Namun, kenaikan suku bunga secara gesit ini menimbulkan masalah baru yang dapat menyebabkan resesi lagi untuk Amerika Serikat bahkan dunia. Ketika The Fed menaikan suku bunga, investor saham berbondong-bondong memindahkan uangnya ke Obligasi Amerika Serikat. Hal tersebut dapat dilihat melalui data yang dipublikasi katadata.co.id, kinerja raksasa teknologi seperti Meta, Netflix, Tesla, sampai Apple dan Microsoft di Bursa Saham mengalami penurunan.Â
Investor lebih memilih berinvestasi terhadap instrumen yang rendah resiko namum memiliki keuntungan yang menggiurkan. Hampir setiap kenaikan suku bunga yang tetapkan oleh The Fed, pembelian obligasi selalu meningkat. Hal tersebut juga bisa dilihat dari data perkembangan Obligasi Amerika Serikat pada webside id.tradingeconomic.com.
Ketika penarikan saham besar-besaran ini terjadi, maka perusahaan tersebut akan kehilangan modalnya sehingga produksinya terhambat dan yang lebih parahnya lagi perusahaan tersebut bisa bangkrut. Dalam usaha menekan biaya produksi, perusahaan biasanya akan mengurangi pegawainya yang mengakibatkan banyaknya putusan hubungan kerja alias PHK. Â
Mengutip katadata.co.id perusahaan sebesar microsoft telah melakukan PHK hampir 1.000 karyawannya di seluruh dunia pada bulan Oktober. Alasannya karena inflasi tinggi, kekhawatiran resesi dan penurunan harga saham. Hal tersebut tidak hanya terjadi di Amerika saja, namun negara-negara lain juga kemumkinan besar akan merasakan dampaknya.
Ketika tingkat pengangguran meningkat demand akan menurun dan ketika demand menurun maka produktivitas akan banyak terhenti karena tidak ada konsumen yang dapat membeli hasil produksi tersebut dikarenakan tidak adanya penghasilan. Maka perekonomian akan lesu dan terjadilan resesi akibat kenaikan suku bunga ini. Kenaikan suku bunga juga meningkatkan nilai mata uang USD. Tidak selamanya kenaikan nilai mata uang terhadap valuta asing akan baik bagi perekonomian.Â
Karena ketika negara yang mengandalkan perdagangan internasional menaikan nilai mata uangnya, jangkauan pasar perdagangannya akan berkurang karena harga-harga barang yang diekspor di atas kesanggupan pasar internasional.
Bayangkan saja ketika anda ingin membeli sepasang sepatu dari Amerika seharga $120 dengan kurs Rupiah terhadap USD sebesar Rp 15.000, maka anda akan membayar sebesar Rp 1.800.000 untuk sepasang sepatu buatan Amerika tersebut. Namun, ketika nilai mata uang Us dollar menguat sebesar Rp 17.000 karena kenaikan suku bunga, anda akan membayar sebesar Rp 2.040.000 untuk sepasang sepatu yang sama.
Sekalipun harga di pasar domestik Amerika tidak berubah $120, harga di pasar internasional akan berubah sebesar Rp 240.000. Kenaikan harga tersebut membuat jumlah permintaan sepasang sepatu tersebut akan menurun. Sesuai dengan hukum permintaan ; "jika harga suatu produk rendah, maka jumlah produk yang diminta akan bertambah. Dan saat harga suatu produk naik, maka jumlah produk yang diminta akan menurun."
Hal yang paling mengkhawatirkan dari kenaikan suku bunga ini adalah peningkatan pengangguran yang mengakibatkan perekonomian mengalami resesi. Di saat perekonomian sedang lesu dan pengangguran meningkat, maka akan menimbulkan masalah-masalah yang lainnya. Sehingga peran pemerintah dibutuhkan untuk mengantisipasi masalah tersebut agar tidak meluas.Â
Bagi orang ekonom penurun inflasi tidak selamanya baik bagi perekonomian, karena dalam ilmu ekonomi terdapat trade-off antara pengangguran dan inflasi. Ketika ingin menekan inflasi maka pengangguran akan meningkat dan ketika menekan tingkat pengangguran maka inflasi akan meningkat. Maka dari itu dibutuhkan kebijakan yang benar-benar memiliki dampak yang paling kecil terhadap perekonomian.
- Sampai Kapan Resesi Ini Terjadi?
Setidaknya resesi ini akan berlanjut sampai tahun 2023. The Fed diproyeksikan meningkatkan suku bunga sampai angka 4,6 persen pada akhir tahun depan. Dan diturunkan pada akhir tahun 2024 sebesar 3,9 persen. Sedangkan prospek suku bunga acuan jangka panjang berkisar diangka 2,5 persen. Namun, kenaikan suku bunga ini bukan satu-satunya penyebab resesi 2023, masih ada perang Rusia-Ukraina dan juga kemacetan kredit properti di China. Negara-negara tersebut mempunyai efek yang signifikan terhadap perekonomian dunia. Sehingga ketika negara-negara tersebut sedang goyah, maka akan berimbas terhadap perekonomian dunia pula.