Asal usul budaya adalah istilah Sanskerta Buddaya, yang berarti pikiran atau akal. Budaya digambarkan sebagai hal-hal mental dan rasional. Dalam penggunaan umum, budaya juga identik dengan seni. Budaya setiap bangsa terdiri dari aspek-aspek penyusunnya. Tujuh aspek budaya yang diyakini sebagai budaya universal meliputi alat, mata pencaharian, sistem sosial, bahasa, seni, dan sistem pengetahuan (Soekanto, 2015). Budaya adalah entitas multifaset yang meliputi kepercayaan, pengetahuan, moralitas, seni, hukum, adat istiadat, dan keterampilan lain yang diperoleh anggota komunitas Supiyah (Nurhidayanti, Shalifah, dan Syarifuddin, 2022:02).
Kesenian daerah adalah kesenian yang lahir dan berkembang di suatu daerah. Kesenian daerah ini sangat erat kaitannya dengan praktik keagamaan, ritual, adat istiadat, dan hiburan kelompok etnis tertentu. Kesenian yang muncul dalam budaya kontemporer berpotensi menjadi salah satu ciri khas setiap suku bangsa di Indonesia. Seni dapat digunakan untuk menggambarkan ciri-ciri suatu kelompok masyarakat. Ciri khas inilah yang mendorong keragaman budaya dan seni (Kurnia and Wimbrayardi, 2021:02).
Wayang kulit adalah seni pertunjukan kuno yang berusia lebih dari 500 tahun (Mulyawan, 2016:01). Asal-usulnya terkait dengan masuknya Islam Jawa. Seorang anggota Wali Songo membentuknya dengan mengadopsi Wayang Beber yang muncul pada Zaman Keemasan Hindu-Buddha. Karena wayang sudah diasosiasikan dengan orang Jawa, wayang menjadi media ideal bagi dakwah untuk menyebarluaskan Islam, karena Islam melarang praktik seni rupa. Akibatnya, wayang kulit dikembangkan di mana hanya bayangan yang terlihat.
Wayang kulit Kata dalam bahasa Jawa wayang berubah dengan kata bayangan yang berarti bayangan, dan kata watu dan batu yang berarti batu karang, serta ungkapan wuri dan buri yang berarti belakang. Budaya Jawa tidak dapat dipahami terlepas dari kesenian tradisional wayang kulit yang tetap populer hingga saat ini. Sesuai namanya, wayang kulit dibangun dari kulit binatang (kerbau, lembu atau kambing). Secara historis, wayang kulit kebanyakan berasal dari Jawa dan semenanjung Malaysia timur, termasuk Kelantan dan Terengganu. Wayang kulit lebih lazim di Jawa bagian tengah dan timur, tetapi wayang golek lebih sering dipentaskan di Jawa Barat (Mertosedono, 1994:01).
Wayang kulit diterjemahkan sebagai walulang inukir (kulit ukir), dan refleksinya dapat dilihat pada layar. Namun pada akhirnya, definisi ini akan mencakup semua jenis pertunjukan di mana seorang dalang berperan sebagai pembicara. Bagi orang Jawa, dunia wayang adalah cermin bisnis yang memiliki ciri-ciri simbolis dan menentukan kehidupan masyarakat. Karena orang Jawa menganggap wayang memasukkan pelajaran agama dan filsafat.
Wayang pertama kali digunakan adalah untuk mengadaptasi cerita dari ukiran pada relief candi yang mewakili tokoh leluhur, serta tradisi kepala suku yang mengadaptasi cerita Ramayana dan Mahabarata. Belakangan, desain wayang itu diubah menjadi set lukisan dengan gaya menyebar dengan gambar manusia sesuai dengan pahatan relief candi. Wayang adalah sarana pengajaran moral yang sarat dengan contoh baik dan buruk dari perilaku manusia. Wayang merupakan perwujudan gambaran tentang sifat manusia dengan tingkah lakunya. Tentang hubungan manusia dengan Tuhan Pencipta Alam Semesta, hubungan manusia dengan pemerintah, dan hubungan anak dengan orang tuanya.
Pertunjukan wayang sepanjang malam ala Yogyakarta terdiri dari tiga babak dengan tujuh baris (adegan) dan tujuh adegan pertarungan. Babak pertama yang dikenal dengan pathet lasem terdiri dari tiga baris dan dua adegan pertarungan yang diiringi lagu pathet lasem. Pathet Manura yang menjadi babak ketiga memiliki dua baris dan tiga adegan pertempuran. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki dua baris dan dua adegan pertempuran.Â
Gara-gara yang menampilkan humor khas Jawa menjadi salah satu porsi yang paling dinantikan dari setiap pementasan wayang. Untuk mementaskan wayang kulit secara utuh dibutuhkan sekitar 18 suporter. Satu orang sebagai dalang, dua orang sebagai waranggana, dan lima belas orang pengusaha sebagai penabuh gamelan. Pertunjukan malam rata-rata adalah tujuh hingga delapan jam, mulai pukul 21.00 dan berakhir pada pukul 05.00. Jika dilakukan pada siang hari, pertunjukan biasanya dimulai pada pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 16.00.Â
Pengajian dalang akan diiringi oleh sekelompok nayaga yang memainkan gamelan dan para vokalis menyanyikan lagu-lagu. Ki Dalang memainkan wayang kulit di belakang layar, yaitu layar kain putih, sedangkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong) disinari di belakangnya, sehingga penonton di seberang layar dapat melihat bayangan wayang kulit tersebut. boneka jatuh ke layar. Untuk memahami cerita wayang (lakon), penonton harus mengenal tokoh-tokoh yang bayang-bayangnya muncul di layar.
Sebagai waranggana, dan 15 orang sebagai penabuh gamelan, semuanya pengusaha. Pertunjukan malam rata-rata adalah tujuh hingga delapan jam, mulai pukul 21.00 dan berakhir pada pukul 05.00. Jika dilakukan pada siang hari, pertunjukan biasanya dimulai pada pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 16.00.Â
Pengajian dalang akan diiringi oleh sekelompok nayaga yang memainkan gamelan dan para vokalis menyanyikan lagu-lagu. Wayang kulit dibawakan oleh Ki Dalang di belakang layar kain putih, dengan lampu listrik atau lampu minyak (blencong) yang bersinar di belakangnya, sehingga penonton di seberang layar dapat melihat bayangan wayang tersebut jatuh ke layar. layar. Agar penonton dapat memahami alur (lakon) wayang, mereka harus mengenal tokoh-tokoh wayang yang gambarnya ditampilkan di layar.
Sesuai dengan kemajuan teknologi, peralatan penerangan wayang kulit mengalami berbagai perubahan dari dulu hingga sekarang. Awalnya alat penerangan wayang kulit adalah blencong, namun kemudian berkembang menjadi lampu minyak tanah (keceran) dan petromax, dan sekarang sudah banyak yang menggunakan lampu listrik.Â
Selain sebagai sumber hiburan, pertunjukan wayang kulit telah menjadi komponen upacara adat seperti bersih desa, ngruwat, dan lain-lain. Wayang kulit yang dikenal oleh masyarakat Bali sebagai salah satu media transformasi ajaran Hindu banyak dipentaskan dalam upacara-upacara keagamaan, baik dalam setting spiritual sebagai Seni Sakral maupun dalam dimensi Profan yang sarat dengan nilai-nilai religi melalui tuturan. (filsafat agama) dari Dalang, yang diintegrasikan melalui penggalan-penggalan epos Hindu seperti Ramayana dan Mahabarata (Wertta, 2019:128).
Kehadiran kesenian tradisional di Indonesia merupakan kebanggaan yang tak ternilai; Kesenian dan budaya negeri ini begitu beragam sehingga mempercantik setiap daerah. Keanekaragaman seni dan budaya merupakan ciri khas setiap daerah di Indonesia, yang menjadi sumber kebanggaan bagi setiap daerah.Â
Keanekaragaman budaya dan seni membedakan suatu lokasi dari tempat lain yang juga memiliki sumber daya seni dan budaya yang tak tergantikan. Budaya ini untuk dilestarikan, dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari, dan diwariskan kepada generasi mendatang beserta pelajaran moral yang diajarkannya.
Keberadaan suatu kesenian tradisional merupakan sumber kebanggaan, namun dibalik kebanggaan tersebut tersimpan keinginan untuk melestarikan kebanggaan tersebut. Ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, antara lain fakta bahwa para penggiat seni tradisi harus memiliki sejumlah aset agar bisa dianggap berkontribusi pada keberlanjutan. Seperti yang dimiliki dan dipentaskan oleh wayang kulit di Solo, Jawa Tengah, untuk melestarikan keberadaannya, antara lain:
(1) Proses ritual. Ritual merupakan rangkaian kegiatan yang tidak dilakukan oleh sembarang orang; itu mungkin bagian dari tradisi, dan tujuannya simbolis. Hal ini ditunjukkan melalui serangkaian aksi yang dilakukan oleh seorang dalang (komunikator wayang) sebelum pementasan. Komunikator,Â
(2) Komunikator adalah salah satu dari tiga komponen dasar komunikasi. Komunikator adalah individu atau kelompok yang mengambil peran berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain sebagai target, atau yang sedang dalam proses melakukannya. Fungsi komunikator dalam menyampaikan pesan kepada khalayak sangatlah strategis. Dalang berperan aktif sebagai komunikator dari balik layar, danÂ
(3) bahasa. Bahasa masa lalu atau zaman nenek moyang tidak sama dengan bahasa Abad Pertengahan atau abad ke-21, jika diperhatikan evolusi historisnya. Ragam bahasa merupakan kekayaan alam yang dimiliki oleh semua bangsa, termasuk Indonesia, negara kepulauan yang terdiri dari beberapa suku bangsa dan bahasa.
Anak muda di Solo, Jawa Tengah, terus mengapresiasi wayang kulit. Catur Nugroho, dosen pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, menyatakan seni wayang kulit yang dianggap kuno dan ketinggalan zaman oleh sebagian kalangan, terutama kalangan muda, ternyata masih dipraktikkan hingga saat ini. Bahkan mampu mendukung beberapa individu.
"Karena wayang masih sulit dipahami anak muda dalam skala nasional. Lagi-lagi, wayang bersifat kedaerahan. Lokalitas tetap yang utama. Yang jelas, pertanyaannya adalah bagaimana menghadapi tantangan wayang di abad 21 ini. belum bisa masuk terlalu dalam ke generasi muda saat ini," jelasnya. Catur mengatakan, masih banyak peminat wayang di kalangan milenial daerah atau biasa disebut anak-anak di Solo dan sekitarnya. Sehingga kesulitan yang dihadapi tidak berlebihan. Generasi muda pecinta wayang tidak lepas dari kemampuannya berbahasa Jawa.
"Karena wayang adalah bahasa Jawa, anak-anak milenial agak sulit memahaminya karena kendala bahasa. Namun minat anak muda di Solo dan sekitarnya cukup tinggi. Banyak sanggar wayang, musik, dan kesenian tradisional lainnya telah berdiri. di Solo.Meningkatnya jumlah mahasiswa ISI Surakarta yang mempelajari wayang atau karawitan setiap tahunnya menjadi bukti lebih lanjut .Animasinya semakin berkembang," kata Catur.
Covid-19 menginfeksi Indonesia pada Maret 2020; kemunculannya telah mengubah seluruh aspek kehidupan di Indonesia yang semakin mencekam dan menggairahkan. Selama epidemi, semua industri di Indonesia terkena dampak ekonomi yang parah; ini adalah momen yang menakutkan bagi bisnis dan karyawan. Mereka yang mampu bertahan, beradaptasi, dan bergerak dinamis akan mampu mempertahankan usahanya.
Pandemi Covid-19 telah menghambat seluruh lapisan masyarakat, termasuk penggunaan wayang kulit yang kemampuan adaptasinya ditunjukkan melalui layar virtual. Penyakit virus Pagebluk Corona pada tahun 2019 telah menghentikan semua bentuk kehidupan. Di tengah wabah Covid-19, pameran wayang kulit juga terkena imbasnya.
Dampak pandemi Covid-19 tidak hanya dirasakan oleh organisasi kesenian ini, tetapi juga oleh setiap sektor usaha masyarakat yang harus membatasi kegiatan-kegiatan sosial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui eksistensi kesenian wayang sasak di masa wabah Covid-19; ini adalah studi kasus tentang keberadaan seni wayang kulit di Jawa.
Secara tradisional diadakan di depan penonton langsung, pertunjukan wayang tradisional kini disajikan secara eksklusif di layar virtual. Meski di tengah wabah Covid-19, adaptasi wayang kulit tradisional hanya terlihat di layar virtual. Memang, tidak ada lagi penonton langsung; semua orang berteriak ke ponsel mereka.
Seni tradisi wayang sasak sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan oleh para penggemar karena perkembangan seni wayang saat ini dan munculnya sejumlah bentuk hiburan yang lebih menarik di era digital. Beberapa organisasi kesenian tradisional wayang sasak kehilangan generasi penerus karena generasi muda lebih tertarik dengan kesenian modern yang menawarkan gaji lebih tinggi. Beberapa kelompok yang masih eksis melestarikan warisan budaya ini beradaptasi dengan media baru untuk mengabadikan pertunjukan dan mendistribusikannya di televisi, media sosial, bahkan YouTube. Salah satu kelompok kesenian Wayang Sasak yang masih bertahan.
Seperti halnya dengan seniman Indonesia Eko Christanto dan Kusbaroto yang merupakan penyelenggara pagelaran wayang kulit virtual, yaitu pertunjukan wayang virtual yang diinisiasi oleh Eko Christanto dan Kusbaroto. Eko Christanto adalah seorang seniman instalasi yang karyanya telah dipamerkan di seluruh dunia. Dalam upaya membangkitkan perekonomian di masa wabah Covid-19, Indonesia menggelar pementasan wayang kulit drama Semar Mbangun Jagat melalui program Zoom dan live streaming YouTube, dengan menyertakan dalang dari tiga negara.
"Dampaknya luar biasa setelah acara Hum One Nada Dua Bangsa (12 Juli 2020) sukses digelar."
Â
Kesimpulan
Seni wayang kulit memiliki signifikansi nasional yang signifikan. Karena setiap cerita mengandung nilai moral yang terpuji. Dongeng wayang kulit mencakup seluruh keberadaan manusia, dari lahir sampai mati. Menjelaskan pelajaran budi pekerti luhur. Ajaran yang tidak bisa kita dapatkan dari acara hiburan lainnya.
Wayang kulit adalah bentuk seni yang menawarkan pesan moral yang luar biasa. Karena setiap narasi harus memberikan pesan positif kepada penonton. Selain itu, konsep wayang apabila diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini karena kesenian wayang mengandung kearifan lokal yang berguna untuk membangun karakter dan identitas bangsa Indonesia melalui karakter wayang. Setiap cerita memiliki standar moral yang tinggi. Dongeng wayang kulit mencakup seluruh keberadaan manusia, dari lahir sampai mati. Menjelaskan pelajaran budi pekerti luhur. Ajaran yang tidak bisa kita dapatkan dari acara hiburan lainnya.
Wayang kulit adalah bentuk seni yang menawarkan pesan moral yang luar biasa. Karena setiap narasi harus memberikan pesan positif kepada penonton. Selain itu, konsep wayang apabila diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini karena kesenian wayang mengandung kearifan lokal yang berguna untuk membangun karakter dan identitas bangsa Indonesia melalui karakter wayang. Wayang kulit sebagai mahakarya bukan hanya isapan jempol belaka, karena dunia juga telah mengakui bahwa seni wayang kulit adalah karya yang agung dan megah.
Â
SUMBERÂ
Kurnia, Adi, and Wimbrayardi. 2021. "Eksistensi Kesenian Wayang Kulit Di Jorong Suka Bakti Solok Selatan." Jurnal Sendratasik 10(3):1--12.
Mertosedono, Amir. n.d. "Amir Mertosedono."
Mulyawan, Hendri. 2016. "Hasil Kebudayaan Dari Wayang Kulit." Academia.Edu (13030114120023).
Nurhidayanti, Nurhidayanti, Nuril Shalifah, Syarifuddin Syarifuddin, and Supriyanto Supriyanto. 2022. "Eksistensi Kesenian Wayang Kulit Palembang Tahun 2000 -- 2019." Anuva: Jurnal Kajian Budaya, Perpustakaan, Dan Informasi 6(1):1--12. doi: 10.14710/anuva.6.1.1-12.
Wertta, Vidya. 2019. "PADA ERA GLOBALISASI I Nyoman Sudanta Fakultas Ilmu Agama , Seni Dan Budaya Universitas Hindu Indonesia." 2(April):127--41.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H