Bukan Lautan Hanya Kolam Susu ......
Kail dan Jala Cukup Menghidupimu ......
Tiada Badai Tiada Topan Kau Temui ......
Ikan dan Udang Menhampiri Dirimu ......
Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga ......
Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman ......
Orang Bilang Tanah Kita Tanah Surga ......
Tongkat Kayu dan Batu Jadi Tanaman ......
Demikian sepenggal bait lagu Band Legendaris Tanah Air KOES PLUS menggambarkan begitu subur dan gemah ripah tanah Indonesia. Tak heran jika para penjajah dari Eropa kala itu, mati matian mempertahankan kekuasannya atas wilayah Indonesia, bisa jadi kalau Indonesia tidak merdeka kala itu, saat ini pun Nusantara ini masih dalam kekuasaan negara negara adi daya.
Berbicara tentang tanah air Indonesia yang bukan hanya kaya akan tambang dan mineral, juga sebagian besar wilayah darat negara ini terkenal dengan kesuburannya. Maka jangan heran jika banyak hasil bumi berkualitas dihasilkan dari tanah nusantara ini. Namun demikian, sayang beribu sayang tanah ini sepertinya belum juga dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar pengolahan lahan pertanian masih bersifat tradisional dan minim teknologi, sehingga untuk sebidang tanah yang seharusnya bisa menghasilkan banyak output pertanian, namun yang didapatkan saat ini juga masih minim.
Tata niaga hasil pertanian juga perlu mendapatkan sentuhan yang serius agar tidak terlalu panjang jalur distribusinya mulai dari petani hingga konsumen akhir. Kadangkala jalur distribusi yang panjang inipun juga inefisiensi sekaligus high cost. Hal ini yang bisa jadi menjadi salah satu sebab mengapa ada stok melimpah hasil pertanian di hulu, namun begitu sampai di hilir stok nya terbatas dan harganya pun sudah melambung tinggi.
Berbicara tentang salah satu komoditi pertanian yang saat ini sedang heboh, karena kelangkaan yang sangat mendadak plus kalaupun ada stoknya harganya sangat meningkat tajam, betul sekali komoditas itu adalah KEDELAI. Mengapa bisa begitu hebohnya Kedelai ini bisa mengguncang dunia komoditas di Indonesia khususnya dan di dunia pada umumnya, hal ini tidak lepas dari kebiasaan kita orang Indonesia yang tidak bisa lepas dari produk olahan yang berbahan dasar Kedelai yaitu TAHU, TEMPE dan KECAP.
Sejak jaman dahulu kala, mungkin sejak jaman penjajahan Belanda kita bangsa Indonesia terbiasa karena keadaan untuk mengkonsumsi makanan makanan dengan bahan dasar yang murah namun memiliki gizi yang cukup. Kedelai yang notabene kalau di luar sana digunakan untuk bahan dasar pembuat makanan ternak, di Indonesia bisa disulap menjadi makanan yang enak, lezat dan berprotein tinggi. Maka dari itu TAHU, TEMPE dan KECAP menjadi sangat mendarah daging bagi masyarakat Indonesia.
Karena murahnya bahan baku, maka besar kemungkinan kita bangsa Indonesia tidak terlalu peduli untuk mengembangkan dan membudidayakan kedelai dibandingkan dengan varietas lainnya yang lebih bernilai ekonomis seperti tebu, padi, cokelat, kopi dan rempah rempah. Kita juga lupa bahwasanya kedelai ini semakin hari semakin banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, bahkan ada sifat addict nya yaitu serasa belum mantap kalau makan ngga pakai TAHU, TEMPE dan KECAP.
Sehingga praktis pertanian budidaya kedelai sangatlah sedikit yang mengembangkannya, bahkan setahu saya penelitian varietas unggul kedelaipun masih jauh lebih sedikit perhatiannya jika dibandingkan penelitian varietas unggul untuk budidaya padi, hal ini sangat ironis dan menjadi bom waktu bagi Indonesia, ketika stok, supply dan harga komoditi kedelai mulai mengalami masalah.
Sebenarnya warning ini sudah beberapa kali terjadi, namun di kitanya yang tidak terlalu peduli, hingga kejadian saat ini yang menyebabkan pukulan berat bagi para pengrajin TAHU TEMPE dan KECAP. Ketika stok mengalami penurunan, dan adanya permintaan kedelai yang luar biasa dari negara lain, mengakibatkan Indonesia jadi kolaps dan baru sadar bahwa kita terlena dengan impor kedelai dan lupa untuk memulai lompatan baru menuju swasembada kedelai.
Berkaca dari kejadian ini, maka menurut saya sudah menjadi urgensi yang harus diikuti tindakan proaktif guna mengamankan pasar kedelai di domestik, salah satunya adalah mulai mengembangkan program program prioritas pertanian dalam peningkatan kualitas bibit kedelai dan mulai mengurangi impor kedelai dengan peningkatan stok kedelai dari dalam negeri. Program ini tidak akan berjalan mulus tanpa keterlibatan aktif dari pemerintah, pengusaha, petani dan masyarakat luas.Â
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan hendaknya memberikan kemudahan akses serta pendanaan bagi penelitian dan pengembangan bibit unggul varietas kedelai. Pengusaha memberikan softloan kepada para petani kedelai dan pengrajin TAHU TEMPE dan KECAP. Masyarakat memberikan support dengan membeli hasil bumi dari petani dan pengrajin guna mendukung perputaran usaha. Pada satu titik ketika produksi kedelai sudah meningkat, maka pemerintah dapat melakukan proteksi dengan pemberian bea masuk yang besar atas kedelai impor, dan pengusaha menampung hasil pertanian dalam negeri untuk kemudian didistribusikan kepada para pengrajin guna memenuhi kebutuhan pasar dan masyarakat.
Intinya sinergi antara Pemerintah, Pengusaha, Pengrajin dan Masyarakat menjadi kunci keberhasilan program swasembada kedelai, guna mengamankan stabilitas komoditas di domestik, sekaligus menjadi peluang usaha ekspor apabila produksi kedelai dapat melebihi kebutuhan pasar dalam negeri, sehingga kejadian seperti saat ini dan beberapa waktu yang lalu tidak akan terulang lagi
Salam TEMPE, khusus bagi yang TAHU, bagaimanapun juga KECAP tetap nomor 1.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI