pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak sekali cerita kehebohan pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Belajar), dan dalam beberapa tahun terakhir ini selalu saja ada suara sumbang ketidakadilan kebijakan PPDB dan cerita cerita sedih akibat tergeser dari perebutan kursi walaupun dia punya segudang prestasi.
Bulan Juni dan Juli adalah bulan keramat bagi para orang tua dan calon siswa yang akan melanjutkanSetidaknya ada dua berita besar yang terkait langsung dengan pelaksanaan PPDB, yang pertama adalah Ayunda Cayla Nareswari atlit juara 1 tingkat provinsi, yang gagal masuk/lolos PPDB jalur prestasi tingkat smp.Â
Yang berikutnya adalah terkait kebijakan zonasi dimana ada komplain dari calon orang tua murid yang gagal masuk ke sekolah menengah atas negeri meskipun jarak antara sekolah dengan rumahnya hanya 623 meter, dan masih banyak lagi berita-berita ketidakpuasan masyarakat atas pelaksanaan PPDB termasuk yang menjadi sorotan adalah perubahan kebijakan yang terlalu cepat atau bongkar pasang area zonasi yang membuat bingung banyak orang.
Mari kita coba petakan, apa saja yang "berpotensi" dapat dirubah syarat dan ketentuan berlaku untuk masing-masing jalur PPDB. Sebagaimana kita ketahui bersama jalur PPDB secara umum terbagi menjadi 4 yaitu PPDB Jalur Prestasi, PPDB Jalur Afirmasi, PPDB Jalur Zonasi dan PPDB Jalur Pindah Tugas Orangtua.Â
Kita coba cek dengan sampel kebijakan PPDB di Jakarta tahun 2024 dimana untuk jalur prestasi akademik, indeksnya adalah rerata nilai rapor: 30%, persentil rerata nilai rapor: 30%, prestasi akademik: 30%, prestasi nonakademik: 5% dan persentil nonakademik: 5%.Â
Catatan untuk variabel rerata nilai rapor dan persentil rerata nilai rapor perlu transparansi, karena dari variabel ini ada potensi subyektivas dalam menilai. Usulan perbaikan adalah dengan memberikan penilaian yang tidak terlalu tinggi atas 2 variabel tersebut dan ditambahkan satu atau dua variabel yang sifatnya penilaian prestasi komulatif, misalnya rerata nilai rapor: 20%, persentil rerata nilai rapor: 10%, prestasi akademik: 30%, prestasi nonakademik: 10%, persentil nonakademik: 5%, nilai akreditasi sekolah: 15%Â dan masa tempuh belajar siswa: 10%.Â
Namun ada satu solusi yang lebih tepat menurut saya adalah kembalikan kebijakan Ujian Akhir Nasional (UAN) dan mengganti variabel rerata nilai rapor dan persentil rerata nilai rapor. Sependek yang saya ketahui kebijakan penyelenggaraan UAN dirasa akan lebih efektif dan obyektif dalam penilaian kemampuan murid, misalnya nilai hasil UAN: 40%, prestasi akademik: 30%, prestasi nonakademik: 15%, persentil nonakademik: 5% dan nilai akreditasi sekolah: 10%Â
Beralih ke jalur PPDB zonasi pun perlu dilakukan perubahan kebijakan yang signifikan dan bersifat mengikat, agar tidak dirubah kebijakannya dalam waktu dekat atau konsistensi kebijakan. Dalam kacamata saya variabel-variabel penilaian untuk zonasi, yang pertama perlu diperluas areanya baik zona 1 maupun zona 2.Â
Pemberian pertimbangan dari RT/RW setempat, menurut saya dihapus saja dari variabel zonasi. Selain itu saya juga mengusulkan agar dengan dikembalikannya penilaian UAN, maka variabel inipun seyogyanya masuk dalam penilaian zonasi dengan komposisi pembobotan sbb : Bobot Zona Kewilayahan (60%) + Bobot UAN (25%) + Akreditasi Sekolah (5%) + Umur Calon Siswa (10%).Â
Untuk Zona Kewilayahan bisa memakai nilai 1 - 10, dimana untuk 1 RT nilainya 10, untuk 1 RW nilainya 6, 1 Kelurahan nilainya  4, 1 Kecamatan nilainya 2. Untuk nilai range umur perlu dibuat rentang nilai misalnya untuk SMA : >20 tahun nilainya 6, 19 tahun nilainya 5, 18 tahun nilainya 4, 17 tahun nilainya 2 dan <17 tahun nilainya 1.
Persentase untuk masing-masing jalur juga perlu dilakukan penyesuaian misalnya untuk jalur prestasi menjadi 35% dari jumlah daya tampung, jalur afirmasi 10%, jalur pindah tugas orang tua 5% dan jalur zonasi 50%