Tidak hanya jenis serbuk sari purba, jenis serbuk sari dari tanaman modern juga diteliti dan didokumentasikan dengan cermat. Hasil dokumentasi dari tanaman modern inilah yang digunakan sebagai pembanding terhadap fosil serbuk sari purba yang ditemukan.
Fakta menariknya, jenis serbuk sari tanaman tidak berubah sejak pertama kali tanaman memproduksinya. Bahkan beberapa jenis serbuk sari tidak berubah selama lebih dari 100 juta tahun. Berdasarkan fakta ini, para palynologist yakin bahwa jika ada jenis serbuk sari purba yang menyerupai serbuk sari modern, maka bisa dipastikan bahwa serbuk sari itu dihasilkan oleh jenis tanaman yang sama.
Catatan dan hasil perbandingan antara serbuk sari tanaman modern dan tanaman purba tersebut digunakan untuk membantu membangun gambaran ekosistem kuno.
Dalam rekonstruksi, termasuk yang ada di rekonstruksi fossils-Deep Time-nya David H. Koch Hall, jenis tanaman yang ditampilkan didasarkan pada data hasil penelitian yang disusun oleh palynologist dan paleobotanist yang mempelajari serbuk sari dan daun. Hasil rekonstruksi yang cermat membantu kita untuk melihat bagaimana kondisi alam di masa lalu dan jenis tanaman apa saja yang ada di sana, sehingga kita bisa memahami keseluruhan ekosistem di masa itu.
Dalam penelitiannya di program Peter Buck Postdoctoral Research Fellowship, Dr. Vera bersama dengan advisornya, Dr. Scott Wing menggunakan spora fosil dan serbuk sari yang diekstrak dari bebatuan di daerah Wyoming untuk merekonstruksi lanskap Wyoming 56 juta tahun yang lalu.
Dr. Vera mengatakan, fosil serbuk sari yang ia teliti menunjukkan bahwa dulu di tempat itu terdapat pohon-pohon palem dan kacang-kacangan yang kini bisa kita temui di hutan subtropis kering. Penemuan ini mengindikasikan bahwa 56 juta tahun yang lalu Wyoming ditumbuhi oleh hutan subtropis, dan keadaan itu sangat berbeda dengan yang ada di sana saat ini.
Dengan demikian, penelitian fosil serbuk sari dapat membantu kita untuk kembali ke masa lalu dan melihat bagaimana bumi telah berevolusi. Dengan mempelajari masa lalu bumi, kita juga dapat memahami perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia dewasa ini, dan berikutnya kita bisa mempelajari bagaimana langkah kita selanjutnya untuk membentuk masa depan yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H