[caption id="attachment_174800" align="alignnone" width="640" caption="Tiket Roro Mendut"][/caption]
Sekitar pukul7 malam, saya pun memasuki kawasan Taman Ismail Marzuki di kawasan Cikini, Jakarta Pusat yang menurut kisah digagas dan dibangun pada masa Bang Ali Sadikin menjadi orang nomer satu di DKI Jakarta.
Belum terlalu banyak pengunjung di Teater Jakarta, dan akhirnya tiket kelas balkon yang termurah yaitu 150 ribu menjadi milik saya. Ini adalah pertama kali saya berkunjung ke Teater Jakarta, dan sekilas bangunannya sangat megah dan tidak kalah dengan gedung sejenis di kota-kota internasional. Ternyata teater ini sendiri merupakan salah satu teater paling modern di Indonesia yang mampu menampung sekitar 1200 orang penonton dan diresmikan pada oktober 2010.
[caption id="attachment_174801" align="alignnone" width="480" caption="Tempat Penonton Mejeng"]
Memasuki beranda gedung teater, terlihat ruang yang cukup nyaman dan ada beberapa gerai makanan tradisionalkhas Betawi, Lumayan juga buat mengisi perut sebelum menikmati pertunjukan “Roro Mendut, Kisah Kasih Tak Sampai” yang diproduksi oleh Banyumili ini.
Pertunjukanteater yang berdasarkan legenda rakyat pesisir utara pulau Jawa ini diambil dari cerita yang pernah dibukukan oleh Romo Mangun. Settingnya adalah pada masa Sultan Agung berkuasa di kerajaan Mataram di awal abad ke 17.Roro Mendut sendiri merupakan anak nelayan yang berani melawan kemapanan dan kekuasaan Tumenggung Wiroguno.
[caption id="attachment_174802" align="alignnone" width="640" caption="Gedung Teater Jakarta yang Megah"]
Cerita mengalir begitu saja, dengan latar belakang lagu-lagu dan juga tarian khas Jawa, pertunjukan yang juga diperkuat oleh para penari dari Wayang Orang Bharata dari Jakarta dan juga ISI Solo ini memang memberikan sedikit penawar dahaga bagi yang haus akan hiburan bernuansa Jawa. Namun, setting panggung yang canggih dan juga tata cahaya yang mempesona memberikan nilai tambah yang patut diacungkan jempol bagi pertunjukan ini.
[caption id="attachment_174803" align="alignnone" width="640" caption="Adegan di Wirogunan"]
Roro Mendut yang diperankan oleh Happy Salma nampak sangat anggun, dan kisah percintaannya yang berakhir dengan tragis dengan Pranacitra yang diperankan oleh Ali Marsudi memang sudah diterka dari awal oleh penonton, sehingga tidak memberikan kejutan-kejutan cerita. Sementara peran antagonis Ray Sahetapysebagai Tumenggung Wiroguna juga tampak memukau dengan panggilan khas “Nyai” kepada isterinya yaitu Nyai Ageng yang diperankan Aylawati Sarwono memberikan sedikit sentuhan humor kepada penonton.
[caption id="attachment_174804" align="alignnone" width="640" caption="Salah Satu Adegan"]
Namun, lakon yang sutradarai oleh Ida Soeseno dan dibantu oleh Kak Henny Poerwonegoro sebagai MC ini nampak semakin hidup dengan penampilan Debby Sahertian sebagai Genduk Duku. Puncak acara yang paling menghibur adalah adegan di pasar ketika Roro Mendut menjual rokok, dimana banyak sekali guyonan segar khas jawa yang mebuat malam di TIM semakin panas. Sayangnya Teater Jakarta belum dilengkapi oleh teks baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris untuk sebagian penonton yang tidak mengerti Bahasa Jawa.
Pendek kata kehadiran Opera Legenda Roro Mendut yang merupakan produksi kedua Banyumili ini dapat memperkaya dan menghadirkan kembali warisan budaya leluhur yang kian dilupakan.
[caption id="attachment_174805" align="alignnone" width="480" caption="Seluruh Pemain Opera Roro Mendut"]
Menurut Executive Producer Enny Sukamto di buku panduan acara yang dibagikan kepada penonton, karya Roro Mendut ini dipersembahkan oleh para perempuan Indonesia, untuk menggambarkan keperkasaan perempuan Jawa di masa lalu yang diharapkan dapat memberikan inspirasi dan pembelajaran kepada para perempuan masa kini untuk berangkat lebih maju. Setidaknya memajukan diri sendiri, lingkungan, negara dan bangsa. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H