Pelopor dari perjanjian ini adalah Belanda, dan dibantu oleh tokoh lokal bernama Patih Pringgalaya.
Hasil dari perjanjian tersebut itulah yang kemudian melahirkan kesultanan Yogyakarta yang dikenal saat ini.Â
Isi dari perjanjian Giyanti yaitu:Â
Menyatakan bahwa kerajaan Mataram dibagi menjadi 2, yakni:Â
- Kasunan Surakarta Hadiningrat yang dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III
- Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin Pangeran Mangkubumi dan bergelar Hamengkubuwono I
Perjanjian Giyanti mengatur tentang bagaimana kedua kerajaan ini saling membedakan diri dalam hal tata cara berpakaian, adat istiadat, bahasa, gamelan, hingga tarian serta hal lainnya.Â
Pembahasan ini dilakukan saat pertemuan Hamengku Buwono I dan Susuhunan Paku Buwono III di Lebak, Jatisari pada tanggal 15 Februari 1755, atau 2 Hari setelah perjanjian Giyanti.
Tepatnya pada tanggal 13 maret 1755, Sultan Hamengku Buwono I menyampaikan proklamasi atau Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat kepada warga.Â
Sejak saat itulah Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat berdiri hingga saat ini.Â
Pada tanggal 9 oktober 1755, kraton Yogyakarta mulai dibangun atas inisiatif Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Pada tahun 1756, pembangunan bangunan utama serta rencana pengaturan kota sudah diselesaikan. Bangunan Kraton Yogyakarta masih berdiri hingga saat ini meskipun tidak selengkap dulu.Â
Kraton Jogja dalam sejarahnya telah mengalami beberapa serangan militer yang dimulai dari abad ke 18. Serangan ini dilakukan oleh pasukan Inggris yang dipimpin oleh Raffles pada tahun 1812,1200.