Saat Lokasi Bencana Jadi Obyek Wisata
“Tragedi lumpur Lapindo yang terjadi pada 27 Mei 2006 mengisahkan duka mendalam bagi masyarakat porong-Sidoarjo. Akibat kelalaian manusia sekitar 1300 hektar, 16 Desa di 3 kecamatan menjadi danau lumpur panas. Namun, lokasi bencana itu kini malah berubah menjadi destinasi yang didatangi masyarakat lokal dan bahkan hingga mancanegara.”
Dengan dikelilingi oleh tanggul yang cukup tinggi, serta ketebalan tanggul membuat kendaraan roda empat dan dua bisa berjalan lalu lalang di atas tanggul. Memudahkan para wisatawan untuk dapat melihat panorama danau dengan semburan lumpur panas yang hingga kini masih menyembur dari perut bumi.
Rasa ingin tahu yang besar membuat para pelancong menyempatkan waktu untuk singgah dan mengunjungi danau lumpur panas itu. Pohon cemara ditanam dengan jarak tanam yang teratur, tampak mempercantik jalan masuk lokasi pusat semburan ini. Meski ada sebagian yang mengering akibat kemarau panjang.
Selain itu pompa-pompa air dengan ukuran besar, kapal keruk, mess karyawan BPLS seolah menjadi rongsokan pelengkap pemandangan di sekitar danau lumpur yang sudah 7 tahun ada di kota udang itu.
Sebelum memasuki tanggul di sekitar Jl Raya Porong, tampak banyak warga sekitar yang mendirikan warung makanan dan minuman. Mereka mencari rejeki dengan berjualan untuk menambah penghasilan dan memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.
Warung sederhana itu menyajikan makanan khas kota Porong yang bernama ote-ote, ditambah dengan bumbu petis yang menjadi pelengkap suasana dan juga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh untuk keluarga atau saudara di rumah.
Ketika sampai di pintu masuk tanggul pengunjung akan dikenakan tarif Rp. 5000,- per orang. Dan setelah berada di dalam areal, para pengunjung masih dipungut biaya sukarela oleh warga setempat sebelum memasuki lokasi pusat semburan.
Luasnya danau dan panasnya terik matahari yang menyengat, membuat pengunjung tidak bisa berkeliling dengan berjalan kaki karena akan membuat lelah. Sehingga diharuskan untuk menggunakan kendaraan seperti motor atau mobil.
Untuk pengunjung yang tidak membawa kendaraan pribadi, bisa menggunakan jasa ojek motor yang telah disediakan oleh warga sekitar. Harga yang ditawarkanpun relatif murah, tapi besaran pastinya sesuai hasil negosiasi.
Selain itu, setiap wisatawan yang datang akan ditawari souvenir, berupa kaos dan CD tentang tragedi lumpur panas lapindo. Serta terdapat juga jasa layanan sewa payung untuk para pelancong yang tak ingin kulitnya tersengat sinar matahari.
Kepulan asap akan tampak terlihat ketika berada diatas tanggul. Disana asal mula tragedi dan juga merupakan pusat utama semburan. Bau khas yang menyengat seperti belerang atau gas muncul dan hilang diterpa hembusan angin.
Material lumpur yang telah mengering karena musim kemarau menjadi lokasi yang nyaman bagi wisatawan untuk berfoto untuk kenang-kenangan, menggunakan latar belakang danau lumpur yang mengeras dan menjadi retakan.*dit
When Disaster Site To Be Tourism Destination
“Lapindo mud tragedy that occurred on May 27, 2006 tells of deep sorrow for the people of Porong - Sidoarjo. Due to human negligence approximately 1300 acres, 16 villages at 3 districts into mud lakes. However, the disaster has now turned into a destination even attended the local community and even to foreign countries.”
Surrounded by levees high enough, and the thickness of the dike made four wheeler and two could walk back and forth on top of the embankment. Facilitate the tourists to be able to see the view of the lake with a mud volcano is still gush from the bowels of the earth.
Great curiosity makes guests take the time to stop by and visit the hot mud lake. Spruce planted with regular spacing, driveway looks beautify the location of the center of explosion. Although there are some that dry due to drought.
Besides water pumps with large size, dredgers, BPLS employees hostel as a complementary view of the wreckage around the lake mud that has been 7 years in the city’s of shrimp.
Before entering the dike around Porong highway, looks a lot of local people who set up food and drink stalls. They seek fortune by selling to increase revenue and improve the economic conditions of the family.
The simple stalls serving Porong typical food called ote - ote, coupled with complementary spice paste that into the atmosphere and can also be used as souvenirs for family and relatives at home.
When they reached the entrance of the visitor dike will be charged IDR 5 thousand per person. And after being in the area, visitors are still free of charge voluntarily by local residents before entering the central location of bursts.
The breadth of the lake and the heat of the scorching sun, making visitors could not get around on foot because it will make you tired. Thus required to use vehicles such as motorcycles or cars.
For visitors who do not bring personal vehicles, could use a motorcycle taxi services provided by local residents. Prices that offered are cheap relatively, but certainly appropriate amount negotiated.
In addition, every tourist who comes to be offered souvenirs, such as T-shirts and CDs about the tragedy of Lapindo mud. And there is also an umbrella rental services to the travelers who do not want their skin to sunlight stung.
Smoke will appear visible when it is above the embankment. In that origin locations of tragedy and there is also a major center bursts. A distinctive odor that stung like sulfur or gas appear and disappear buffeted by gusts of wind.
Material that has been dried mud because of drought be a convenient location for tourists to take pictures for a keepsake, using background hardened mud lake and into cracks.*dit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H