Kepada Bapak Ibu Guru Pendidik,
Dimanapun berada
Salam hormat,
Dunia saat ini sedang menghadapi keadaan yang tidak biasa. Pandemik virus Covid19 saat ini semakin merisaukan kita. Alhasil sikap cepat diambil oleh pemangku kebijakan: Study from Home (SFH), Work from Home (WFH) beberapa diantaranya. Model kebijakan ini diambil demi memutus rantai penyebaran virus itu, dengan konsep inti berupa "social distancing" dalam berinteraksi antar-manusia.
Hampir seminggu berlalu, sejak praktik SFH dan WFH diberlakukan, gegap gempita sambutan mengenai bagaimana kedua metode itu telah diwujudkan dalam berbagai kreatifitas yang ada, dengan berorientasi kepada capaian hasil yang efektif dan efisien, supaya tidak mengurangi kualitas dan kuantitas, baik itu dalam tataran hasil pekerjaan (WFH) ataupun hasil pembelajaran (SFH).
Selanjutnya, narasi ini ingin saya tujukan lebih khusus untuk memberi pandangan terkait dengan model Study from Home, yang saat ini sudah sudah dilakukan di sekolah-sekolah baik dari level PAUD sampai dengan Pendidikan Tinggi. Bukan bermaksud untuk menjadi pandangan pembenar, itikad tulisan ini sejatinya adalah untuk memberi masukan atau sekedar mengajak kembali merenungkan tentang hakikat yang sedang kita hadapi saat ini, dalam kaitannya dengan dunia pendidikan. Â Kebetulan juga karena saya adalah seorang pendidik, yang juga sama mempunyai tanggung jawab atas peserta didik yang saya ampu.
Kreatifitas menyambut pembelajaran berkonsep "social distancing" telah diterima luas, bahkan sampai ke level pendidikan terbawah, melalui model penugasan jarak jauh hingga kuliah jarak jauh dengan model daring (dalam jaringan).Â
Hampir semua guru dan dosen menyambut sukacita pelaksanaan metode ini, salah satunya adalah dengan memberi penugasan terstruktur mingguan, bahkan juga harian.Â
Hasilnya, kuantitas Pekerjaan Rumah mahasiswa atau siswa terakumulasi begitu banyaknya. Ketika setiap dosen di Perguruan Tinggi pada satu mata kuliah memberi satu tugas, bayangkan saja berapa tugas yang harus dibuat oleh seorang mahasiswa, dan berapa enerji yang dikompensasikan untuk menunaikan tugas itu.
Hal ini sejatinya kontradiktif dengan konsep pendidikan yang sudah diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat ini. Ide-ide pembelajaran yang pada level pendidikan tinggi bahkan dinamai sebagai "Kampus Merdeka", menghendaki proses pembelajaran mandiri yang justru didapatkan di luar bangku-bangku perkuliahan, diluar ukuran-ukuran penilaian berbasis tes yang selama ini menjadi parameter.
Senada dengan konsep pembelajaran merdeka, saya melihat bahwa pekan pertama pembelajaran dengan konsep SFH tidaklah relevan dengan keadaan saat ini. Di tengah pandemik yang begitu merisaukan, sekolah-sekolah dari Perguruan Tinggi bahkan sampai ke level PAUD bersikap "latah" memberi penugasan jarak jauh kepada siswa-siswanya, terstruktur seolah menggantikan pembelajaran hari ke hari yang semestinya dilakukan di sekolah.