[caption caption="Gianluigi Donnarumma (kiri) dan Jamie Vardy. (c) Getty Images"][/caption]Musim 2015/2016 di liga-liga Eropa sudah hampir berjalan separuh. Dan selama separuh musim ini, publik pencinta sepak bola Eropa disuguhkan berbagai hal yang menakjubkan, mulai dari rekor demi rekor yang terpecahkan hingga lahirnya bintang baru.
Adalah Jamie Vardy yang hadir sebagai idola baru bagi publik Inggris musim ini. Striker Leicester City ini sukses membuat para pengamat mendecakkan lidah dengan kapasitasnya sebagai predator yang ganas di sebuah kompetisi (yang katanya) terbaik sejagat raya, Premier League.
Di kompetisi lain di negara lain pula, di Serie A Italia, kita disuguhkan dengan munculnya seorang kiper muda yang digadang-gadang akan menjadi pengganti Gianluigi Buffon yang kini sudah mulai menapaki penghujung karir. Suatu kebetulan dia memiliki nama depan yang sama dengan pendahulunya, Gianluigi Donnarumma.
Apa spesialnya Vardy dan Donnarumma? Berikut sajiannya.
Si Top Skorer Sementara Premier League
Di awal musim ini, mungkin tidak ada yang mengenal sosok berusia 28 tahun ini. Siapa pula yang akan memantau seorang pemain dari Leicester City, yang notabene merupakan klub yang baru promosi ke Premier League pada musim 2014/2015. Namun, semua hal yang tak terprediksi dan tak terduga itu tiba-tiba muncul di halaman depan beberapa koran dan portal daring olahraga di Eropa.
Jamie Vardy adalah pria yang tak terduga itu. Bagaimana tidak, memasuki pekan ke-16 Premier League ini, Vardy sukses meraih posisi puncak dalam daftar pencetak gol sementara dengan torehan 15 gol. Ia berhasil menenggelamkan nama kondang seperti Sergio Aguero yang musim lalu menjadi top skorer. Ia juga memecahkan rekor Ruud van Nistelrooy dengan menjadi pemain pertama yang mencetak gol dalam 11 pertandingan Premier League berturut-turut. Lebih hebatnya lagi, ia adalah tulang punggung bagi The Foxes—julukan Leicester City—yang kini sedang menikmati singgasana Premier League dengan 35 poin.
Fenomena yang dihadirkan oleh Vardy dan Leicester City ini pun membuat banyak pihak menjadikannya sebagai bahan perbincangan. Kehebatan Vardy ini melebihi apa yang dilakukan oleh Harry Kane bersama Tottenham Hotspurs musim 2014/2015 ataupun Michu bersama Swansea City musim 2012/2013. Kane dan Michu memang tak sehebat Vardy karena meski mereka menjelma menjadi predator musim itu, mereka pun tak pernah membawa klubnya menikmati puncak klasemen.
Saya pun termasuk pada golongan yang berharap agar Leicester City keluar sebagai kampiun Premier League musim ini. Kesuksesan yang diraih Leicester ini bukan tidak mungkin akan terus terjaga hingga akhir musim. Selain didasari oleh torehan menjelang paruh musim ini, saya berharap klub yang baru menjalani musim kedua di liga papan atas Inggris ini mampu memecahkan dominasi big four yang beberapa musim ini hanya dihuni oleh Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal atau terkadangy Liverpool. Kehadiran juara baru tentu akan menjadikan Premier League sebagai liga yang kian seru dan menarik. Namun, coba tengok apa kata Claudio Ranier, pria dibalik kesuksesan klub yang bermarkas di King Power Stadium ini.
“Tidak, saya tidak mengubah ambisi-ambisi saya. Target pertama saya adalah mencapai 40 poin. Ambisi saya sangat tinggi, tapi itu target pertamanya,” kata Ranieri kepada Sky Sports.
“Sekarang penting untuk bermain melawan tim-tim besar dan itu akan menjadi laga-laga yang berat di Desember. Pertandingan kami berikutnya adalah melawan Liverpool, Everton, Manchester City, itu tidak buruk,” kata pelatih asal Italia ini dikutip dari MacanBola.