Jokowi katanya plin-plan, dikit-dikit ‘nunggu apa kata Ibu.’ Jokowi katanya haus kekuasaan dan tidak kompeten. Jokowi katanya kemaruk. Mana buktinya? Surya Dharma Ali tuh kemaruk #eh.
Sejauh ini Jokowi masih calon presiden dengan elektabilitas tertinggi di antara calon lain. Itu menurut rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) lho. Dan berbagai lembaga survey bersuara padu membunyikannya.
Ini berarti, majunya Jokowi dalam kontestasi pemilihan presiden memiliki dasar yang kuat yaitu melaksanakan apa yang diinginkan rakyat.
Menjadikan Jokowi sebagai capres bukan sebuah keputusan yang diambil semata demi kepentingan partai atau kelompok apalagi kepentingan pribadi. Memangnya Surya Dharma Ali? #ehLagi
Kita sama-sama tahu bahwa partai pengusung Jokowi saat ini, PDI-P, sebelumnya sudah memiliki calon kuat selain Jokowi. Namun, apakah keinginan tersebut tetap ngotot dijalankan dengan mengabaikan apa yang diinginkan rakyat? Tidak toh.
PDI-P menunjuk Jokowi sebagai capres semata-mata karena membaca gejala dan dinamika yang berkembang di masyarakat. Apa yang diinginkan rakyat itulah yang dijalankan, inilah hakikat demokrasi yang ideal.
Mari tengok data elektabilitas Jokowi di tahun 2013. Nyaris sepanjang tahun ia menjadi “calon presiden favorit” rakyat. Hanya di bulan Maret-Juli elektabilitas Jokowi dilampaui oleh Prabowo Subianto, itupun 1% saja. Pada bulan-bulan berikutnya Jokowi tidak terkejar. Bahkan di bulan September, 43,50% dari jumlah responden menunjuk Jokowi sebagai presiden yang mereka inginkan.
Di tahun 2014, ketika suhu politik semakin memanas di Indonesia, rakyat menunjukkan kehendak yang sama: Jokowi masih menjadi calon presiden kesayangan. Bahkan, satu bulan menjelang pemilu legislatif, ketika elektabilitas Prabowo hanya 15%, Jokowi mampu memperoleh elektabilitas sebesar 45%. Angka-angka yang diberikan lembaga riset dapat dikatakan merupakan cerminan nasional bahwa sosok yang diharapkan masyarakat untuk menjadi pemimpin mereka tidak lain dan tidak bukan adalah Jokowi.
Pada pemilu legislatif 2014, ketika Jokowi masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, masyarakat ternyata berekspektasi Jokowi tidak hanya mampu menyelesaikan permasalahan ibukota, tetapi masalah dengan skala yang jauh lebih besar: negara. Buktinya, tahun 2009 PDI-P hanya mampu mengumpulkan 11,32% atau sebanyak 463. 401 suara. Namun, di tahun 2014 PDI-P berhasil meningkatkan perolehan suara sebesar 17,51% menjadi 28,83% atau sebanyak 1.410.173 pemilih. Terlihat bahwa keberadaan Jokowi berhasil mendongkrak perolehan suara PDI-P.
Saya pribadi menilai, Jokowi hanya menerima mandat demokrasi. Dan siapakah pengendali tertinggi mandat tersebut kalau bukan rakyat. Pencalonan Jokowi sebagai presiden tidak lebih dan tidak kurang merupakan sebuah usaha untuk menjalankan roda demokrasi pada arahnya yang benar.
Sesederhana itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI