Mohon tunggu...
Aditya Irawan
Aditya Irawan Mohon Tunggu... -

I see and I observe

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Supremasi Hukum Tegak, Demokrasi Berwibawa

20 Juni 2014   00:45 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:04 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebaik-baik menyimpan bangkai, baunya akan tercium juga. Selama ini Prabowo Subianto telah melakukan berbagai upaya untuk menutupi pelanggaran dan kejahatan yang telah ia lakukan selama memegang kuasa di ketentaraan. Entah berapa pula korban yang dibungkam dan difitnah demi menyelamatkan citra dan reputasinya guna menggenggam kekuasaan yang lebih besar pasca dipecat dari dinas kemiliteran: menjadi Presiden Republik Indonesia. Namun, kebenaran toh pada saatnya terungkap juga…

Gonjang-ganjing mengenai beredarnya Dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) makin menemui titik terang. Dokumen DKP itu berisi rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto dari satuan militer karena telah melanggar Sumpah Prajurit, Sapta Marga dan Tindak Pidana, salah satunya berupa penculikan aktivis terkait huru-hara 1998. Sejak kemunculannya, dokumen DKP ini telah menyita perhatian luas.

Beberapa anggota DKP seperti Agum GumelarFachrul Razi, dan Soesilo Bambang Yudhoyono telah buka suara dan tak satupun yang membantah isi dokumen tersebut.

Prabowo dalam Debat Capres perdana yang lalu menjawab pertanyaan Jusuf Kalla terkait pelanggaran HAM yang dituduhkan kepadanya dengan berujar: "Kalau ingin tanya, tanyalah atasan saya waktu itu," Wiranto, yang secara hierarki adalah ‘atasan Prabowo saat itu’ telah diseret dalam wacana permasalahan. Dan akhirnya, Wiranto angkat bicara.

[caption id="attachment_329872" align="aligncenter" width="620" caption="Prabowo Subianto dalam Debat Capres perdana (sindonews.com)"][/caption]

Kamis siang, (19/6/2014) bertempat di  Posko Forum Komunikasi Pembela Kebenaran di Menteng, Jakarta Pusat, Wiranto yang sempat menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam) sekaligus Panglima ABRI (Pangab) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadanya terkait dokumen DKP.

Wiranto menuturkan, beredarnya surat DKP yang dikatakan sebagai pembocoran rahasia adalah sebuah tuduhan yang salah karena dokumen DKP ini tidak menyangkut institusi TNI, melainkan menyangkut korban yang banyak.

“DKP bukan rahasia lagi. Ini bukan pembocoran rahasia. Yang bilang pembocoran rahasia mengada-ada”, ungkap Wiranto. Dia juga mengatakan bahwa DKP sudah menjadi milik publik sejak tahun 1998, ketika dia menjelaskan Tragedi 1998 kepada masyarakat.

[caption id="attachment_329873" align="aligncenter" width="637" caption="Testimoni Wiranto (detik.com)"]

14031745051735893007
14031745051735893007
[/caption]

Menjelaskan isi DKP lebih lanjut, Wiranto menekankan prajurit yang diberhentikan secara hormat adalah karena masa dinasnya sudah habis, cacat, sakit kronis, atau permintaan sendiri. Sedangkan prajurit-prajurit yang melanggar hukum dan melanggar Sapta Marga, sudah pasti diberhentikan dengan tidak hormat. Akan tetapi bukan status diberhentikan yang penting, melainkan penyebab diberhentikannya sorang prajurit yang jauh lebih penting. "Prabowo terbukti terlibat dalam kasus penculikan, maka tentu diberhentikan sesuai dengan norma yang berlaku", ungkap Wiranto.

Ketika tiba pada pembahasan paling sentral, yakni seputar tindakan penculikan aktivis, Wiranto menyatakan kala penculikan terjadi, Panglima ABRI saat itu adalah Feisal Tanjung. Wiranto menanyakan langsung kepada Feisal apakah memang ada perintah untuk melakukan penculikan, dan dengan tegas Feisal Tanjung membantahnya. Wiranto juga mengatakan tidak pernah ada perintah darinya untuk melakukan penculikan.

"Tidak ada kebijakan pimpinan ABRI saat itu untuk lakukan penculikan," ujar Wiranto.

Di dalam sidang DKP saat menyidangkan Prabowo Subianto sebagai pesakitan, Wiranto menanyakan langsung kepada Prabowo alasan kenapa ia melakukan penculikan tersebut.

"Dijawab itu (penculikan) dilakukan inisiatif sendiri dan keadaan berat saat itu. Jadi itu bukan perintah Panglima ABRI dan atasan," terang Wiranto.

Kini Prabowo sudah tidak bisa berkelit lagi. Sang Atasan telah menjawab dengan jelas dan lugas: tidak ada perintah untuk melakukan penculikan. Testimoni Wiranto ini sangat penting. Ini menjelaskan secara terang benderang bahwa memang Prabowo sendiri yang berinisiatif melakukan penculikan aktivis terkait Tragedi 1998. Penculikan merupakan sebuah tindak pidana yang sangat serius, dan keluarnya Prabowo dari dinas militer tidak serta merta membuatnya lepas dari hukum.

Para eksekutor aksi penculikan aktivis ’98 yang tergabung dalam Tim Mawar memang telah disidang di Mahkamah Militer, namun anehnya saat ini mereka telah bebas berkeliaran, bahkan memiliki karier militer yang cukup cemerlang. Selemah itukah penegakan hukum yang kita inginkan?

[caption id="attachment_329874" align="aligncenter" width="639" caption="Tim Mawar dalam Sidang Mahkamah Militer (klimg.com)"]

14031745671892026230
14031745671892026230
[/caption]

Kini, saatnya untuk menyeret otak penculikan ke meja hijau. Mau jadi apa bangsa ini jika calon presidennya seorang penjahat kemanusiaan yang tidak pernah mempertanggungjawabkan tindakan kriminalnya? Sampai kapan kita terus biarkan Prabowo lolos? Cukup sudah, kita pernah biarkan ia kabur ke Yordania. Saatnya pedang hukum berbicara untuk mengadili tindakan Prabowo Subianto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun