Ketimpangan Sosial di dalam Bidang Pendidikan
Oleh : Aditya Alif Ahmad Arsyad
Ketimpangan sosial adalah kondisi di mana ada ketidakseimbangan atau kesenjangan di dalam lingkungan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh status sosial, ekonomi, dan juga budaya. Menurut Budi Winarno, ketimpangan sosial merupakan kegagalan perkembangan di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga.
Salah satu dampak yang terasa dengan adanya ketimpangan sosial adalah rendahnya tingkat pendidikan. Masyarakat kecil yang memiliki ekonomi kurang bagus hanya akan memiliki pendidikan yang rendah, berbanding terbalik dengan masyarakat yang memiliki ekonomi yang bagus dan status sosial yang tinggi cenderung berpendidikan tinggi. Di Indonesia sendiri, masyarakat masih harus menggunakan biaya untuk mendapatkan pendidikan. Ada beasiswa tapi juga ada syarat yang harus terpenuhi untuk mendapatkannya sehingga banyak masyarakat kecil yang masih belum mendapatkan pendidikan yang tinggi.
Apalagi di era globalisasi saat ini sekolah terus dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang sangat pesat, namun hal itu tentunya membutuhkan modal yang cukup besar. Adanya globalisasi mendorong terjadinya peningkatan mutu dan standar pendidikan. Peningkatan tersebut berimbas pada naiknya biaya untuk mengakses pendidikan. Hal itulah yang membuat masyarakat miskin semakin sulit untuk mengakses dan mengenyam pendidikan yang tinggi. Di negara berkembang khususnya, hanya sekolah yang memiliki modal besar dan berada di wilayah perkotaan yang bisa mendapatkan teknologi tersebut. Sedangkan di sekolah yang wilayahnya sulit dijangkau tentunya tidak akan mendapatkan dan menggunakan teknologi pendidikan. Hal itu menyebabkan terjadinya kesenjangan dan ketidakseimbangan dalam dunia pendidikan. (Saodah, 2020)
Ada beberapa aspek yang bisa menyebabkan timbulnya ketimpangan di dalam dunia pendidikan, misalnya:
- Infrastruktur, berbicara tentang infrastruktur sekolah tentunya merupakan hal penting dalam mencapai pendidikan yang baik. Sekolah yang memiliki infrastruktur yang bagus dan memadai tentunya akan memiliki suasana belajar yang nyaman. Akses menuju sekolah juga tentunya hal yang penting dalam sekolah karena memudahkan muridnya untuk datang ke sekolah.
- Kualitas guru, keberadaan guru sangat dibutuhkan untuk berjalannya pendidikan, tapi tidak dengan daerah-daerah terpencil yang masih kekurangan tenaga pengajar tentunya sangat memprihatinkan.
- Biaya pendidikan yang terlalu mahal, semakin tinggi biaya pendidikan seharusnya bisa membuat sekolah memiliki fasilitas yang lengkap untuk menunjang proses belajar. Anggaran dari pemerintah juga sudah dibagikan, namun hal itu masih belum bisa dimaksimalkan dengan baik.
- Fasilitas yang tidak memadai, sekolah yang tidak memiliki modal besar tentunya akan terhambat di bagian sarana dan prasarana sekolah, sebaliknya sekolah yang memiliki modal besar tentunya akan dengan mudah mendapatkan fasilitas yang lengkap.
Berdasarkan aspek-aspek yang bisa menyebabkan adanya ketimpangan dalam pendidikan tersebut, oleh karena itu diperlukan peran serta dari institusi-institusi yang berwajib untuk menunjang pendidikan secara merata dari daerah perkotaan sampai sudut pelosok yang masih tertinggal. (Hidayat, 2017)
Realitas Sosial
Contoh kasus ketimpangan pendidikan di Indonesia adalah timpangnya pendidikan di daerah ibukota Jakarta dengan daerah pelosok Papua. Di Jakarta pendidikan bisa dibilang lebih maju dan lebih merata. Tak hanya itu, fasilitas yang ada di sekolah-sekolah perkotaan juga sangat lengkap dan memadai. Lokasinya juga bisa diakses oleh murid-murid dengan mudah dan tanpa risiko apa pun. Sedangkan di daerah Papua masih banyak sekolah yang tidak mendapatkan infrastruktur yang baik. Sarana dan prasarana sekolah-sekolah di Papua juga masih jauh dari kata lengkap, malah bisa dibilang sangat kurang.
Keadaan di Papua dalam hal pendidikan sangat memprihatinkan dan banyak anak-anak yang tidak bersekolah, entah itu karena alasan ekonomi ataupun memilih untuk putus sekolah. Di sana masih banyak tempat yang belum mendapatkan pendidikan yang layak. Sarana yang tidak memadai, infrastruktur yang buruk, dan juga kurangnya tenaga pengajar masih menjadi masalah serius di Papua. (Anco, 2018)
Ketidakmerataan inilah yang menjadi masalah pendidikan di Indonesia. Pemerintah khususnya kementerian Pendidikan harus segera bergerak untuk menyelesaikan berbagai masalah pendidikan di Indonesia. Karena bagaimanapun juga pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk menyongsong masa depan dan mencerdaskan anak-anak bangsa.
Solusi
Upaya pemerataan pendidikan di Indonesia merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan demi menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pemerataan pendidikan selalu terhambat oleh ketimpangan kualitas sekolah, juga oleh perilaku tidak terpuji oknum yang tidak merepresentasikan nilai-nilai Pancasila pada pelaksanaan kebijakan pendidikan. Penyelenggaraan sistem zonasi harus tetap diberlakukan karena kebutuhan zaman, serta upaya dalam mewujudkan keadilan dalam bidang pendidikan, dengan diiringi pembaharuan dan perbaikan kebijakansecara progresif dan visioner, sebagai proses evaluasi, dalam memberikan kebijakan terbaik.
Hambatan dalam pelaksanaan sistem zonasi di Indonesia, adalah, sarana dan prasarana yang tidak merata akibat dari disparitas sekolah favorit dan non favorit, ketidakjelasan informasi yang beredar, masih terdapatnya oknum yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta adanya ketidaksesuaian antara jumlah penduduk dengan keberadaan sekolah di daerah tertentu Nadiem Makarim melalui kebijakan Kemendikbud mengeluarkan pembaharuan untuk sistem zonasi, yaitu menambah kuota jalur prestasi menjadi 30%, dengan mengurangi kuota jalur zonasi menjadi minimal 70%. Sebagai upaya orang tua siswa dalam memotivasi anaknya untuk mendapatkan nilai maksimum atau memuaskan.
Dalam kuota zonasi sebesar 70% harus mengakomodir tiga kriteria. Pertama, batas maksimal jalur zonasi 50%. Kedua jalur afirmasi (pemegang Kartu Indonesia Pintar) 15%, Ketiga, pengguna jalur perpindahan orang tua 5%. Kemudian kuota sisa sebanyak 30% untuk jalur prestasi. Pembaharuan ini ditegaskan sebagai ikhtiar dalam mewujudkan keadilan dalam bidang pendidikan, terkhusus dalam menghidupkan kembali persaingan secara sehat lewat jalur prestasi. (Nanggala, 2020)Â
Kesimpulan
Masyarakat kecil yang memiliki ekonomi kurang bagus hanya akan memiliki pendidikan yang rendah, berbanding terbalik dengan masyarakat yang memiliki ekonomi yang bagus dan status sosial yang tinggi cenderung berpendidikan tinggi. Ada beasiswa tapi juga ada syarat yang harus terpenuhi untuk mendapatkannya sehingga banyak masyarakat kecil yang masih belum mendapatkan pendidikan yang tinggi. Sekolah yang memiliki infrastruktur yang bagus dan memadai tentunya akan memiliki suasana belajar yang nyaman. Biaya pendidikan yang terlalu mahal Semakin tinggi biaya pendidikan seharusnya bisa membuat sekolah memiliki fasilitas yang lengkap untuk menunjang proses belajar.
Fasilitas yang tidak memadai Sekolah yang tidak memiliki modal besar tentunya akan terhambat di bagian sarana dan prasarana sekolah, sebaliknya sekolah yang memiliki modal besar tentunya akan dengan mudah mendapatkan fasilitas yang lengkap.Â
Berdasarkan aspek-aspek yang bisa menyebabkan adanya ketimpangan dalam pendidikan tersebut, oleh karena itu diperlukan peran serta dari institusi-institusi yang berwajib untuk menunjang pendidikan secara merata dari daerah perkotaan sampai sudut pelosok yang masih tertinggal Keadaan di Papua dalam hal pendidikan sangat memprihatinkan dan banyak anak-anak yang tidak bersekolah, entah itu karena alasan ekonomi ataupun memilih untuk putus sekolah. Solusi
Upaya pemerataan pendidikan di Indonesia merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan demi menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.Â
Hambatan dalam pelaksanaan sistem zonasi di Indonesia, adalah, sarana dan prasarana yang tidak merata akibat dari disparitas sekolah favorit dan non favorit, ketidakjelasan informasi yang beredar, masih terdapatnya oknum yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, serta adanya ketidaksesuaian antara jumlah penduduk dengan keberadaan sekolah di daerah tertentu Nadiem Makarim melalui kebijakan Kemendikbud mengeluarkan pembaharuan untuk sistem zonasi, yaitu menambah kuota jalur prestasi menjadi 30%, dengan mengurangi kuota jalur zonasi menjadi minimal 70%.
Daftar Pustaka
Amini, Q. (2020). Pengaruh Globalisasi Terhadap Siswa Sekolah Dasar. Pandawa: Jurnal Pendidikan Dan Dakwah, 2, 375--385.
Fitri, W., Octaria, M., Irvanaries, Suwanny, N., Sisilia, & Firnando. (2020). Tantangan Dan solusi Terhadap Ketimpangan akses pendidikan Dan Layanan kesehatan Yang Memadai di Tengah Pandemi covid-19. Jurnal Syntax Transformation, 1(10), 766--776. https://doi.org/10.46799/jst.v1i10.181
Hidayat, A. (2018). Kesenjangan Sosial terhadap pendidikan Sebagai Pengaruh era GLOBALISASI. Justisi Jurnal Ilmu Hukum, 2(1). https://doi.org/10.36805/jjih.v2i1.400
Nanggala, A. (2020). Analisis Wacana Pembaharuan Kebijakan Zonasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sebagai Solusi Pemerataan Pendidikan di Indonesia. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha, 8, 46--56.
septria, J. akhri. (2019). Kesenjangan Sosial Terhadap Pendidikan Sebagai Pengaruh Era Globalisasi. https://doi.org/10.31227/osf.io/d8uq3
Siska, F., & Rudagi, R. (2021). Analisis Ketimpangan pendidikan Pada Masa covid-19 di Nagari Sisawah Kabupaten Sijunjung. AL MA'ARIEF: Jurnal Pendidikan Sosial Dan Budaya, 3(1), 1--11. https://doi.org/10.35905/almaarief.v3i1.2032
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H