Massa aksi membentangkan spanduk penolakan sistem pendidikan saat ini di depan gedung rektorat, Kampus C, Universitas Airlangga (02/05/2016). (dokumen LAMRI)
Puluhan mahasiswa tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UNAIR (AMU) yang terdiri dari GMNI, LAMRI, PMII, SMHI, BEM KM, HMD Sejarah, dan Kastrat FIB menggelar aksi demonstrasi pada Senin (02/05/2016). Aksi mulai pada pukul 09.00 di Kampus A, Universitas Airlangga.
Rute aksi demonstrasi ini dimulai di Kampus A (Jl. Prof. Dr. Moestopo), lalu menuju rektorat yang berada di Kampus C (Mulyorejo), dan berakhir di Kampus B (Jl. Airlangga). Di masing-masing tempat, perwakilan dari masing-masing organisasi melakukan orasi mengenai pendidikan dan beberapa tuntutan aksi ini.
Aksi ini dilakukan untuk memperingati momentum Hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei. Selain itu, AMU ingin merefleksikan kembali kondisi pendidikan Indonesia saat ini yang semakin dikuasai oleh kaum pemodal.
“Dalam sejarahnya, Ki Hadjar Dewantara membuat Taman Siswa sebagai suatu proses terhadap sistem pendidikan yang digelar oleh kolonial Belanda,” ujar Appridzani, salah satu massa aksi. “Kami ingin merefleksikan sejarah pendidikan di Indonesia dengan kondisi kontemporer.”
Menurut Appridzani, saat ini pemerintah telah abai akan tanggung jawabnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Dengan disahkannya UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, ini menunjukkan bahwa pemerintah telah melepaskan tanggung jawab dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa—sebagai salah satu cita-cita didirikannya negera Indonesia ini,” lanjut anggota LAMRI ini. “Selain itu, UUPT telah menunjukkan adanya liberalisasi pendidikan besar-besaran di kampus. Itu terlihat dalam pembayaran biaya kuliah lewat sistem UKT, di mana sejak UUPT ini disahkan, biaya kuliah melambung hingga 10 kali lipat dari biaya kuliah tahun sebelumnya.”
Dengan demikian, AMU mendesak pemerintah dan birokrat kampus untuk mencabut UUPT yang dirasa sangat memberatkan rakyat secara umum ini.
“Seperti yang kita tahu, pada 10 November 1954, Soekarno menasionalisasi NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School)—Fakultas Kedokteran yang kini memiliki biaya pendidikan termahal di UNAIR—menjadi Universitas Airlangga sebagai kampus untuk rakyat dan wadah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” pungkas Appridzani.
UU No. 12 Tahun 2012 atau yang sering disebut sebagai UUPT atau UU Dikti, tidak terlepas dari kepentingan bisnis dari World Bank(Bank Dunia). Sebab Bank Dunia mengeluarkan GATS yang isinya terdapat 7 sektor komoditas yang boleh dikomersilkan, salah satunya pendidikan. Pada Pasal 65 UUPT, menyatakan memberi hak bagi PTN untuk mengelola dananya sendiri, mengangkat dosen sendiri, dan mendirikan badan usaha.
Oleh sebab itu, berikut adalah tuntutan dari AMU terkait pendidikan:
- Cabut UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
- Wujudkan UNAIR menjadi kampus transparan dan akuntabel.
- Menolak pemadatan kurikulum.
- Tolak represifitas dalam kegiatan mimbar akademik mahasiswa.
- Usut tuntas kasus mafia pendidikan sampai ke akar-akarnya.
- Tolak evaluasi berujung DO.
- Tolak sistem UKT yang membebani mahasiswa.
- Tolak penggusuran dan intimidasi terhadap PKL.
Usai aksi di Kampus B berakhir, massa aksi AMU melanjutkan aksi di depan Gedung Grahadi, Surabaya, untuk bersatu dengan Alinasi Mahasiswa Surabaya (AMS) dan bergabung bersama buruh dalam Kobar Jatim (Komite Bersama Rakyat) dalam rangka memperingati May Day (Hari Buruh Internasional) yang jatuh pada 1 Mei kemarin dan Hari Pendidikan Nasional.
Hidup Mahasiswa! Hidup Buruh! Hidup Rakyat!
Salam Perjuangan!
Tulisan ini sebelumnya dimuat di LAMRI Surabaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H