Memasuki musim 2001/2002, Lippi kembali melatih klub terbaik di Negeri Pizza, Juventus. Tiga musim (2001-2004) melatih Juventus di periode dua ini, Lippi membawa duascudetto dan dua Piala Super Italia. Pada pertengahan 2004, Lippi untuk kedua kalinya berpisah dengan Juventus. Ia pun memilih untuk melatih timnas Italia.
Sesungguhnya, Lippi ingin rehat sejenak dari aktivitas sepak bola. Namun tantangan melatih tim nasional begitu menggodanya. Ia pun memutuskan untuk mengambil peran itu dengan lagi-lagi menggantikan kursi milik seniornya, Giovanni Trapattoni.
Beberapa hasil buruh dipetik Gli Azzurri dibawah asuhan Lippi, baik di babak kualifikasi maupun uji coba. Saat Italia kalah di markas Slovenia, pada matchday 3 babak kualifikasi Piala Dunia. Il Mister mendapat banyak cercaan dengan menyertakan nama-nama asing macam Aimo Diana, Fabio Grosso, dan Luca Toni. Sementara para pemain mapan sekelas Christian Vieri, Marco Di Vaio, hingga Antonio Cassano tak dihiraukan.
Akan tetapi, Lippi berhasil membungkam segala kritik seiring membaiknya performa La Nazionale yang lolos ke Piala Dunia 2006 dengan status sebagai juara grup kualifikasi. Hasil uji coba menjelang turnamen pun gemilang, karena mereka sempat membantai tim-tim unggulan macam Belanda dan Jerman.
Tak kesulitan di fase grup, Italia menunjukkan mental juara di babak perdelapan-final dan perempat-final dengan menyingkirkan Australia dan Ukraina.
Fabio Cannavaro dkk kemudian mematahkan segala prediksi dengan mengalahkan tuan rumah Jerman di semi final. Padahal di momen tersebut, sepakbola Italia tengah digemparkan dengan kasus calciopoli atau pengaturan skor. Percobaan bunuh diri yang dilakukan Gianluca Pessotto dengan dituduhnya Juve sebagai tersangka utama, sempat membuat beberapa penggawanya pulang ke negeri asal untuk menjenguk.
Beruntung, segala masalah yang menerpa persepakbolaan Italia mampu disikapi Lippi dengan bijak tanpa mengganggu persiapan anak asuhnya menuju final. Setelah Der Panzer berhasil ditumbangkan, Prancis jadi korban lanjutan di partai puncak. Setelah selama 120 menit bermain dengan skor 1-1, yang disertai juga dengan momen tandukan Zinedine Zidane ke dada Marco Matterazi, Italia akhirnya meraih gelar juara dunia untuk kali keempat sepanjang sejarah, melalui babak adu penalti. Ia pun banyak dipuja oleh seluruh penjuru Italia.
[caption caption="Marcelo Lippi memegang trofi Piala Dunia 2006 dijunjung oleh para pemain timnas Italia. (c) Getty Images"]
Sayangnya kali ini hasilnya berbeda 180 derajat. Italia hancur lebur di Piala Dunia 2010 dengan menjadi juru kunci di babak fase grup. Lippi kemudian mengundurkan diri dan mengakui jika momen itu adalah blunder terbesar dalam kariernya sebagai pelatih.
“Sebelum Piala Dunia 2006, saya telah memutuskan untuk mundur bagaimana pun hasilnya. Lalu dua tahun kemudian, saya kembali karena saya meninggalkan skuat yang fantastis di tim nasional,” ungkap Lippi saat diwawancarai Radio 24. “Namun keputusan itu rupanya sebuah kesalahan besar. Saya seharusnya tidak kembali ke tim nasional setelah berhasil menjuarai Piala Dunia. Itu adalah salah satu blunder terbesar dalam karier saya.”
Lagi-lagi ia mengambil cuti. Pada tahun 2011, sempat berhembus kabr bahwa Lippi akan melatih Juventus kembali. Namun perjudian besar dilakukan olehnya. Ia memilih untuk menerima tawaran klub Liga Super Cina, Guangzhou Evergrande di tahun 2012. Tak dinyana, karir kepelatihannya di Cina berjalan begitu fantastis. Double winner pun didatangkannya di musim perdana dengan trofi Liga Super Cina dan Piala FA Cina. Musim berikutnya, ia lagi-lagi meraih double winner, namun kali ini lebih istimewa. Ia sukses mengawinkan trofi Liga Super Cina dan trofi Liga Champions Asia di tahun 2013. Tahun 2014, Lippi menutup karir pelatihnya dengan meraih kembali trofi Liga Super Cina. Dengan demikian ia berhasil meraih trofi yang sama tiga tahun berturut-turut.