendaftar pada tahun tersebut.
Semoga para orangtua di masa yang akan datang dapat lebih selektif dalam memilih sekolah tempat anak menimba ilmu, karena pada dasarnya masa sekolah dasar adalah saat bagi anak untuk mengembangkan kemampuan akademik hingga hal yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H