Mohon tunggu...
Adityarini K.
Adityarini K. Mohon Tunggu... Lainnya - Pembaca

Senang membaca tulisan dengan berbagai tema, terutama yang berkaitan dengan bahasa dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Benarkah Menanam Banyak Pohon adalah Cara Paling Efektif untuk Memerangi Perubahan Iklim?

4 November 2020   22:11 Diperbarui: 29 Januari 2021   23:03 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Noah Buscher/Unsplash.com

Studi dan pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa menanam banyak pohon tidak selalu berdampak positif terhadap perlindungan alam dan pencegahan perubahan iklim.

Upaya melindungi lingkungan dengan menanam pohon sudah dilakukan manusia selama puluhan tahun dan memiliki perjalanan yang panjang. Sejak tahun 1977, aksi ini suah diwujudkan melalui sebuah program bernama The Green Belt Movement yang bertempat di Afrika. Pada tahun 2006, United Nation Environment Programme (UNEP) mengeluarkan program serupa bernama The Billion Tree Campaign

Belum lama, tepatnya pada tahun 2015, PBB dalam konferensi Perubahan Iklim yang diadakan di Paris menetapkan The Paris Agreement. Ada juga kampanye-kampanye penanaman pohon lain seperti Trillion Tree Campaign, palform 1T.org dan mungkin masih banyak lagi.

Bersama dengan kampanye-kampanye tersebut, berbagai negara di dunia berlomba-lomba untuk melakukan reforestation (memulihkan hutan yang sudah rusak) dan afforestation (menanam pohon di daerah yang sebelumnya tidak ditanami pohon). 

Klaim-klaim atas penanaman pohon dan seremonial aksi menanam pohon pun bermunculan. Misalnya di Inggris, India, China, dan negara-negara lainnya. Di Indonesia pun sama, dari lembaga sekolah, kepala daerah, sampai lembaga kementerian mengklaim telah menanam pohon dalam jumlah yang besar.

Gerakan menanam pohon sebagai solusi mencegah perubahan iklim bukan tanpa dasar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pohon secara alami dapat berperan sebagai agen penyerap karbon. Namun penelitian yang cukup menggemparkan adalah sebuah studi yang dipublikasikan pada bulan Juli 2019. 

Dilansir dari BBC, penelitian yang dipimpin oleh Thomas Crowther dari ETH-Zurich ini memperkirakan bahwa bumi masih memiliki ruang seluas kurang lebih 3.5 juta kilometer persegi untuk penambahan 0.9 miliar hektar hutan yang dapat menyerap sekitar 752 miliar ton CO2 setelah hutan dewasa, atau setara dengan ¼ karbon yang ada di atmosfer. Dari hasil penelitiannya, tim peneliti mengatakan bahwa menanam pohon adalah solusi paling efektif untuk mengatasi perubahan iklim.

Tampaknya penelitian ini adalah angin segar yang memberi solusi termudah dalam upaya memerangi krisis iklim yang selama ini kita khawatirkan. Namun, segera setelah penelitian ini diumumkan, para ahli iklim lain bertubi-tubi memberikan kritikan, terutama perihal estimasi kemampuan pohon dalam menyerap karbon yang dianggap terlalu berlebihan dan beberapa fakta bahwa sebagian besar daerah potensial yang disebutkan di dalam penelitian itu ternyata sudah ditanami pohon. 

Penelitian ini pun segera direvisi dan hasilnya dipublikasikan pada bulan Mei 2020. Di dalamnya, Crowther dan timnya memberi pengakuan bahwa klaimnya pada penelitian sebelumnya memang “tidak benar” dan datanya memuat beberapa “kesalahan”. Dengan demikian, klaim “menanam pohon adalah solusi paling efektif untuk mengatasi perubahan iklim” kembali dipertanyakan.

Dalam jumlah besar tidak diragukan bahwa pohon dapat menyerap banyak karbon, namun faktanya saat ini jumlah lahan nonhutan yang dapat ditanami pohon sangatlah sedikit. 

Sebagaimana yang saya kutip dari Insideclimate News, Scott Denning, seorang ilmuwan atmosfer dari universitas Colorado mengatakan bahwa sebagian besar lahan yang layak ditanami pohon sudah digunakan untuk pertanian dan perkotaan, sedangkan sebagian besar tempat yang potensial untuk dijadikan hutan seperti Amazon, Kongo, Indonesia, dan Asia Tenggara sudah memiliki hutan. Ini artinya bumi tidak memiliki lahan seluas itu untuk ditanami pohon, sehingga program penanaman satu trilyun pohon mungkin tidak akan dapat memenuhi target penyerapan karbon seperti yang diharapkan sebelumnya. 

Ditambah, dalam salah satu artikelnya, Michael Marshall, seorang jurnalis yang berfokus pada isu kehidupan dan lingkungan hidup menjelaskan bahwa di daerah dengan karakteristik iklim tertentu, aksi penanaman pohon dalam jumlah besar justru dapat menimbulkan dampak negatif dan mengakibatkan pemanasan. Fakta ini pun menguatkan bahwa wilayah bumi yang dapat digunakan untuk program penambahan pohon sangatlah terbatas, jika tujuannya adalah mengurangi pemanasan global.

Di Beberapa Negara, Program Penanaman Pohon Secara Massal Justru Menimbulkan Masalah

Penanaman pohon dalam jumlah besar membutuhkan kehati-hatian dan perencanaan yang matang. Kita perlu memperhitungkan faktor-faktor relatif termasuk keberagaman spesies, lokasi penanaman, ketersediaan air, dan potensi dampak sosial yang dapat ditimbulkan dari aksi tersebut. Penanaman pohon yang dirancang dengan sembrono justru dapat berakibat negatif terhadap lingkungan dan dapat menyebabkan masalah lebih besar pada krisis lingkungan hidup.

Di Chili misalnya, seperti yang ditulis oleh David Henry, program penanaman pohon dalam jumlah besar telah dilakukan sejak tahun 1974 hingga 2012. Namun, bukannya lebih baik, hasil dari program ini justru berdampak negatif terhadap lingkungan dan iklim. Aksi ini menyebabkan pembukaan hutan alami menjadi perkebunan yang hanya diisi oleh tanaman monokultur yang mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati dan penyerapan karbon alami.

Di China, menurut artikel yang ditulis Mark Zastrow, program penanaman pohon secara besar-besaran juga mengakibatkan beberapa masalah. Salah satunya, oleh karena pohon-pohon yang ditanam di sana adalah jenis pohon yang membutuhkan lebih banyak air daripada jenis pohon asli di daerah itu (native), daerah di sekitar proyek penanaman pohon menjadi lebih gersang. Program penanaman pohon ini pun berdampak pada berkurangnya jumlah air yang semestinya dapat mengalir ke sungai dan dapat memicu kekurangan air bagi manusia.

Di Indonesia, program penanaman pohon juga masih perlu mendapat kritikan. Saya ambil satu contoh, pada tahun 2016 Kementerian Pertanian RI melakukan aksi menanam 238.000 pohon yang dilakukan dalam 60 menit secara serentak, dan berhasil tercatat sebagai rekor dunia. 

Kegiatan ini diklaim sebagai bagian dari upaya Indonesia dalam memerangi perubahan iklim di samping juga ditujukan untuk peningkatan ekonomi rakyat. Jenis pohon yang ditanam di dalam aksi ini hanyalah pohon Kalindra dan pohon Jati. Kedua jenis pohon ini dinilai ideal karena manfaat ekonomisnya dapat dirasakan masyarakat dalam jangka pendek (Kalindra) dan jangka panjang (Jati). Artinya, sebanyak 238.000 pohon yang ditanam pada hari itu akan ditebang kembali dalam dua sampai dua puluh tahun ke depan. 

Salah satu poin penting yang sering dilupaka dari program penanaman pohon yang diklaim sebagai kegiatan melawan perubahan iklim adalah tujuan utamanya, yaitu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pohon memang dapat menyerap karbon dan menyimpannya dalam bentuk karbohidrat. Namun, begitu pohon mati, apalagi dibakar, karbon yang semula tersimpan akan dilepaskan kembali ke tanah dan udara. 

Itulah mengapa program penanaman pohon untuk membantu melawan perubahan iklim mestinya difokuskan pada penanaman jangka panjang dan berisi berbagai jenis tanaman, bukan untuk ditebang dalam beberapa tahun setelah pohon itu ditanam. Dan oleh sebab itu, upaya menjaga keutuhan hutan alami yang sudah kita miliki merupakan bagian yang sangat penting dalam memerangi perubahan iklim. 

Solusi yang Ditawarkan oleh Para Ilmuwan

Solusi yang bisa kita lakukan tentu saja bukan menghentikan penanaman pohon. Dalam beberapa hal, menanam pohon memiliki efek positif bagi lingkungan. Namun, kita perlu mempertimbangkan berbagai faktor relatif supaya program penanaman ini dapat mencapai tujuan. Menanam pohon dalam jumlah besar hanya baik jika jenis pohonnya tepat, di tanam di tempat yang tepat, dan dengan tujuan yang tepat.

Menurut para ahli iklim, jika kita ingin memerangi perubahan iklim, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan menjaga hutan alami yang sudah kita miliki, disusul dengan penanaman pohon (dengan perencanaan yang sangat hati-hati). Ketiga langkah ini mesti menjadi perhatian bersama. Jangan sampai seremoni penanaman pohon yang sangat bombastis membuat kita lupa akan dua langkah penting lainnya.

Seperti yang dikatakan Scott Denning, seorang ilmuwan atmosfer dari Colorado State University, “You have to fix global warming by stopping burning oil and gas. To think you can just plant trees and keep burning oil and gas doesn’t make sense. We have to to get away from magical thinking.”

Catatan: Artikel diedit tanggal 29/01/2021, berupa penambahan gambar yang sebelumnya tidak ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun