Mohon tunggu...
Aditya Wirananda
Aditya Wirananda Mohon Tunggu... Penulis - Biasa saja

Saya hanyalah kata ganti orang pertama dalam Bahasa Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Naikkan Harga Premium!

5 Maret 2012   06:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:29 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu kenaikan hargam premium akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat, utamanya pengguna kendaraan bermotor dengan bahan bakar premium. Berbagai opini mulai tersebar di masyarakat terkait kenaikan harga premium. Mulai dari yang setuju sampai yang tidak setuju.

Secara pribadi saya setuju dengan kenaikan harga premium, terlepas dari keputusan mana yang diambil, dinaikkan Rp 1500,- per liter ataupun subsidi Rp 2000,- per liter dengan harga floating. Memang sudah sepantasnya harga premium naik. Berikut beberapa alasan saya menyetujui kenaikan harga premium. Di luar kaitan langsung dengan APBN sebagaimana seringkali terdengar.

Ada komoditi lain yang lebih pantas disubsidi. Subsidi bahan bakar jenis lain lebih penting daripada premium. Sebagaimana kita tahu harga premium saat ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan harga minyak goreng. Padahal, masyarakat kurang mampu tentu lebih banyak mengkonsumsi minyak goreng daripada premium. Tentu saja, hampir setiap lapisan masyarakat mengkonsumsi gorengan, yang mana dalam prosesnya menggunakan minyak goreng. Lalu, ada berapa jumlah penjual gorengan di negeri ini? Berapa dari mereka yang berjualan menggunakan sepeda motor? Dengan demikian, adakah premium lebih pantas disubsidi ketimbang minyak goreng? Bukankah pangan lebih pokok daripada tunggangan?

Pengguna premium sebagaimana kita tahu, sekurang-kurang mampunya mereka, setidaknya mereka masih dapat membeli kendaraan yang mengkonsumsi premium. Artinya, kemampuan membeli mereka lebih tinggi daripada konsumen minyak goreng. Dari jumlah pemotor saja, jelas kondisi ekonomi mereka lebih baik daripada mereka yang mengkonsumsi minyak goreng tanpa mengkonsumsi premium. Belum lagi ketika pengendara mobil turut diperhitungkan. Berapa liter premium harus disubsidi dalam sehari? Berapa rupiah harus dikeluarkan dalam sehari? Untuk setiap motor? Untuk setiap mobil? Sudahkah benar berorientasi pada kesejahteraan umum? Sudahkah merujuk pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?

Pun belum diperhitungkan lagi berapa orang yang akan memutuskan untuk membeli kendaraan pribadi dengan harga premium seperti sekarang? Dengan mekanisme kredit semudah saat ini? Bagaimana efeknya terhadap kemacetan? Akankah lebih baik dengan tetap memberikan subsidi premium sebagaimana sekarang ini?

Alih-alih mengucurkan dana sebegitu besar untuk subsidi premium, bukankah lebih baik bila untuk subsidi komoditi lain yang lebih penting dan perbaikan transportasi umum? Sebagaimana dapat kita rasakan, terutama di ibukota, betapa tidak jelasnya nasib pengguna kendaraan umum? Adakah kenyamanan dijanjikan? Adakah keamanan dijamin? Adakah ketepatan waktu yang dijan jikan oleh transportasi umum?

Belum lagi dengan kondisi jalan di daerah. Bukankah lebih elok ketika subsidi premium beralih untuk perbaikan jalan di daerah. Coba tengok bagaimana kondisi jalur pantura yang konon jalur utama dari Jawa Timur, Jawa Tengah menuju Jakarta. Bagaimana juga dengan akses yang ada di daerah di luar pulau Jawa? Sudahkah kesejahteraan umum terwujud? Sudahkah keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia terlaksanakan?

Sebagai penutup, siapa yang selama ini paling diuntungkan dengan adanya subsidi premium? Rakyat kecil kah? Pengendara motor kah? Pemobil kah? Tentu dapat kita nilai sendiri siapa paling banyak merasakan efek subsidi premium selama ini. Tentu konsumsi rakyat kecil (tidak punya kendaraan bermotor) lebih kecil dibanding pengendara motor. Dan, konsumsi premium oleh pengendara motor juga jauh lebih kecil dibandingkan jumlah yang dikonsumsi pemobil dalam sehari. Artinya, mereka yang merasakan efek subsidi premium justru mereka yang secara finansial tidak begitu kekurangan. Lalu? Burukkah menaikkan harga premium?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun