"Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan." Hal itu merupakan petikan karya puisi Joko Pinurbo.
Pulang adalah kata kunci yang merangkum betapa Jogja mampu menghadirkan kenangan manis dan kehangatan hingga memuat yang pulang pasti kembali lagi.
Rindu adalah perasaan yang mendalam yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan orang Jogja. Dan angkringan, sebuah ikon kuliner Jogja, memiliki peran penting dalam membentuk identitas kota ini.
Seiring dengan perkembangan zaman, angkringan di Yogyakarta mengalami evolusi yang menarik. Angkringan, warung kecil yang dikenal dengan harga terjangkau dan kebersamaan di antara para pelanggannya, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya kota ini.
Namun, baru-baru ini, konsep baru mulai muncul di tengah-tengah tradisi yang kental ini yaitu angkringan dengan nuansa slow bar.
Tradisi angkringan yang kental dengan cita rasa kopi tubruk dan jajanan khas seperti nasi kucing, sekarang mendapatkan sentuhan baru dengan pendekatan yang lebih modern.
Konsep semi cafe menghadirkan suasana yang lebih nyaman dan cocok untuk masyarakat yang menginginkan pengalaman bersantai sambil menikmati kopi berkualitas dan makanan ringan yang tetap menghormati cita rasa klasik angkringan.
Bhumi namanya, filosofi Bhumi diambil dari tempat tumbuhnya biji kopi, yaitu bumi, begitu asal namanya menurut Nicho selaku owner dari Bhumi.
Konsep dari angkringan ini adalah slow bar, karena berbeda dengan kebanyakan angkringan yang menggunakan kopi sachet, di mana Bhumi Coffe menggunakan biji kopi asli. Angkringan adalah sebuah budaya dan menggabungkannya dengan modernisasi maka akan menimbulkan sebuah keinovatifan.
Angkringan Bhumi didirikan pada tahun 2024. Bukan hanya sekadar berfokus untuk meraih omset, tetapi angkringan ini ingin memperkenalkan kopi kepada seluruh kalangan masyarakat.Â
Owner angkringan Bhumi, Nicho, mengatakan, "Tujuan didirikannya selain untuk sebagai usaha, kami juga ingin mengenalkan kopi ini kepada orang-orang, dengan cara memadukannya dengan konsep angkringan, agar mudah untuk dilirik oleh orang-orang."
Nicho menjelaskan lebih lanjut bahwa konsep angkringan bernuansa slow bar dipilih, karena sifatnya yang akrab dan ramah, sehingga dapat menarik minat berbagai kalangan masyarakat, baik yang sudah akrab dengan kopi maupun yang baru mulai menikmati minuman ini.Â
"Di sini, tidak hanya sekadar ngopi biasa tetapi juga bisa membicarakan hal mengenai kopi, hal itulah yang kami tawarkan," tambah Nicho.
Bhumi menyediakan tempat di mana para pecinta kopi dapat berkumpul, berbincang, dan berbagi pengetahuan tentang kopi. Ini bukan sekadar tempat untuk menikmati secangkir kopi, tetapi juga ruang untuk edukasi dan apresiasi terhadap kopi.
Melalui pendekatan tersebut, angkringan ini ingin menghilangkan stigma bahwa kopi berkualitas hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Semua orang berhak menikmati dan memahami kopi dengan cara yang lebih mendalam.
Untuk varian kopinya di sini ada arabika dan robusta serta terdapat berbagai jenis kopi lainnya seperti gayo, kintamani, mekarwangi, kamojang, papua dan lain lain. Di sini juga terdapat flavour untuk tambahan pada kopi seperti rasa jeruk. Sama seperti angkringan biasanya juga menyediakan makanan seperti mie instan, sate-satean, roti bakar dan lain lain.
Bhumi tidak hanya terdapat gerobak angkringan dan kursi panjang di sekitarnya, angkringan ini juga menyediakan sebuah ruangan untuk nongkrong di bagian belakangnya yang dirancang layaknya coffee shop modern.Â
Ruangannya dilengkapi meja-meja kayu. Desain interiornya menggabungkan elemen tradisional angkringan dengan sentuhan kontemporer, memberikan pengalaman yang unik dan berbeda. Di sini, pengunjung bisa menikmati kopi sambil bersantai, mengobrol dengan teman, atau bahkan bekerja dengan nyaman.
"Kopi ini benar-benar enak, apalagi tadi ditambah flavor jeruk," ujarnya dengan antusias. Faiza menjelaskan bahwa penambahan flavour jeruk memberikan sentuhan segar yang memperkaya rasa kopi, menciptakan perpaduan yang harmonis dan unik.
Menurut Faiza, kombinasi ini tidak hanya menambah kompleksitas rasa, tetapi juga memberikan pengalaman ngopi yang berbeda dari biasanya. "Rasa jeruknya tidak terlalu dominan, tetapi cukup untuk memberikan nuansa baru yang menyegarkan. Ini membuat setiap tegukan terasa lebih hidup," tambahnya.
Untuk yang mengelola angkringan Bhumi ini hanya Nicho sendiri selaku ownernya, karena dia ingin mengetahui sebuah proses dalam berbisnis terutama kopi ini.Â
"Ya belum mau punya karyawan, karena ingin melihat bagaimana perkembangan serta apa yang kurang dalam bisnis ini. Entah itu berapa lama kopi bertahan dan bagaimana perputaran modalnya, intinya pengen lebih tahu lebih dalam terkait proses perkembangannya" ujar Nicho.Â
"Poin penting dari sebuah bisnis, bahwa si owner harus tahu dulu basic dari bisnisnya sendiri, bukan hanya sekadar punya mudal kemudian gaji orang," tambahnya.
Harapan ke depan dari pemilik angkringan Bhumi, Nicho, adalah mampu memperkenalkan kopi kepada masyarakat luas. Ia bercita-cita agar angkringan Bhumi tidak hanya menjadi tempat menikmati kopi, tetapi juga menjadi tempat berbicara tentang kopi bagi semua kalangan.Â
Melalui pendekatan yang ramah dan terbuka, Angkringan ini ingin menciptakan lingkungan di mana semua orang dapat belajar dan menghargai seni pembuatan dan penyajian kopi.
Selain itu, Nicho juga memiliki visi untuk membuka cabang-cabang angkringan Bhumi di berbagai kota. Dengan demikian, lebih banyak orang dapat merasakan pengalaman unik yang ditawarkan angkringan ini, serta mendapatkan pengetahuan tentang kopi yang sesungguhnya. Ekspansi ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak komunitas dan menyebarkan kecintaan terhadap kopi secara lebih luas.
Nicho juga menekankan pesan penting mengenai esensi kopi yang sebenarnya. "Kopi yang sebenarnya adalah pure biji kopi tanpa tambahan apapun, entah itu gula ataupun susu," ujarnya.Â
Ia ingin masyarakat memahami bahwa menikmati kopi dalam bentuk aslinya, tanpa tambahan bahan lainnya, hal itu merupakan cara terbaik untuk menghargai dan merasakan keunikan dari setiap jenis biji kopi.Â
Melalui angkringan Bhumi, Nicho berharap dapat mengubah pandangan masyarakat tentang kopi dan mendorong mereka untuk menikmati kopi dengan cara yang lebih autentik.
Angkringan ini dapat membawa dampak positif bagi industri kopi di Indonesia dan membangun komunitas yang lebih sadar dan menghargai kopi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI