Mahasiswa dikenal sebagai agent of change, agent of control, dan agent of social, setidaknya itu yang melekat pada mahasiswa. Mahasiswa juga identik dengan aksi demonstrasi ketika ada kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat, serta memperjuangkan idealisme yang menjadi barang mewah. Terbukti mahasiswa mampu menggulingkan penguasa yang otoriter, korupsi, kolusi, nepotisme pada tahun 1998, dan peristiwa itu dikenal sebagai reformasi.
Reformasi tak mungkin terjadi jika mahasiswa tidak memiliki daya pikir yang kritis terhadap keadaan sosial yang dialami, dan berpikir kritis lahir dari budaya membaca buku, menulis dan berdiskusi. Karena membaca buku adalah salahsatu cara menjaga akal sehat, menulis mengasah daya kritis individu mahasiswa dalam sebuah tulisan dan agar tidak terjebak dalam absolutisme dalam berpendapat maka dibarengi dengan berdiskusi.Â
Hal ini dilakukan agar daya kritis mahasiswa tumbuh dan terus terjaga, bahkan sebelum menggelar aksi demonstrasi Badan Eksekutif Mahasiswa juga perlu melakukan kajian ilmiah.
Sebagai kaum intelektual, mahasiswa diharuskan menulis karya tulis ilmiah seperti jurnal, skripsi, disertasi, maupun tesis, dan hal ini telah mengakar di Dunia akademisi, serta menjadi salahsatu syarat kelulusan bagi mahasiswa. Ubaidillah dalam Wibawanto mengatakan sebenarnya, bagi mahasiswa untuk bisa menulis, tidak perlu memiliki banyak modal. Sebab untuk menulis, seseorang hanya membutuhkan tiga hal, yaitu, ilmu pengetahuan, inspirasi, dan kemauan (Wibawanto, 2013).
Salahsatu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ialah dengan membaca buku, kampus menyediakan buku-buku di perpustakaan sebagai lumbung ilmu pengetahuan. Setiap mahasiswa bebas mengaksesnya untuk keperluan akademik maupun non akademik. Untuk inspirasi sebenarnya dapat diperoleh dimana saja, pada apa saja, kapan saja dan pada siapa saja. Kemudian perihal kemauan menjadi persoalan penting, sebab tanpa kemauan mahasiswa untuk membaca buku maka mahasiswa tidak memiliki modal ilmu pengetahuan untuk menulis karya ilmiahnya.
Indonesia di kancah internasional dinobatkan oleh UNESCO sebagai negara dengan urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Menurut data UNESCO minat membaca Indonesia sungguh memprihatinkan sebab hanya 0,001% artinya dari seribu orang hanya satu yang rajin membaca. Kemudian riset yang dilakukan oleh Central Connecticut State University bertajuk World's Most Literate Nation Ranked menunjukkan indonesia menduduki posisi ke 60 dari 61 negara soal minat baca. Ini tentu sebuah tamparan keras, bagaimana sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam namun minat membacanya sangat ironis.
Degradasi literasi di kalangan mahasiswa dipengaruhi oleh banyak faktor, salahsatunya ialah kemajuan teknologi. Dimana teknologi seperti tombak bermata dua, teknologi mempermudah aktivitas manusia dalam kehidupan namun dilain sisi teknologi juga membuat mahasiswa kehilangan daya pikir kritisnya. teknologi tak melulu menyediakan informasi, namun juga menawarkan fitur permainan dan mahasiswa kerap terjebak di fitur ini.Â
Bermain hingga subuh hanya demi mengejar target angka, menyianyiakan waktu yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membaca maupun mengakses beragam jurnal guna kepentingan kuliah. Â
Hal lainnya yang perlu menjadi perhatian bersama ialah begitu mudahnya mahasiswa terpapar oleh hoaks yang beredar di sosial media, mahasiswa menerima informasi tanpa menyaring terlebih dahulu lalu membagikan informasi tersebut tanpa tahu kebenarannya. Seperti yang telah disinggung diatas, mahasiswa kehilangan daya pikir kritisnya.Â
Mahasiswa yang dikenal sebagai kaum intelektual begitu mudah dipengaruhi oleh informasi-informasi hoaks, dan ini adalah salahsatu bukti degradasi literasi. Salahsatu cara melawan hoaks yang tidak dapat ditawar ialah dengan membiasakan diri dengan literasi, membaca buku bagi mahasiswa haruslah menjadi sebuah kebiasaan. Membaca bagi sebagian mahasiswa memang menjadi hal yang menbosankan, bahkan ada yang mengatakan obat mujarap untuk orang-orang insomnia adalah dengan membaca buku.
Selama ini membaca buku terutama di perpustakan merupakan kegiatan yang membosankan, seperti membaca dengan pendingin ruangan, meja dan kursi untuk membaca, buku-buku yang tersusun di rak, serta peminjaman secara mandiri tidak lagi menjadi daya tarik perpustakaan untuk menarik minat mahasiswa untuk membaca.Â
Namun di UNSYIAH dibawah pengelolaan UPT Perpustakaan UNSYIAH membaca buku menjadi hal yang menyenangkan, UPT Perpustakaan UNSYIAH menyadari perkembangan zaman serta memperhatikan trend mahasiswa masa kini untuk mau membaca buku di perpustakan. Ini merupakan strategi UPT Perpustakan UNSYIAH untuk membumikan literasi dengan menyesuaikan perkembangan zaman.
Adapun beberapa strategi yang dijalankan oleh UPT Perpustakaan UNSYIAH seperti OPAC (Open Public Access Catalog), dimana mahasiswa dapat mengakses buku-buku yang ada di Perpustakaan UNSYIAH melalui komputer maupun smartphone, tidak hanya mahasiswa yang dapat mengakses OPAC masyarakat juga dapat mengaksesnya. Jadi pengunjung perpustakan tidak perlu lagi repot berjam-jam mencari letak buku yang diinginkan. Selain mempermudah pencarian letak buku yang dicari, OPAC  juga menghemat waktu pengunjung.
Perpustakan UNSYIAH juga menyediakan ruangan diskusi untuk mahasiswa, diskusi memang tak dapat dipisahkan dari mahasiswa selain menambah ilmu pengetahuan dengan membaca, berdiskusi adalah saluran untuk mengemukakan pendapat Agar mahasiswa tidak terjebak dalam absolutisme berpendapat.Â
Diruangan diskusi ini Perpustakaan UNSYIAH memberikan meja berbentuk bulat maupun persegi panjang dan beralaskan karpet. Dengan suasana yang mendukung, diskusi menjadi lebih interaktif dan menyenangkan.
Apabila Perpustakaan pada umumnya hanya menyediakan  kursi dan meja seadaanya untuk membaca, berbeda halnya dengan Perpustakan UNSYIAH, Perpustakaan melengkapi ruang membaca dengan sofa. Ini membuat mahasiswa yang berkunjung ke Perpustakaan dan membaca buku di sofa menjadi terasa nyaman dan menikmati buku bacaannya.
Open Educational Resources yang dimiliki oleh UPT Perpustakaan UNSYIAH merupakan hasil kerjasama dengan UKM Literasi, guna menunjang bahan ajar berlisensi Creative Commons bagi mahasiswa yang membutuhkan. Tidak hanya mahasiswa yang sedang mencari bahan ajar, namun siapapun yang memiliki buku, slide presentasi, atau video dapat menyumbangkannya ke Open Educational Resources. Dengan adanya Open Educational Resources menambah referensi yang dimiliki oleh UPT Perpustakan UNSYIAH.
Saat mahasiswa disibukkan dengan kegiatan organisasi maupun tugas kuliah, tak jarang mahasiswa lupa untuk mengembalikan buku yang dipinjamnya dari Perpustakan. Hal ini tentu berdampak pada pemberian denda terhadap mahasiswa yang telat mengembalikan buku. Namun tidak perlu khawatir UPT Perpustakaan UNSYIAH memiliki cara yang begitu menarik dalam pengembalian buku yaitu melalui UILIS dan bahkan sudah ada versi Aplikasinya di Play Store maupun Apple Store. UILIS sendiri dilengkapi fitur Online Public Access Catalog, Open Educational Resources, histori peminjaman dan perpanjangan buku secara online kapanpun dan dimanapun.
Mahasiswa tidak dapat lepas dari gaya hidup nongkrong, dan kini membaca buku yang tengah digandrungi oleh kaum muda  ialah membaca dengan suguhan secangkir minuman, entah itu teh ataupun kopi  yang membuat suasana membaca menjadi terasa santai. UPT Perpustakaan UNSYIAH sangat jeli melihat hal tersebut hingga membangun sebuah cafe di area perpustakaan guna menarik minat mahasiswa untuk berkunjung dan membaca buku sembari nongkrong menikmati suguhan minuman di Libri Cafe.Â
Bisa nongkrong sembari membaca buku di Libri Cafe membuat waktu mahasiswa menjadi produktif, selain menikmati suguhan teh ataupun kopi dengan santai mahasiswa juga menambah ilmu pengetahuannya.
Libri Cafe kerap dijadikan tempat untuk menyalurkan bakat-bakat mahasiswa berbasis literasi seperti membaca puisi, musikalisasi puisi, akustik dan masih banyak lagi. Kegiatan-kegiatan tersebut memperlihatkan perpustakaan UNSYIAH serius dalam menarik dan menumbuhkan semangat literasi pada mahasiswa melalui kegiatan-kegiatan berbasis literasi yang diadakan.Â
Ditahun 2020 ini UPT Perpustakaan UNSYIAH bersama UKM Literasi UNSYIAH kembali mengadakan Unsyiah Library Fiesta 2020 setelah tahun sebelumnya sukses mengadakan kegiatan serupa. Alhasil deretan prestasi disabet oleh UPT Perpustakaan UNSYIAH, seperti terakreditasi A dari BAN-PT sejak 2012 dan mendapat Sertifikat ISO 9001: 2008 dari Jerman. Perpustakaan Unsyiah juga mendapat sertifikasi internasional ISO 27001 dalam bidang Keamanan Informasi Sistem Perpustakaan dengan aplikasi OPAC, OER, dan Room Booking.Â
Sertifikasi ini disahkan oleh Dakks, Badan Akreditasi Nasional Jerman. Perpustakaan Unsyiah merupakan unit kerja pertama dalam lingkup perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia yang mendapatkan sertifikasi ISO 27001. Penghargaan dari Jerman itu baru pertama diberikan kepada perpustakaan di Indonesia karena memiliki prestasi sangat cemerlang di luar Jerman. (Humas Unsyiah: 2019)
Lingkungan sosial yang mendukung membuat minat baca mahasiswa tumbuh, memang sudah seharusnya mahasiswa melek literasi, sebagai kaum intelektual yang menjadi agent of change, control & social haruslah memiliki wawasan yang luas. Mahasiswa juga harus menguasai literasi sebagai salahsatu kemampuan untuk menjawab tantangan zaman serta mengasah tajamnya analisia serta daya pikir kritis yang dituangkan kedalam tulisan ilmiah.
Daftar Bacaan:
Humas Unsyiah. 2019. Perpustakaan Unsyiah Masuk Unsyiah MAsuk Nominasi Peroleh SNI Award, Pertama di Indonesia, diakses pada 11 Maret 2020.
Wibawanto, Alwan. 2013. Menumbuhkan Minat Baca dan Tulis Mahasiswa. Vol. 5 No. 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H