Air bersih adalah salah satu kebutuhan penting manusia yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari hari. Tanpa air, bisa dipastikan tidak ada makhluk hidup di bumi ini.Â
Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar air dalam tubuh manusia itu rata-rata di angka 60%. Jadi bisa dibayangkan betapa pentingnya air bagi kehidupan makhluk di muka bumi ini.
Permukaan bumi sendiri tertutup air sebanyak 71%, namun demikian 95,6% nya adalah lautan, artinya hanya 4,4% air permukaan yang merupakan air tawar dan dapat dimanfaatkan manusia untuk kehidupan sehari hari. Sedangkan di satu sisi, penggunaan atas air khususnya air tawar dari hari ke hari semakin banyak.
Air tawar yang menjadi air baku tanah pada prinsipnya membutuhkan sarana untuk dapat dijadikan persediaan air dalam tanah. Biasanya air hujan atau air permukaan yang dapat terserap di dalam tanah, dibantu pohon pohonan yang secara alami dapat menahan laju air untuk tidak terbuang sia sia dan pada akhirnya tidak dapat ditahan sebagai persediaan air tanah, meluncur terus ke laut dan tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Saat ini krisis air (tawar) bersih mulai muncul di beberapa negara, setidaknya ada beberapa penyebab munculnya krisis air bersih diantaranya penggundulan hutan khususnya di hutan hutan di lereng perbukitan dan pegunungan, penggunaan air tanah diluar batas kewajaran terutama digunakan oleh industri dan ketika dibuang ke sungai tidak dilakukan normalisasi kondisi airnya, alhasil air yang dibuang telah terkontaminasi limbah, massivenya pembukaan lahan untuk perumahan dan lokasi industri dengan tidak mengindahkan status tanah yang semestinya untuk pertanian dan perkebunan.
Untuk itu perlu kiranya masyarakat dan pemerintah bersatu padu menyamakan visi dan langkah guna penyelamatan lingkungan, khusunya untuk mereduksi krisis air bersih di tengah masyarakat.Â
Kegiatan yang bisa dilakukan baik secara swadaya masyarakat ataupun peran aktif pemerintah yaitu berupa melakukan gerakan peremajaan bukit dengan penanaman hutan kembali atau reboisasi. Pemerintah juga dapat membuat infrastruktur penampungan air hujan yaitu dengan membuat embung atau danau buatan yang tujuannya agar air tidak terbuang sia sia ke laut.Â
Dari kedua sistem penangkap air hujan atau air permukaan yang kemudian menjadikannya persediaan air tanah, yang paling efektif adalah dengan cara melakukan reboisasi.Â
Selain menjadi sarana penampung persediaan air tanah secara alami, reboisasi juga memberikan multiplier efek positif lainnya seperti menghasilkan udara bersih dan segar, juga menjadi ruang hidup satwa liar serta menjadi obyek wisata alam bagi manusia.
Pekerjaan-pekerjaan besar dan masif diatas sangat sulit jika dilakukan oleh individu atau sejumlah kelompok secara parsial. Perlu peran aktif Pemerintah sebagai regulator untuk dapat mewujudkan kegiatan dalam skala besar dalam reboisasi hutan serta membuat embung, danau buatan atau bendungan dalam jumlah yang banyak.Â
Agar kegiatan reboisasi dan pembuatan bendungan, embung dan danau buatan dapat dilaksanakan secara sistematis, perlu kiranya Pemerintah mengalokasikan pendanaan atas kegiatan dimaksud dalam APBN dan APBD.
Hal lain yang juga perlu dilakukan secara serius dan perlu ketegasan dari pemerintah adalah membuat regulasi terhadap normalisasi daerah-daerah yang dijadikan tempat atau konservasi hutan sebagai area penangkap hujan dan sebagai sumber persediaan air tanah.Â
Pemerintah baik pusat maupun daerah harus tegas dalam menjaga daerah hijau agar tidak beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman atau kawasan industri.
Di sisi lain, sesuai regulasi yang ada sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dimana dalam pengendalian pemanfaatan air tanah dan permukaan, Pemerintah dapat memungut pajak atas kegiatan dimaksud.Â
Pengenaan pajak pemanfaatan air tanah dan air permukaan ini bertujuan agar infividu, masyarakat dan industri tidak menggunakan air tanah secara berlebihan sehingga merusak ekosistem air.
Pengaturan atas Pajak Air Tanah (PAT) ini ada pada Pasal 65 sampai dengan Pasal 70 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dimana disebutkan bahwa Objek PAT adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Subjek PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
Wajib PAT adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Dalam Undang-Undang ini diatur pula tentang dasar pengenaan PAT, nilai perolehan, harga air baku, bobot penghitungan air tanah dan juga Tarif PAT.
Diharapkan dengan pengenaan PAT atau Pajak Air Tanah ini, menjadikan individu, masyarakat dan sektor industri dapat memanfaatkan air tanah secara bijak. Hasil pendapatan PAT dapat digunakan sebagai sumber pendanaan reboisasi ataupun pembuatan/rehabilitasi/pengembangan embung, danau buatan ataupun bendungan.Â
Hal lain yang perlu diperhatikan Pemerintah dalam melakukan pemungutan PAT adalah terbuka dan transparansi dalam penghitungan, serta melakukan pengawasan dan audit secara rutin kepada wajib pajak air tanah guna menghindari upaya penipuan laporan penggunaan air baku atau air tanah.Â
Sumber :
https://djpk.kemenkeu.go.id/wp-content/uploads/2022/01/Salinan-UU-Nomor-1-Tahun-2022.pdf   Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H